Semarang– Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) Semarang hadirkan tokoh Syiah dan NU dalam pengajian rutin bulanan acara Siratunnabi SAW.
Pengajian ini mengusung tema sejarah Nabi Saw dari perspektif Syiah, NU, dan Ahmadiyah yang dilaksanakan pada Minggu, 15 Oktober 2023.
Pengajian tersebut dihadiri oleh Mubaligh Daerah Jateng 3, Maulana Saefullah Ahmad Farouk sebagai perwakilan JAI Semarang.
Adapun Ketua Dewan Syuro ABI yang diwakili Al Mukarrom Ustadz Miqdad Turkan, K.H Taslim Syahlan sebagai perwakilan NU dan Sekjen FKUB Indonesia, Setyawan Budi dari perwakilan Persaudaraan Lintas Agama (PELITA), serta segenap anggota JAI Semarang.
Bahasan utama dalam pengajian di Masjid Nusrat Jahan berkaitan tentang perbedaan cara pandang terhadap sejarah dan bagaimana Nabi Muhammad SAW menyatukan kaum Muhajirin dan Anshar sehingga perbedaan-perbedaan antara kedua golongan tersebut dapat disatukan.
Perspektif tersebut disatukan oleh Ustadz Miqdad sebagai cerminan upaya kebangsaan yang dapat diterapkan di Indonesia.
Ungkapnya perbedaan pemahaman seharusnya tidak membuat perpecahan hingga keributan karena masing-masing memiliki integritas keilmuannya sendiri.
“Hal seperti pandangan, saya kira tidak perlu diributkan, lagipula permasalahannya hanya pada perbedaan pandangan. Menurut saya hal itu juga tidak merubah kejadian bahwa kita memiliki satu keimanan, seperti yang telah Rasulullah sampaikan ribuan tahun lalu,” ungkapnya.
Pernyataan Ustadz Miqdad diperkuat oleh Maulana Saefullah bahwa usaha moderasi beragama telah diterapkan sejak zaman Rasulullah melalui Piagam Madinah.
“Perlu diketahui, sejak berabad-abad lalu, Islam sudah menerapkan moderasi beragama. Sebelum adanya Kovensi PBB dan sebagainya. Pada masa itu juga Rasul tidak meributkan perbedaan keyakinan, malah dilindungi melalui Piagam Madinah ini,” ucapnya.
Bukti-bukti yang telah disampaikan kedua pembicara tatkala didukung oleh pernyataan Taslim bahwa hak-hak Kristen dan Nasrani yang tertindas dan merasa tidak adil pada zaman Rasul juga dilindungi.
“Jadi saya rasa perbedaan pada zaman Rasul sangat luar biasa. Pada zaman itu, hak orang-orang tertindas sigap dilindungi Rasul,” pungkasnya.
Kontributor: Daffa Zaim Ahmadi
Editor: Amatul Noor