ALIRAN Ahmadiyah pernah berkembang di Aceh. Saat itu, aliran tersebut dibawa oleh juru dakwah Ahmadiyah, Maulana Rahmat Ali.
IA sempat ditahan di Sabang sebelum tiba di Tapak Tuan. Polisi mengira buku-buku agama berbahasa arab dan urdu yang ia bawa adalah buku doktrin komunisme.
ALIRAN Ahmadiyah pernah berkembang di Aceh masa kolonialisme Belanda. Saat itu, aliran yang dikembangkan Mirza Ghulam Ahmad tersebut dibawa oleh juru dakwah Ahmadiyah, Maulana Rahmat Ali atau kerap disapa Tuan Rahmat Ali.
Pria ini merupakan sahabat dekat petinggi Ahmadiyah, Mirza Ghulam Ahmad. Ia lahir di Rabwah, Pakistan, pada tahun 1893. Tuan Rahmat Ali merupakan “mubalig” pertama Ahmadiyah yang diutus ke Indonesia dari Qadian.
Ia dikenal sebagai ‘Sang Penabur Benih Ahmadiyah’ di Indonesia. Pria ini merupakan lulusan pertama dari Madrasah Ahmadiyah di Qadian pada 1917. Ia kemudian menjadi guru Bahasa Arab dan Agama pada Ta’limul Islam High School (setingkat SMA) di Qadian.
Tuan Rahmat Ali kemudian dipindahkan ke Departemen Pertabligan (Nazarat Da’wat-o-Tabligh) pada 1924. Setahun kemudian pria ini dikirim ke Indonesia menjadi “mubalig” hingga April 1950.
Ia meninggal di Rabwah dan dikubur di Bahisyti Maqbarah pada 31 Agustus 1958.
Selama menjadi utusan Ahmadiyah di Indonesia, ia pernah menyasar Aceh sebagai lokasi dakwahnya. Salah satu kota yang disasar Tuan Rahmat Ali adalah Tapak Tuan, Aceh Selatan pada 2 Oktober 1925. Ia sempat ditahan di Sabang sebelum tiba di Tapak Tuan. Polisi mengira buku-buku agama berbahasa arab dan urdu yang ia bawa adalah buku doktrin komunisme.
Berdasarkan sumber alislam.org, kedatangan Tuan Rahmat Ali ke Tapak Tuan merupakan undangan pelajar-pelajar Indonesia yang sedang belajar di Qadian. Informasi yang disampaikan mahasiswa Indonesia di Qadian saat itu menyebutkan Tuan Rahmat Ali adalah utusan Imam Mahdi.
Mereka juga meminta warga menerima dengan baik apabila Tuan Rahmat Ali berkunjung ke Tapak Tuan. Berbekal informasi ini, ratusan penduduk Tapak Tuan menyambut kedatangan utusan Ahmadiyah tersebut.
Setelah mendengar pidato Maulana Rahmat Ali, ada beberapa penduduk yang menerima bahkan masuk Ahmadiyah. Salah satunya adalah pemuda bernama Abdul Wahid. Ia adalah juru bahasa Arab yang kemudian belajar ke Qadian dan mewakafkan hidupnya menjadi mubaligh Ahmadiyah.
Dikutip dari laman wikipedia, Ahmadiyah adalah sebuah gerakan keagamaan Islam yang didirikan oleh Mirza Ghulam Ahmad (1835-1908) pada 1889. Gerakan ini didirikan di sebuah kota kecil bernama Qadian di negara bagian Punjab, India. Mirza Ghulam Ahmad, sang pencetus gerakan mengaku sebagai Mujaddid, al Masih dan al Mahdi.
Para pengikut Ahmadiyah disebut sebagai Ahmadi atau Muslim Ahmadi yang terbagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama adalah Ahmadiyya Muslim Jamaat atau Ahmadiyah Qadian. Di Indonesia, pengikut kelompok ini membentuk organisasi bernama Jemaat Ahmadiyah Indonesia, yang berbadan hukum sejak 1953 dengan SK Menteri Kehakiman RI No. JA 5/23/13 Tgl. 13-3-1953.
Kelompok kedua adalah Ahmadiyya Anjuman Isha’at-e-Islam Lahore atau Ahmadiyah Lahore. Di Indonesia, pengikut kelompok ini membentuk organisasi bernama Gerakan Ahmadiyah Indonesia, yang mendapat Badan Hukum Nomor I x tanggal 30 April 1930. Anggaran Dasar organisasi diumumkan Berita Negara tanggal 28 November 1986 Nomor 95 Lampiran Nomor 35.
Aliran ini kemudian dilarang di Indonesia melalui Surat Keputusan Bersama atas nama Pemerintah Indonesia, Menteri Agama, Menteri Dalam Negeri, dan Jaksa Agung Indonesia, pada 9 Juni 2008. Keputusan ini mewajibkan penganut Ahmadiyah untuk menghentikan kegiatannya yang bertentangan dengan Islam.[] Dari Berbagai Sumber