Solo, (11/2/2020). Langit di atas keraton Surakarta nampak cerah setelah malamnya diguyur hujan yang cukup lebat. Tiba-tiba Muballigh Ahmadiyah Solo yang juga sebagai muballigh daerah Jateng IV mendapat informasi dari Ketua Jemaat Solo tentang acara diskusi “Solo Merawat Toleransi”.
Bak mendapat rejeki yang tak terduga, kesempatan tersebut segera dimanfaatkan untuk kembali menjalin rabtah dengan berbagai pihak.
Pak Maryoto selaku Amirda Jateng IV dan mas Adede sebagai ketua Jemaat Solo, juga siap hadir menjadi perwakilan jemaat Ahmadiyah. Ketiganya pun sepakat untuk bertemu di kantor TribunNews solo yang berakamat di Jl. Adi Soemarno 335 A, Klodran Colomadu, kab. Karanganyar.
Acara diskusi dihadiro pula oleh perwakilan dari berbagai instansi, komunitas, universitas dan dari berbagai latar belakang organisasi.
Narasumber diskusi adalah Bapak walikota Surakarta FX Hadi Rudyatmo, Kapolres Surakarta Kombes Pol Andy Rifai, Komandan Distrik Militer 0735 Surakarta Letkol Inf Wiyata Sempana Aji dan Pembina Yayasan Perdamaian Lintas Agama, KH. Dian Nafi.
Acara dialog kali ini diawali dengan menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya dilanjutkan dengan pemaparan dari para Narasumber.
Dalam pemaparannya Pak Walikota menyampaikan agar setiap pemegang kebijakan memberikan hak kepada seluruh masyarakat tanpa membeda-bedakan latar belakangnya. Dalam hal ini negara harus hadir dalam setiap permasalahan warganya.
Sementara menurut Kapolres masih ada masyarakat yang tidak bisa menerima perbedaan, ada beberapa kelompok yang menganggap demokrasi tidak sesuai dengan ideologinya. Kapolres menekankan agar kita semua harus dewasa dalam berdemokrasi.
Selanjutnya Dandim mengajak agar kita semua jangan menjadi Silent Majority, tidak boleh diam karena yang intoleran itu sebenarnya kelompok kecil atau minoritas, semua unsur harus berperan menggelorakan toleransi.
Adapun Narasumber terakhir, KH. Dian Nafi selaku Dewan Pembina Perdamaian Lintas Agama mengemukakan konsep kerukunan umat beragama khususnya di tanah Jawa. Beliau mengajak kita semua untuk bersatu dalam keberagaman, semua rumah ibadah dan warga negara yang beribadah di dalamnya harus dijaga aman. Sebagai tokoh masyarakat Jawa ia menyampaikan falsafah tumpeng yang melambangkan Puncak kerukunan.
Tak terasa adzan Dzuhur terdengar berkumandang. Acara pun dihentikan sementara dan kemudian dilanjut dengan tanya jawab. Salah satu peserta yang disetujui oleh moderator adalah dari Jemaat Ahmadiyah Solo. Kesempatan itu pun dimanfaatkan oleh Muballigh Muhaimin untuk memperkenalkan diri sebagai perwakilan dari jemaat Ahmadiyah Indonesia. Awalnya para peserta nampak kaget karena rupanya hadir di tengah tengah mereka orang Ahmadiyah. Seluruh mata peserta nampak tertuju pada beliau, beberapa kamera handycam milik panitia dan beberapa media yang hadir mengambil gambar dan videonya.
Mln. Muhaimin menyampaikan beberapa contoh tindakan intoleransi berupa kekerasan yang dialami oleh warga Ahmadiyah seperti peristiwa di Cikeusik. Harapannya jemaat Ahmadiyah di Solo dan semua golongan agama yang ada di Solo kedepannya tetap aman dan damai dalam menjalankan ibadah dan keyakinannya.
Acara akhirnya ditutup pukul 13. 00 WIB. Sebelum pulang beberapa peserta dari kelompok dan komunitas lain minta nomer kontak pak muballigh untuk selanjutnya bisa berkomunikasi lebih intens lagi.