Perempuan Ahmadiyah mengalami penurunan atas akses kehidupan layak. Mereka kerap kali mengalami gangguan dan ancaman karena keyakinannya Ahmadiyah.
mmdnewssyndicate; 09/12/2014 MUKHOTIB MD
PEREMPUAN Ahamdiyah NTB telah mengalami pemiskinan. Mereka diusir berulang kali dari tempat tinggal, sehingga kehilangan sumber penghidupan terutama kebun, sawah, rumah dan tempat usaha. “Perempuan juga kesulitan memulai usaha yang baru karena tidak ada jaminan keamanan,” kata Masruchah, Wakil Ketua Komnas Perempuan, saat peluncuran Laporan Tim Gabungan Advokasi Jamaah Ahmadiyah Nusa Tenggara Barat (NTB) di kantor Ombudsman, kemarin (08/12/2014).
Temuan yang lain, perempuan Ahmadiyah mengalami penurunan atas akses kehidupan layak. Mereka kerap kali mengalami gangguan dan ancaman ketika berjualan di pasar, karena keyakinannya Ahmadiyah. Mereka tak bisa mengakses bantuan pemerintah karena tidak memiliki KTP.
Selain itu, kata Masruchah, perempuan Ahmadiyah kesulitan mengakses bantuan kesehatan. Mereka selalu menghadapi berbagai pertanyaan mengenai tempat tinggal di pengungsian. “Pada akhirnya pertanyaan tentang keyakinannya Ahmadiyah,” katanya.
Tim Gabungan ini, selain beranggotakan Komnas Perempuan, juga Komnas HAM, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dan Ombudsman Republik Indonesia.
Lili Pintauli (LPSK), yang hadir sebagai narasumber mengatakan, “Polda NTB agar memberikan kepastian hukum kepada Jamaah Ahmadiyah, dan memberikan perlindungan rasa aman terhadap pengungsi Ahmadiyah di NTB”.
Menurut Maria Ulfah (KPAI) perempuan dan anak menghadapi keterbatasan terhadap akses pemulihan dan pemenuhan hak-hak dasarnya selama masa pengungsian. Dampaknya ke anak, misalnya, sulit melakukan pengurusan hak akte kelahiran anak, hak kesehatan termasuk hak pendidikan karena anak ikut dipindahkan sekolahnya “Masih terjadi diskriminasi dalam pelayanan publik,” katanya.
Persoalan yang dihadapi Jamaah Ahmadiyah dan terjadinya kekerasan dan menjadi pengungsi di negeri sendiri sejak 1996, menurut Masruchah, sebagai implikasi dari keyakinan yang dianggap tidak benar. Konflik terjadi karena nilai-nilai patriarki yang masih besar.