Bandung – Para daiyah Lajnah Imaillah Bandung Kulon, di antaranya Euis dan Alfi Daiyah giat memperbanyak silaturahmi dengan ragam komunitas.
Kedua daiyah meramaikan undangan Nobar dan diskusi bersama kawan-kawan lintas iman yang diselenggarakan oleh Initiative ofChange (IofC) dan Komunitas Musisi Mengaji (Komuji) pada Kamis 6 Februari 2025 di Studio Komuji, Bandung. Hadir pula Babinsa Kota Bandung.
Sebelum acara inti nobar dimulai, para peserta saling memperkenalkan diri. Tak luput para penyelengara menyampaikan latar belakang dan visi misi komunitas mereka.
Baca juga: Lajnah Imaillah Medan Gelar Jalan Santai 5 Kilometer, Wujudkan Gaya Hidup Sehat
“IofC merupakan organisasi non-profit internasional dengan jejaring di 60 negara termasuk Indonesia yang bergerak dalam promosi perdamaian melalui transformasi masyarakat dimulai dari diri sendiri. Mengedepankan proses rekonsiliasi lewat refleksi diri dengan metode story-telling, begitulah alasan IofC menginisiasi kegiatan nobar ini,” ungkap Nenden, wakil IofC yang berdomisili di Bandung.
Film yang diputar berjudul “Beyond Forgiving” karya Imad Karam, mendokumentasikan kisah nyata buah pertikaian pasca-Apartheid di Afrika Selatan antara Ginn Fourie dan Letlapa Mphahlele.
Pertemuan antara dua orang yang sama-sama memiliki alasan untuk melihat diri mereka sebagai korban. Letlapa komandan Tentara Pembebasan Rakyat Azania (APLA) bangkit atas diskriminasi dan ekstremisme terhadap warga kulit hitam Afrika.
Baca juga: Tak hanya Tarbiyat, Peringatan Hari Muslih Mauud Jemaat Ahmadiyah Jambi Dibarengi Berbagi Sembako
Ginn Fourie adalah seorang ibu yang kehilangan putrinya, Lyndi, dalam serangan bersenjata terhadap ras kulit putih yang didalangi Letlapa.
Ginn yang bersedih mencari tahu akar konflik lantas menemui sang penyerang Letlapa, mendengarkan cerita dari perspektifnya.
Ia pun menemukan fakta diskriminasi etnis kronis yang menelurkan kebencian demi kebencian.
Alih-alih membalas dendam Ginn memilih jalan pengampunan. Ginn menjadi wanita kulit putih pertama yang menyambangi kampung halaman Letlapa dimana ia menyampaikan permohonan maaf atas para leluhurnya yang menjalankan apartheid selama ini. Hal tersebut menjadi titik balik dalam perjalanan transformasi mereka berdua.
Baca juga: Jemaat Ahmadiyah Jakarta Utara Bakti Sosial Menjelang Ramadhan dan Tasyakur, Warga Apresiasi
Kisah yang mengharukan dan sangat padu dengan nilai kemanusiaan yang dianut Ahmadiyah dengan mottonya Love for All, Hatred for None.
Setelah sesi nobar, para peserta dipasangkan untuk mengulas makna film tersebut bagi kehidupan mereka.
Euis berpasangan dengan Ami dari Halaqah yang mengutarakan pernah live in di Markaz Kemang untuk mengenal Jemaat Ahmadiyah langsung.
Alfi saat berpasangan dengan Zara, berkesempatan menunjukkan kutipan buku Bahtera Nuh yang bersinggungan dengan topik film.
Seruan dari Hz. Mirza Ghulam Ahmad untuk berdamai satu sama lain dan saling memaafkan, bahwa di antara jemaatnya yang paling mulia adalah ia yang suka memaafkan saudaranya.
Bukan hanya diskusi film yang membuat acara ini menarik, melainkan kehadiran langsung Letlapa, aktor dan pelaku langsung sebagai pembicara.
Memanfaatkan sesi diskusi, daiyah Alfi memperkenalkan keberadaan Komunitas Ahmadiyah di Afrika Selatan juga menerangkan nilai perdamaian Ahmadiyah.
Tampak Letlapa merespon dengan mencatat di nota kecilnya nama Masjid Ahmadiyah, Baitul Awwal di Cape Town dan berkata akan ke sana sepulangnya nanti.
Saat berpamitan, Nenden menyampaikan terima kasih atas kehadiran para lajnah serta menyatakan keinginannya untuk kolaborasi.
“Kapan-kapan kita buat program healing bareng ya, nanti IofC ke sana (masjid Ahmadiyah), kontaknya sudah saya simpan,” pungkasnya.
Kontributor: Amatul Shafi
Editor: Talhah Lukman A