TEMPO.CO, Yogyakarta – Sinta Nuriyah Wahid, istri presiden keempat Indonesia Abdurrahman Wahid, berencana akan menggelar sahur bersama di permukiman warga Ahmadiyah di Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah, pada Sabtu, 27 Juni 2015.
Ketua Forum Komunikasi Umat Beragama atau FKUB Wonosobo Haqqi El-Anshary mengatakan sebelum menggelar sahur bersama, Sinta Nuriyah akan berbuka bersama di pendapa Bupati Temanggung pada 26 Juni 2015. Setelah itu, ia ke Wonosobo untuk sahur bersama pada 27 Juni.
Sinta rutin datang ke Wonosobo setiap Ramadan. Tahun ini adalah tahun kedelapan kehadiran Sinta di Wonosobo ketika puasa tiba. “Bu Sinta biasa melibatkan kelompok lintas agama untuk mendiskusikan persoalan kemanusiaan dan kebangsaan,” kata Haqqi ketika dihubungi, Jumat, 19 Juni 2015.
Menurut Haqqi, sahur bersama akan digelar di kecamatan yang menjadi basis warga Ahmadiyah di Dusun Kemiri, Desa Bumiroso, Watalang, Wonosobo. Pesertanya beragam, yakni dari Nahdlatul Ulama, Ahmadiyah, Syiah, serta penghayat kepercayaan Aboge. Ada pula sejumlah pemuka agama Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan Konghucu. Selain menjaga kerukunan antar-umat beragama, acara itu bertujuan untuk membantu anak yatim dan masyarakat dengan ekonomi yang tidak mampu.
Haqqi mengatakan Wonosobo selama ini menjadi tempat favorit yang dikunjungi Sinta. Sebab, kabupaten ini dianggap mampu menjaga toleransi antar-umat beragama. Bupati Wonosobo Kholiq Arif membela kelompok minoritas, seperti Ahmadiyah dan Syiah, dari kekerasan kelompok intoleran.
Mubaligh Ahmadiyah Wonosobo, Sajid Ahmad Sutikno, menyambut baik sahur bersama itu. Dia mengatakan NU selama ini kerap mengundang warga Ahmadiyah untuk datang pada acara buka puasa bersama yang juga menghadirkan Sinta Nuriyah. Dalam acara internal peringatan hari lahir NU, pengurus Ahmadiyah juga kerap diundang datang ke sana. “Kami senantiasa menjaga tali silaturahmi,” kata Sutikno.
Kecamatan Watumalang mayoritas dihuni warga Ahmadiyah. Ajaran Ahmadiyah masuk ke Watumalang pertama kali pada 1992. Di sana juga terdapat kampung yang dihuni warga Muhammadiyah dan warga yang menganut Islam gaya NU. Mereka saling silaturahmi dan selama ini tidak pernah ada gesekan berlatar belakang agama.
Permukiman warga Ahmadiyah berada di lereng gunung pada ketinggian lebih dari seribu meter di atas laut. Pemandangan ke arah selatan dari Watumalang adalah pusat Kota Wonosobo. Kecamatan Watumalang berbatasan dengan Kabupaten Banjarnegara.
Toleransi terwujud dalam sejumlah aktivitas. Mereka saling bertegur sapa di jalan, sawah, atau ladang. Meski warga Ahmadiyah tidak punya tradisi selamatan, mereka enteng untuk menghadiri kenduri undangan warga NU.
Warga Ahmadiyah juga tidak keberatan datang di tahlilan untuk memperingati kematian yang digelar warga NU. Halal bihalal diselenggarakan oleh warga NU dan Ahmadiyah. Mereka biasa kerja bakti membersihkan parit dan jalan.
Mayoritas warga Wonosobo berpaham Islam mazhab Syafi’i aliran Nahdlatul Ulama. Warga NU aktif menggandeng kelompok lain, seperti Ahmadiyah, Syiah, dan Islam Aboge. Mereka juga aktif mengajak penganut Konghucu, Tao, Buddha, Kristen, Katolik dalam diskusi persoalan sosial dan kemanusiaan.
Di Wonosobo, mereka beribadah dan merayakan hari besar agama tanpa rasa takut. Di sana setidaknya ada 6 ribu jemaah Ahmadiyah, 300 warga Syiah, dan sekitar 200 penganut kepercayaan penanggalan Aboge tinggal aman di kabupaten dengan total penduduk lebih dari 747 ribu jiwa ini.
SHINTA MAHARANI