Jogjakarta, (18/8). Peringatan Kemerdekaan telah menjadi ritual tahunan yang hampir tidak pernah dilewatkan oleh setiap warga negara Indonesia. Tidak terkecuali “Chai time”, sebuah program talkshow yang diselenggarakan oleh Jemaat Jogjakarta yang dimotori oleh AMSA dan AMSAW yang melibatkan sahabat-sahabat “ghair Ahmadi” dari berbagai lapisan.
Acara diawali dengan membacakan ayat suci Al-quran dan dilanjutkan dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya. Sebelum penyempaian refleksi oleh setiap tamu yang hadir, terlebih dahulu menyaksikan video berdurasi 5 menit, mengenai “isu-isu” yang berkaitan dengan kondisi Indonesia satu tahun kebelakang.
Refleksi Kemerdekaan merupakan momentum untuk mengevaluasi setiap setiap sisi kehidupan demi kemajuan Indonesia kedepan. Dalam pernyataannya, Mas Ade (CRCS) menjelaskan bahwa kemerdekaan itu terbagi dalam dua, “Freedom from” dan “Freedom For”. Kemerdekaan dari penjajah sudah kita nikmati sejak 74 tahun yang lalu, sedangkan kemerdekaan untuk berbicara, berfikir, dan kebebasan mengekspresikan keberagamaan, berdasarkan makna “freedom for” apakah kita sudah merdeka? Mas Ade menambahkan, walaupun demikian kebebasan itu memang ada batasnya akan tetapi tidak membatasi hak-hak fundamental kita sebagai manusia.
Sementara Mba Khuzaima dari YIPC menjelaskan bahwa merdeka itu tidak hanya terbebas dari penjara, kemerdekaan harus terus diperjuangkan, merdeka dari intervensi pihak lain dan masa depan Indonesia akan terlihat dari bagaimana rakyat memandang kemerdekaan itu sendiri.
Salah satu ‘suara’ yang disampaikan oleh Ahmadi adalah kemerdekaan itu harus membebaskan dari kebodohan, sifat serakah dan dapat memberikan keadilan bagi setiap warga yang tinggal di negara tersebut.
Chaitime diakhiri dengan mengucapkan ‘Hamdalah’ dan menyanyikan lagu Kebyar-kebyar.
Kontributor : Mln. Bilal Ahmad Bonyan