Ketaatannya kepada Khalifah memutuskan untuk merelakan cita-cita sebagai dokter dan beralih menjadi tentara. Kini dirinya menjabat sebagai salah seorang perwira. Di kesatuan Letkol Jalal memperjuangkan agar Tentara yang beragama Islam bisa memiliki jenggot, yang merupakan sunnah Nabi Muhammad SAW dan berbuah hasil ketika pemerintah Amerika Serikat member izin.
BOGOR – Selain menghadirkan Prof.Dr.M.Dawam Rahardjo, dalam pertemuan Sabtu (8/4) malam, mahasiswa dan dosen Jamiah Ahmadiyah juga kedatangan tamu khusus seorang Ahmadi yang juga anggota Tentara Nasional Angkatan Darat Amerika Serikat (US Army), Letkol Jalal Malik. Dalam kesempatan ini Letkol Jalal menceritakan kisahnya sebagai seorang tentara.
baca juga: [feed url=”http://warta-ahmadiyah.org/tag/bogor/feed/” number=”3″]
Di hadapan dosen dan mahasiswa, dirinya berujar jika tidak pernah terpikir akan menjalani profesi sebagai abdi negara. Menurut pengakuan Letkol Jalal awalnya dia mengambil jurusan kedokteran dan tercatat sebagai mahasiswa di salah satu perguruan tinggi di Amerika Serikat.
“Hadhrat Khalifatul Masih IV menyarankan agar saya bergabung dengan tentara nasional Amerika Serikat,”singkat Jalal.
Ketaatannya kepada Khalifah memutuskan untuk merelakan cita-cita sebagai dokter dan beralih menjadi tentara. Kini dirinya menjabat sebagai salah seorang perwira. Di kesatuan Letkol Jalal memperjuangkan agar Tentara yang beragama Islam bisa memiliki jenggot, yang merupakan sunnah Nabi Muhammad SAW dan berbuah hasil ketika pemerintah Amerika Serikat member izin.
“Seorang muslim yang mencukur jenggotnya adalah sama dengan menghapus identitasnya sebagai seorang muslim,” sebut Letkol Jalal.
Letkol Jalal Malik juga menceritakan betapa sulitnya berjuang sebagai seorang muslim yang hidup di negara yang bebas seperti Amerika Serikat. Terutama dalam hal berpakaian dan pergaulan yang sesuai dengan syariat islam.
Menurutnya salah satu ajaran mulia dari Islam adalah berkenaan tentang pardah (pembatasan antara lelaki dan perempuan yang bukan muhrim-red). Aturan ini membutuhkan perjuangan untuk bisa diterapkan di Amerika Serikat. Bukan hanya muslimah yang harus senantiasa mengenakan hijab akan tetapi kaum lelaki Muslim di sana harus berjuang untuk senantiasa menundukkan pandangan ketika bertemu dengan perempuan yang bukan muhrim terutama perempuan yang berpakaian sangat mini.
“Pardah ini dapat dikatakan sebagai aturan yang sangat beradab dan mampu mengangkat derajat kaum wanita,” sebut Letkol Jalal.
Kontributor : Imam A Iman.M.A.Al-Syiribuni
Editor : Talhah Lukman Ahmad