Bandung– Seminar Waqf e Nou Nasional 2.0 Indonesia kembali digelar pada Sabtu, 27 Januari 2024 di Masjid Mubarak, Bandung.
Bertajuk “Bagaimana Cara Waqf e Nou Menyiapkan Diri Mereka Untuk Berkhidmat di Jemaat,” diikuti oleh 134 peserta secara luring dan 180 hadir secara daring. Terdiri dari Waqf e Nau, mencakup panitia, peserta, dan tamu.
Sekretaris Waqf e Nau PB, Ahmad Abdurrahman, mengatakan seminar ini tidak hanya memenuhi arahan Hazrat Khalifatul Masih V, namun mengupas esensi pengkhidmatan di masa kini.
“Yang mana memang kita tahu saat ini era digital begitu pesat kemajuannya, kemudian di Waqf e Nau sendiri banyak arahan berkenaan dengan profesi Waqf e Nau,” ungkap Abdurahman pada Warta Ahmadiyah pasa 27 Januari 2024.
“Jadi memang yang kita harapkan para Waqf e Nau ini berkembang. Bisa berkontribusi di berbagai bidang, di berbagai segmentasi, di setiap level penghidmatan khususnya di era 5.0,” lanjutnya.
Sub acara pertama membahas “Perencanaan Karir Waqf e Nau di Era 5.0”. Sub acara kedua adalah “Membangun Fondasi Karir: Mengenal Diri dan Menemukan Jalan Berkhidmat”.
Keduanya menandakan urgensi bagi para Waqf e Nou untuk cerdas dan strategis dalam menyiapkan kontribusi terbaik mereka.
Menavigasi Era Digital dengan Persiapan Matang
Para Waqf e Nau didorong untuk tidak hanya berkutat pada bidang-bidang tradisional, namun juga berani merambah ranah digital.
Hal ini penting karena era 5.0, dengan segala kecanggihan kecerdasan buatan dan otomatisasi, menuntut kesiapan adaptasi dan inovasi.
Untuk menghadapi tantangan ini, perlu membekali diri dengan ilmu pengetahuan dan penguasaan teknologi. Ilmu ilahiyah juga penting untuk menjadi dasar bagi penguasaan ilmu-ilmu lain.
Elaborasi era 5.0 dengan Ilmu Ilahiyah
Drs. Rohyan Sosiadi, salah satu narasumber, menekankan pentingnya ilmu ilahiyah dalam menghadapi era digital.
Menurutnya, ilmu ilahiyah akan menjadi pembeda bagi umat Islam dalam persaingan dengan ilmu-ilmu duniawi yang cenderung menjauhi ketuhanan.
“Ilmu ilahiyah akan menjadi dasar bagi umat Islam untuk menguasai ilmu-ilmu lain dan mengembangkan sifat kemanusiaannya,” katanya.
Sifat kemanusiaan yang perlu dikembangkan oleh umat Islam adalah rasa, asa, citra, karsa, dan spiritualitas.
Spiritualitas menjadi bakal kemampuan seseorang untuk mencari kedekatan dengan kekuatan ilahiyah.
Dengan penguasaan ilmu ilahiyah, para Waqf e Nau diharapkan menjadi agen perubahan, memanfaatkan teknologi untuk menyebarkan nilai-nilai Islam.
Mengenal Diri, Menemukan Jalan Khidmat yang Sejati
Sub acara kedua, “Membangun Fondasi Karir: Mengenal Diri dan Menemukan Jalan Berkhidmat,” mengajak peserta untuk menyelami kedalaman potensi diri sendiri.
Melalui sesi-sesi diskusi dan refleksi, para Waqf e Nou diajak menggali bakat, minat, dan passion mereka.
Tim Career Planning Pusat Waqf e Nou, Syahidah Amatun Nisa, membahas berbagai tes yang dapat membantu individu mengenali watak mereka sendiri.
Melalui pengenalan watak, seseorang dapat mengetahui kekuatan dan kelemahan, sehingga dapat meningkatkan kekuatan mereka dan meminimalkan kelemahan.
Waqf e Nau adalah generasi penerus yang akan memimpin jemaat Ahmadiyah di masa depan. Mereka akan menghadapi berbagai tantangan dan perubahan di dunia yang semakin kompleks.
Menurut Nisa, penting bagi wakafin memiliki Growth Mindset dalam pertumbuhan, agar dapat beradaptasi dengan perkembangan yang ada.
“Penting bagi seorang wakafi untuk mengenal diri mereka terlebih dahulu,” katanya.
Menjembatani Kesenjangan, Meraih Masa Depan Jemaat
Seminar Waqf-e-Nou Nasional 2.0 tidak hanya berhenti pada tataran wacana.
Di balik semangat dan strategi, terbentang realitas bahwa masih ada 33% Waqf e Nou yang belum sepenuhnya memahami makna pengabdian mereka, dan 22% orang tua yang meragukan kualitas tarbiyat yang diberikan.
Hal ini menjadi tantangan sekaligus peluang bagi para peserta seminar untuk menjadi jembatan komunikasi dan agen perubahan.
“Kita harus menjadi role model bagi rekan-rekan Waqf e Nou lainnya,” ujar seorang peserta asal Jakarta, Khadija Fazal, bersemangat.