Jakarta, Warta Ahmadiyah – Ruang pertemuan dan dialog informal antar kelompok Muslim dinilai menjadi kunci untuk saling memahami dan membangun kebersamaan termasuk terkait kegiatan Jemaat Muslim Ahmadiyah Indonesia.
Hal ini disampaikan oleh Farid F. Saenong, Ph.D, Staf Khusus Kemenag, dalam forum Inclusive Dialogues for the Religious Freedom of Minority Sects in Indonesia di Pusat Muslim Ahmadiyah Indonesia, Masjid An-Nashr, Bogor, pada Jumat, 17 Oktober 2025.
Dosen Universitas Universitas Islam Internasional Indonesia itu menjelaskan bahwa program pengabdian masyarakat yang dilakukan beberapa universitas, termasuk UI dan tiga universitas Islam internasional di Indonesia.
Baca juga: Silaturahmi dengan Kodim 0908, Jemaat Ahmadiyah Bontang Paparkan Aksi Sosial
Secara langsung program pengabdian itu memberi kesempatan bagi akademisi dan masyarakat untuk bertemu.
Bukan cuma bertemu, namun juga memberi peluang besar untuk berdialog dan saling memahami secara informal.
“Iya, ketika kita bisa bertemu, berbicara, curhat, mengeluarkan pikiran masing-masing dalam suasana informal, isi hati kita bisa keluar dan saling memahami secara lebih baik,” jelas Farid.
Baca juga: Jemaat Ahmadiyah Bontang Jalin Silaturahmi dengan Redaksi Bontang Post Jelang Tasyakur
Dirinya kemudian menambahkan, ruang-ruang dialog seperti forum Inclusive Dialogues for the Religious Freedom of Minority Sects in Indonesia diharapkan dapat membentuk kebersamaan dan keguyuban di antara kelompok Muslim.
Selain itu, pertemuan ini juga menjadi kesempatan bagi akademisi untuk memahami kegiatan positif Ahmadiyah, misalnya program lingkungan yang konsen terhadap keberlanjutan.
“Kita perlu menciptakan banyak ruang-ruang untuk bisa bertemu satu sama lain. Kerangka yang kita gunakan sekarang ini adalah pengabdian masyarakat,” kata Farid.
Baca juga: Kanwil Kemenkumham Jawa Barat Kunjungi Jemaat Ahmadiyah Sukabumi, Diwarnai Dialog Toleransi
“Jadi, beberapa peneliti dan dosen dari UI dan tiga universitas Islam internasional di Indonesia sedang melakukan program pengabdian masyarakat sebagai wujud tridharma perguruan tinggi,” tambahnya.
Lebih lanjut, Farid berkata jika interaksi rutin dan kolaborasi sosial seperti ini membantu membangun kohesivitas antar kelompok dan mengurangi gesekan sosial.
“Banyak hal yang bisa kita lakukan bersama-sama dan itu pasti membentuk kohesivitas yang baik, sehingga ketika ada gesekan-gesekan bisa diminimalisir karena kohesivitas tadi, karena tingginya intensitas pertemuan,” tambahnya.
Faird menekankan bahwa semakin sering kelompok-kelompok Muslim berinteraksi, semakin kuat rasa kebersamaan dan kesadaran bahwa mereka adalah teman, sehingga potensi konflik bisa diminimalisir.
“Sedikit banyak, kita akan berpikir: ‘Ini teman kok, masa kita mau apa-apain?’ Itu berpengaruh secara psikologis bagi siapapun yang sudah menjalin kedekatan,” tutup Dosen UII itu. *
Editor: Talhah Lukman A