Elite Ahmadiyah puji Bhinneka Tunggal Ikha; Indonesia paling sukses menjaga multikulturalisme.
YOGYAKARTA, (PRLM).- Aktivis Hak Asasi Manusia dan pimpinan Jamaah Ahmadiyah Inggris (1997-2001) Dr Iftikhar Ahmad Ayaz memandang Indonesia menjadi negara yang ajaib dan menarik. Dengan penduduk yang memiliki 300 kelompok etnis, 700 bahasa lebih, bisa bertahan dalam kesatuan dalam perbedaan (bhineka tunggal ika).
“Ini negara multietnis terbanyak dan terluas di dunia. Sejak merdeka, generasi-generasi bangsa ini sukses hidup dengan penuh gairah dengan moto Bhinneka Tunggal Ika, satu dalam keragaman, dan asas negara Pancasila,” kata anggota Komisi Hak Asasi Manusia Persatuan Bangsa-Bangsa tersebut, Rabu (8/10/2014).
Berbicara dalam forum Religion and Multicultural Democracy in Indonesia yang diselenggarakan Laboratorium Sosiologi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Iftikhar Ahmad menyatakan Indonesia tetap menatap dengan optimis terhadap masa depan dan jaminan tetap ditegakkannya multikulturalisme di tengah persimpangan gemburan pemikiram baru, ide baru dan pendekatan baru serta keberanian mengatasi isu-isu baru tentang perubahan iklim terhadap gejala ekstrimisme, globalisasi dan isu eksistensi keamanan dan keutuhan negara.
Menurut dia, penting di tengah tangangan tersebut multikulturalisme bersekutu dengan meritokrasi atau sistem politik atau pemerintah yang memberikan penghargaan lebih kepada komunitas maupun individu yang berprestasi, berperan dalam multikulturalisme.
“Meritokrasi yang saya maksud kepastian, suatu pemerintah atau dunia untuk memberikan kesempatan yang sama bagi semua. Ini sangat penting. Jika kita menggabungkan multikulturalisme dengan meritokrasi, kita mendapatkan kekuatan kreatif yang sangat besar yang dapat menyembuhkan atau mengatasi banyak masalah,” kata dia.
Akibat mengabaikan multikulturalisme terjadi konflik yang menghancurkan dunia, sebanyak satu juta orang, termasuk 340 juta amat miskin, pemerintah yang tidak stabil dan tanpa jaminan keamanan.
Ketua Komisi Hak Asasi Organisasi Kerjasama Islam (OKI) dan sosiolog Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta Dr Siti Ruhaini Dzuhayatin berpendapat, multikulturalisme di Indonesia sukses dengan modalitas yang melekat pada semua elemen masyarakat, yaitu mayoritas penganut agama Islam dan non muslim berkarakter moderat, memiliki organisasi yang memodernisasi/rasionalisasi nilai-nilai keagamaan seperti NU, Muhammadiyah, dan organisasi non muslim.
Peran elit organisasi melakukan rasionalisasi nilai-nilai agama yang mengikis orientasi para pemeluk agama sentimen terhadap elit. Ini berbeda dengan kultur di Timur Tengah dan negara lain, para elit agama seperti mullah, ayatollah menjadikan agama berorientasi elitis dan penganut agama mengalami ketergantungan sangat tinggi para tokoh sentral agama (ayatollah, mullah,dll). Kemudian modal relasi agama dan politik bisa berlangsung secara cair. (A-84/A-88)***
_