Warga Ahmadiyah berharap keberagaman Yogya dapat terjaga. Pelaku dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya serta dapat diproses secara hukum.
TEMPO.CO, Yogyakarta – Suasana aman dan tenang yang selama ini dirasakan warga Ahmadiyah di Kota Yogyakarta terusik dengan peristiwa penyerangan sekelompok massa berjubah gamis terhadap jemaat Katolik yang tengah menggelar doa rosario bersama di Kabupaten Sleman pada Kamis petang, 29 Mei 2014.
Peristiwa penyerangan tanpa alasan jelas di rumah Julius Felicianus, Direktur Galang Press itu, mengakibatkan sejumlah orang terluka, termasuk pemilik rumah dan seorang wartawan elektronik dari Kompas TV, Michael Aryawan.
“Di Yogya, penyerangan itu seperti sebuah gerakan yang makin berani dan nekat jika benar itu dari organisasi radikal keagamaan. Lama-lama ini semakin mengkhawatirkan,” kata Sekretaris Gerakan Ahmadiyah Indonesia Kota Yogyakarta, Mulyono, kepada Tempo, Jumat, 30 Mei 2014.
Mulyono menuturkan penyerangan kelompok radikal ke tempat peribadatan selama ini bisa dikatakan jarang terjadi di Kota Yogyakarta, termasuk yang pernah dialami Ahmadiyah. “Karena Kanjeng Nabi pun selalu berpesan pada pasukannya, jangan pernah menyerang orang yang sedang berdoa sekali pun mereka tidak menyembah Allah,” kata dia.
Namun, dengan peristiwa semalam, Mulyono menyatakan bukan kalangan minoritas atau terpinggir seperti Ahmadiyah saja yang seharusnya khawatir. Umat mayoritas selayaknya juga merasa cemas lantaran aksi itu sudah brutal dan jauh dari nilai dan ajaran agama mana pun lantaran berani menyerang umat yang sedang beribadah.
“Yang dipertaruhkan adalah sisi keamanan Yogyakarta dengan nilai keberagamannya. Hal itu akan ternoda jika peristiwa tersebut dibiarkan tanpa proses hukum,” kata dia.
Ahmadiyah di Yogyakarta sempat beberapa kali mengalami tekanan dari kelompok organisasi keagamaan garis keras, seperti Front Pembela Islam, dan lainnya. Namun, sejauh ini Mulyono menilai aksi itu tidak sampai mengancam atau berlarut-larut, apalagi sampai menganggu ibadah.
Warga Ahamdiyah berharap keberagaman Yogya dapat terjaga. Pelaku dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya serta dapat diproses secara hukum. “Kami pun berharap keraton sebagai penjaga dalam aspek tata nilai kehidupan masyarakat DIY dapat turun tangan mengatasi persoalan agar tak berlarut-larut,” kata dia.
PRIBADI WICAKSONO