Ini kali pertama mahasiswa Jamiah disebar di wilayah Jawa Tengah. Mereka menyampaikan permohonan maaf sebelumnya, sebab kondisi di Jawa Tengah 3 tentu saja berbeda dengan di Jawa Barat.
Kereta Brantas tujuan Kediri bernomor 176 itu memasuki peron di stasiun kereta api Pasar Senen (PSE) Jakarta, 30 menit lebih lambat dari jadwal yang tercantum dalam tiket. Suara operator dari kantor stasiun berulang kali menyampaikan permohonan maaf. Sementara hujan disertai angin melingkupi kawasan stasiun dan sekitarnya, Jumat (15/4/2016).
Rombongan Jamiah yang terdiri dari 13 mahasiswa dan dua dosen bergegas naik gerbong kereta nomor 7 dan 8. Beberapa menit kemudian kereta itu bergerak meninggalkan stasiun ke arah timur. Di tiap stasiun besar, kereta berhenti beberapa menit untuk menurunkan dan menaikan penumpang. Di antaranya di Staka Haurgeulis dan Staka Jatibarang (Indramayu), di Staka Prujakan dan Cirebon (Cirebon), di Tlanjung (Brebes), di Kertayasa (Tegal), Pekalongan dan Staka Tawang (Semarang).
baca juga: [feed url=”http://warta-ahmadiyah.org/tag/jamiah-ahmadiyah-indonesia/feed/” number=”3″]
Setelah menempuh perjalanan sekitar tujuh jam, akhirnya Kereta Brantas itu berhenti di Staka Tawang, Semarang. Rombongan kemudian bergegas turundan berhenti sejenak untuk mengabadikannya. Begitu keluar stasiun, sebuah kendaraan roda empat telah menunggu. Tampak tiga orang khudam Semarang menyambut rombongan. Setelah memuat barang-barang bawaan ke dalam sejenis coltback, rombongan kemudian bergerak meninggalkan Kota Lama. Tujuannya tidak lain adalah Simpang Lima, dimana markaz Jemaat Wilayah Jawa Tengah 3 berada. Lawang Sewu dan Tugu Muda telah dilewati, di depan sana tampak banyak bangunan menjulang tinggi. Ya, kawasan Simpang Lima dilihat dari Jalan Padanaran kini tampak berubah.
Mobil itupun kemudian berhenti di Jalan Erlangga Raya no. 7-A. Sebuah bangunan masjid dengan ornamen modern dan megah berdiri di atasnya. Masjid Nushrat Jahan alias Masjid “Penolong Dunia” yang didominasi warna kuning keemasan ini dibangun oleh Jemaat Ahmadiyah. Menaranya yang kokoh menjulang tinggi seolah mengimbangi bangunan di sekitarnya.
Mubaligh Wilayah Jawa Tengah 3 dan Ketua Jemaat Semarang tampak sudah menunggu di depan guesthouse. Satu persatu peserta rombongan bermu’aniqah dengan keduanya. Rombongan kemudian dipersilakan memasuki sebuah ruangan serbaguna. Di sana telah dihidangkan konsumsi sekedarnya. Teh manis menjadi sarana pelipur dahaga. Tenaga yang hilang akibat perjalanan, pulih kembali karenanya. Shalat Tahajud dilanjutkan dengan shalat Shubuh menjadi awal kegiatan pagi itu. Hingga sinar mentari menyinari kawasan Simpang Lima, ramah-tamah usai shalat Shubuh itu masih terus berlangsung. Setelah sarapan pagi, rombongan Jamiah bersiap-siap untuk acara Pembukaan Program Hiking dan Praktikum Ta’lim, Tarbiyat dan Tablig Lapangan (PT3L) bertempat di Masjid.
Pembukaan dilaksanakan tepat pkl. 08.30 WIB dipimpin oleh Naib Principal Bidang Akademik. Tilawat Al-Qur’an oleh Nasir Ahmad Tahir, sedangkan Fajar Kautsar melantunkan Nazm Urdu. Tampak hadir dan memberikan sambutan adalah Amir Daerah Jawa Tengah H.M. Muhammad Arif Syafi’ie, Mubaligh Wilayah Jawa Tengah 3 Mln. Asep Jamaluddin, Ketua Jemaat Semarang Agus Supriyanto, para mubaligh, dan anggota lainnya. Di samping itu, dua orang mahasiswa Jurusan Perbandingan Agama UIN Walisongo juga ikut berpartisipasi dalam acara ini.
Dalam sambutan tersebut, pihak tuan rumah menyatakan kegembiraannya bahwa Jawa Tengah 3 menjadi tujuan dilaksanakannya Program Hiking dan PT3L. Ini kali pertama mahasiswa Jamiah disebar di wilayah Jawa Tengah. Mereka menyampaikan permohonan maaf sebelumnya, sebab kondisi di Jawa Tengah 3 tentu saja berbeda dengan di Jawa Barat. Misalnya dari segi persebaran anggota yang jauh, kesempatan untuk bisa kumpul di masjid yang relatif jarang dan kondisi khusus lainnya Dari pihak Jamiah, mewakili pimpinan adalah Mln. Ridwan Buton sebagai Muntazim PTI yang membawahi Hiking. Dalam sambutannya, dosen Tahsin Al-Qur’an & Bahasa Arab itu sekilas menyinggung makna kata “Semarang”. Menurutnya, kata “Semarang” berasal dari bahasa Arab dan Urdu yaitu dari kata “Sima” (tanda) dan “Rang” (warna atau corak). Oleh sebab itu, beliau menghendaki, mahasiswa yang ditugaskan ke wilayah ini harus memiliki tanda atau corak warna yang “semakin meningkat”. Intinya, ada peningkatan dalam corak ketakwaan dan keimanan seperti falsafah naik gunung.
Setelah doa Pembukaan yang dipimpin oleh mubaligh wilayah usai, acara ramah-tamah pun dilaksanakan. Sadr-e-Majlis kemudian memperkenalkan satu persatu anggota rombongan dari Jamiah. Begitu juga dengan pihak tuan rumah dan tamu dari UIN Walisongo Semarang. Setelah itu dibuka kesempatan tanya-jawab untuk lebih mengenal kondisi lapangan yang akan didatangi. Tepat pukul 11.00 WIB, Acara Pembukaan diakhiri dan hadirin dipersilakan bersiap-siap untuk menunaikan shalat Jumat. Bertindak sebagai Khatib dan Imam adalah Mln. Ridwan Buton. Khotbah Jumat mengusung tema mengenai pandangan Hadhrat Masih Mau’ud a.s. terhadap Keistimewaan Al-Qur’an. Mengutip sabda Pendiri Jemaat dalam bahasa aslinya, khatib menjelaskan bagaimana tingginya kedudukan Al-Qur’an. Ayat-ayat Al-Qur’an yang khas ditilawatkan oleh Imam membuat suasana menjadi hening dan syahdu. Akibatnya, beberapa makmum terdengar sesenggukan bahkan ada yang mulai menangis.
Selepas shalat Jumat, rombongan dipersilakan santap siang dan bersiap-siap untuk menuju ke Jemaat Getasan. Dari Jemaat inilah nanti rombongan Jamiah itu akan bertolak ke Gunung Merbabu via Jalur Wekas di Magelang untuk melaksanakan Program Hiking. Dengan diantar tiga buah kendaraan roda empat milik anggota dan mubalig, akhirnya rombongan tiba di Jemaat Getasan pada sore hari.
Bersambung…
Bagian 1 | Bagian 2 | bagian 3
Kontributor : Rakeeman R.A.M. Jumaan
Editor : Talhah Lukman Ahmad