Tasikmalaya – Sebagai umat Muslim, Al-Quran merupakan kitab suci yang wajib dipelajari. Tidak hanya mahir membaca, setiap pengikut agama Islam juga diharapkan dapat mengambil berbagai hikmah dan khazanah yang terkandung dalam Al-Quran. Yang kemudian akan menjadi pedoman hidupnya.
Kesadaran untuk melakukan hal itu sebaiknya ditanamkan sedini mungkin, terutama saat masih duduk di bangku pendidikan. Semangat itulah yang mendorong SMA Plus Al-Wahid menjadikan Al-Quran sebagai salah satu mata pelajarannya.
Guru Al-Quran dan Hadits di sekolah itu, Mumtazah Akhtar, mengungkapkan tujuan utama dari pelajaran yang diampunya. Ia menganggap penting bagi para pelajar yang notabenenya masih remaja untuk mencintai Al-Quran.
“Tujuannya untuk menumbuhkan kecintaan kepada Al-Quran di kalangan remaja. Dengan itu, diharapkan anak-anak remaja saat ini tidak melupakan dan meninggalkan Al-Quran sebagai pedoman hidupnya,” ungkapnya saat dihubungi Warta Ahmadiyah, Rabu (23/11).
Guru sekolah milik Ahmadiyah itu mengakui adanya tantangan tersendiri saat mengajar Tafsir Al-Quran di tengah era globalisasi. Dimana saat ini kemudahan akses informasi yang menyajikan konten-konten duniawi kerap kali lebih menarik perhatian kaum remaja.
Dalam situasi inilah diperlukan usaha yang keras untuk menyajikan pembelajaran yang menarik, khususnya dalam mata pelajaran Tafsir Al-Quran.
“Di era globalisasi ini semua hal bisa diakses oleh siapa saja. Informasi pun menyebar dengan cepat. Sudah banyak konten-konten duniawi dalam gadget yang menarik perhatian anak-anak, sehingga mereka pun mulai terbawa arus ini. Butuh usaha yang keras untuk menarik perhatian anak-anak kepada Al-Quran.”
“Tantangannya adalah bagaimana kita sebagai guru bisa mengemas ilmu Al-Quran yang notabene ilmu langit, sehingga bisa membumi dan relate atau lekat dengan anak-anak remaja saat ini,” tambahnya.
Dalam usaha tersebut, Mumtazah berusaha menerapkan berbagai metode dalam kegiatan pembelajaran Al-Quran. Tujuannya agar para siswa tidak merasa bosan dan materi yang disampaikan dapat dicerna dengan baik.
“Saya mencoba menerapkan berbagai metode dalam kegiatan pembelajaran ini. Baik itu metode ceramah, diskusi, tanya jawab dan demonstrasi. Hal ini dilakukan agar siswa tidak bosan dengan satu metode saja,” ujarnya.
Selanjutnya, ia menjelaskan sebuah metode yang akhir-akhir ini diberikan kepada para siswa. Ia memberikan kebebasan kepada anak didiknya untuk mengeksplorasi pandangannya terkait materi Tafsir Al-Quran yang telah dipelajari.
“Baru-baru ini siswa kelas X dan XI diberikan tugas kelompok untuk membuat peta konsep kandungan surah-surah dalam Juz Amma dan 17 ayat permulaan surah Al-Baqarah. Untuk kelas XII membuat peta konsep tentang proses penataan surah-surah dan ayat-ayat Al-Quran. Siswa diberi kebebasan untuk menuangkan kreativitasnya dalam pekerjaan tersebut. Kemudian hasil pekerjaan mereka dipresentasikan di depan kelas,” kata Mumtazah.
Ia menilai, dengan cara itu banyak hal yang ditemukan. Ternyata sikap apatis remaja terhadap Al-Quran tidak seperti yang dibayangkannya.
Ia pun mengutarakan bahwa sebagai guru banyak belajar dari proses belajar para siswa tersebut.
“Saya menemukan banyak sudut pandang yang tertuang dari pemikiran siswa tentang Al-Quran. Ternyata anak-anak remaja tidak se-apatis itu kepada Al-Quran. Mereka juga memiliki ketertarikan dan kecintaan kepada Al-Quran dengan cara mereka sendiri.”
“Sebagai guru saya banyak belajar dari para siswa. Belajar untuk menghargai proses dan mengenal karakter masing-masing siswa,” pungkasnya.
Di samping itu, Mumtazah menjelaskan bahwa terdapat kelebihan tersendiri dalam diri para siswa SMA Plus Al-Wahid. Banyak diantara mereka yang berasal dari luar daerah. Semangatnya bersekolah ke sana ialah untuk mendalami ilmu-ilmu agama, terutama Al-Quran.
Hal itu lebih memudahkannya untuk memberikan pelajaran terkait Al-Quran.
“Karena para siswa Al-Wahid pada dasarnya memiliki kecenderungan kepada agama. Orangtua mereka menyekolahkan di Al-Wahid dengan niat yang baik dan luhur, agar anak-anak semakin terarah dan dekat dengan Allah,” ujarnya.
Diketahui, SMA Plus Al-Wahid merupakan salah satu sekolah milik Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI). Terletak di ujung Kabupaten Tasikmalaya yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Garut, Jawa Barat. Peletakan batu pertama pembangunan sekolah tersebut dilakukan langsung oleh Pemimpin Jamaah Muslim Internasional atau di kalangan internal Ahmadiyah disebut Khalifah, Hadhrat Mirza Tahir Ahmad rh, pada tahun 2000.
Siswa yang belajar di SMA itu merupakan anggota Ahmadiyah yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia. Begitu pun dengan para gurunya yang juga anggota Ahmadiyah.
Selain pelajaran Tafsir Al-Quran, SMA Al-Wahid juga memiliki mata pelajar Hadits, Akidah Akhlak, Bahasa Arab, Sejarah Kebudayaan Islam, di samping pelajaran umum lainnya. Di luar jadwal Kegiatan Belajar Mengajar, sekolah itu menerapkan kegiatan Boarding School. Di sanalah para siswa diberikan pelajaran agama secara maksimal. Salah satu programnya adalah Thafidz Al-Quran.
“Ada anak-anak tahfidz juga yang mewarnai sekolah ini. Mereka memberikan pengaruh yang baik bagi teman sebayanya dan menjadi salah satu support system bagi temannya,” pungkas Mumtazah.