“SEJAUH undang-undang diskriminatif terhadap minoritas agama masih berlaku, kekerasan dan gangguan yang dihadapi oleh kelompok-kelompok seperti Ahmadiyah secara efektif merupakan tindakan yang direstui Negara. Pemerintahan yang baru harus secara mendesak bekerja untuk mencabut semua produk hukum yang mengancam kebebasan beragama dan berekspresi,” papar Rupert.
“SUNGGUH mengecewakan bahwa selama masa kampanye, para calon-calon presiden sebagian besar sejauh ini mengabaikan masalah HAM.”kata Rupert.
JAKARTA, Jaringnews.com – Lembaga HAM internasional, Amnesty International meminta presiden terpilih pemilu 2014 harus menuntaskan kasus pelanggaran ham di Indonesia. Ini meneruskan usaha-usaha penuntasan pelanggaran ham di era Presiden SBY.
Deputi Direktur Asia Pasifik Amnesty International Rupert Abbott menjelaskan selama 10 tahun pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah ditandai hanya dengan kemajuan yang sporadik akan hak asasi manusia. Amnesty International menilai masa kampanye untuk pemilu presiden pada Juli 2014 sedang akan berlangsung, agenda HAM ini mencakup delapan isu HAM kunci yang harus ditangani oleh pemerintahan selanjutnya.
“Sungguh mengecewakan bahwa selama masa kampanye, para calon-calon presiden sebagian besar sejauh ini mengabaikan masalah HAM. Indonesia telah menjalani perjalanan jauh selama satu dekade, tetapi masih ada tantangan serius yang harus direspon oleh para kandidat tersebut,” kata Rupert dalam pernyataannya, Selasa (29/4).
Amnesty International menyebut ada beberapa kemajuan HAM selama masa pemerintahan Presiden Yudhoyono (2004-2014). Salah satunya Indonesia memperkenalkan peraturan-peraturan HAM tentang pemolisian dan juga reformasi legal yang memperkuat perlindungan saksi.
Indonesia juga telah memainkan peran yang penting dalam pembentukan Komisi Inter-Pemerintahan HAM ASEAN (ASEAN Intergovernmental Commission on Human Rights, AICHR). AICHR ini sebuah badan yang bisa memainkan peran yang kuat dalam menegakan standard-standar HAM di sepanjang wilayah tersebut.
“Presiden Indonesia selanjutnya harus bekerja melebihi janji-janji di atas kertas dan memastikan bahwa realitas sehari-hari di negeri ini sesuai dengan komitmen internasional yang begitu besar,” lanjut Ruppert.
Sementara kebebasan berekspresi telah mengalami kemunduran di tahun-tahun belakangan ini. Lebih dari 70 orang, sebagian besar adalah para aktivis dari provinsi-provinsi bagian timur di Papua dan Maluku. Lebih lanjut, serangan dan gangguan terhadap para minoritas agama juga telah meningkat di bawah pemerintahan Presiden Yudhoyono, diperparah oleh produk-produk hukum baik di tingkat daerah maupun nasional.
“Sejauh undang-undang diskriminatif terhadap minoritas agama masih berlaku, kekerasan dan gangguan yang dihadapi oleh kelompok-kelompok seperti Ahmadiyah secara efektif merupakan tindakan yang direstui Negara. Pemerintahan yang baru harus secara mendesak bekerja untuk mencabut semua produk hukum yang mengancam kebebasan beragama dan berekspresi,” papar Rupert.
(Chm / Nvl)