Inggris- Sekitar pukul 4:30 GMT sore pada hari Jumat 28 Juli 2023, Hazrat Khalifatul Masih V aba mengibarkan Liwa-e-Ahmadiyyat, kemudian menuju tenda utama Jalsa untuk sesi formal pertama Jalsa Salana 2023.
Setelah tiba di atas panggung, Hazrat Amirul Mukminin mengundang Feroz Alam Sahib untuk membacakan QS. An-Nur : 52-57, diikuti dengan terjemahan Urdu. Syed Ashiq Hussain Sahib lalu membawakan nazm Persia yang ditulis oleh Masih Mau’udas, diikuti dengan terjemahan Urdu yang disusun oleh Hazrat Mir Muhammad Ismaelra. Kemudian Murtaza Mannan Sahib membawakan sebuah nazm Urdu yang ditulis oleh Masih Mau’udas.
Hazrat Khalifatul Masih Vaba kemudian menyampaikan pidatonya untuk sesi pembukaan. Setelah membaca tashahhud, ta‘wwauz, dan Surah al-Fatihah, Huzuraba menjelaskan bahwa Masih Mauudas bersabda tujuan utama dari Jalsa Salana agar para peserta dapat mencapai takwa dan kesalehan yang akan mendekatkan kepada Allah, mengikuti petunjuk-Nya, dan menjadi tekun dalam ibadah-Nya. Masih Mauudas tidak sekadar mengatakan kepada pengikutnya untuk meraih ketaqwaan; melainkan dengan semangat dan rasa pedih yang besar, Beliau menunjukkan jalan-jalan untuk mencapai taqwa sesuai dengan Al-Quran dan ajaran Nabi MuhammadSAW. Masih Mauud as selalu mengatakan bahwa jika akar takwa ada dalam seseorang, mereka akan memiliki segalanya.
Dalam satu kesempatan, Masih Mauudas menyampaikan bahwa untuk kemajuan Jemaat, penting bagi mereka untuk diberitahu dan dijelaskan tentang takwa, karena setiap orang yang cerdas memahami bahwa tanpa ketakwaan, Allah ta’ala tidak akan puas. Allah ta’ala berfirman:
اِنَّ اللّٰہَ مَعَ الَّذِیۡنَ اتَّقَوۡا وَّالَّذِیۡنَ ہُمۡ مُّحۡسِنُوۡنَ
“Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat kebajikan.” (Surah an-Nahl, 16:129)
Seorang muttaqi adalah ia yang takut kepada Allah, selalu menginginkan keridhaan-Nya, dan berharap Allah menjadi pelindung dan pelengkap baginya. Ini adalah definisi seorang muttaqi yang harus kita ingat. Tahap berikutnya adalah menjadi seorang muhsin, yang juga membawa orang lain ke jalan Allah. Oleh karena itu, seorang mukmin seharusnya menjadi muttaqi dan muhsin. Dengan memiliki kedua kualitas ini, ia dapat membantu umat manusia secara luas.
Seorang mukmin tidak boleh hanya puas dengan satu tahap saja; lebih tepatnya, mereka harus merenungi bagaimana untuk bisa masuk dalam barisan muhsinun dan membantu ciptaan Allah ta’ala yang lain juga. Kebenaran dan keyakinan yang sejati juga menjadikan seseorang menjadi muhsin.
Masih Mauudas juga bersabda bahwa takwa adalah menjauhkan diri dari kejahatan-kejahatan kecil. Seseorang bukanlah muttaqi jika mereka hanya menjauhkan diri dari hal-hal dasar, seperti mencuri atau merampok. Menjauhkan diri dari kejahatan-kejahatan ini bukanlah prestasi besar; sebaliknya, kebajikan yang sejati adalah membantu manusia lain dan siap memberikan hidupnya di jalan Allah.
Selanjutnya Masih Mauudas menyampaikan bahwa menjauhkan diri sendiri dari kejahatan bukanlah kebaikan yang cukup, melainkan ia juga membantu dan mengkhidmati ciptaan Allah ta’ala yang lain. Banyak orang yang menjauhkan diri dari dosa, tetapi mereka tidak mencapai tingkat kerohanian yang signifikan. Contoh dari takwa yang sejati adalah seperti membersihkan piring dan mengisi makanan berkualitas tinggi di diatasnya. Dengan cara ini, takwa seperti membersihkan diri dari nafs-ammarah, akan tetapi membersihkan saja tidak cukup; melainkan kemudian harus diisi dengan makanan rohani.
Hz. Masih Mauudas berbicara mengenai tiga tahapan ruh: Nafs ammarah (di mana jiwa berada dalam setan pada tahap terendah kondisi spiritual), tahap kedua adalah nafs lawwamah, dan yang ketiga adalah nafs mutmainnah. Masih Mauudas bersabda bahwa setiap orang harus menjauhkan diri dari nafs ammarah lalu kemudian berusaha di jalan Allah, setelah itu barulah nafs lawwamah dimulai. Dalam kondisi ini, ruh berusaha melarikan diri dari belenggu setan dan berada dalam pertempuran yang berkelanjutan. Kadang-kadang, jiwa tergelincir dan setan mempengaruhinya, dan terkadang ruh mengalahkan setan. Masih Mau’udas mengatakan bahwa orang seperti itu berada dalam keadaan pertempuran dan memerlukan pertolongan Allah. Mereka harus selalu mencari ampunan Allah dan terus berjuang untuk perbaikan. Pada akhirnya, Allah memberi mereka kemampuan untuk melepaskan diri dari nafs lawwamah dan memasuki tahap akhir dari nafs mutamainna . Dalam tahap ini, mereka benar-benar beriman kepada Allah dan yakin bahwa “Allah memang ada”. Mereka memiliki keyakinan penuh kepada Allah dan mampu melakukan perbuatan yang memiliki standar tertinggi.
Hz. Masih Mau’udas bersabda bahwa tingkat keyakinan atau ketidakpercayaan seseorang kepada Allah tercermin dalam tindakan mereka juga. Semakin mereka beriman kepada Allah, semakin baik tindakan mereka. Jika seseorang benar-benar beriman kepada Allah, tidak mungkin mereka berbuat dosa, karena keyakinan ini memutus hubungan jiwa mereka dari diri yang mempengaruhi. Masih Mauudas bersabda bahwa Jemaat kita harus mencapai kondisi spiritual ini.
Hz. Masih Mau’udas bersabda bahwa kewajiban pertama umatnya adalah untuk mencapai keimanan yang sejati kepada Allah. Huzur bersabda bahwa kita harus merenungkan hal ini secara mendalam.
Hz. Masih Mauud as mengatakan bahwa Allah selalu membantu orang yang memiliki ketaqwaan dan juga muhsin; dimana mereka juga membantu orang lain. Hz Masih Mau’udas bersabda bahwa beliau menerima wahyu berikut berkali-kali, bahkan mungkin 2000 kali:
اِنَّ اللّٰہَ مَعَ الَّذِیۡنَ اتَّقَوۡا وَّالَّذِیۡنَ ہُمۡ مُّحۡسِنُوۡنَ
“Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat kebajikan.” (Surah an-Nahl, Bab 16, Ayat 129)
Oleh karena itu, seseorang harus senantiasa merenungkan tindakan sehari-harinya dan melihat apapkah mereka telah berbuat kebaikan. Hz. Masih Mau’udas juga pernah bersabda bahwa seorang mukmin tidak tetap dalam satu kondisi spiritual saja, mereka harus selalu berusaha meningkatkannya. Huzur (sebutan penghormatan kepada pemimpin Jemaat Ahmadiyah) berkata bahwa kita semua harus unggul dalam perbuatan baik, hanya dengan begitu kita akan memenuhi janji kita.
Hz. Masih Mau’udas mengatakan bahwa dalam Jemaat, seringkali terjadi perselisihan sepele antara satu sama lain yang kemudian menjadi semakin tidak terkendali. Hz. Masih Mau’udas menasehati Jemaat-nya untuk berdamai antara saudara seiman dan saling memaafkan. Seseorang tidak boleh menyerang kehormatan seorang mukmin lainnya. Hz. Masih Mau’udas menceritakan kisah tentang seorang raja yang ingin menyalin Al-Quran. Seorang ulama berkata kepada raja bahwa ada kesalahan dalam menuliskan salah satu ayat, lalu raja melingkari bagian yang di tunjuk oleh ulama tersebut. Setelah ulama pergi, raja tidak mengubah apa pun dan ketika ditanya mengapa ia mengelilingi ayat tersebut, raja menjawab bahwa sebenarnya sang ulama yang salah, namun ia tidak ingin menyinggung perasaannya. Oleh karena itu, kita tidak boleh terburu-buru untuk bertengkar, bertikai, atau menyoroti kesalahan saudara seiman.
Hz. Masih Mauudas menyampaikan bahwa Allah ta’ala melindungi seseorang yang bertakwa dari cobaan dunia. Jika anggota Jemaat memiliki semua penyakit yang dimiliki orang lain, maka apa tujuan dari melakukan bai’at (janji setia)? Kita harus berusaha menanamkan takwa yang sejati dalam diri kita.
Hz. Masih Mauud as bersabda bahwa tidak benar untuk mengganggu dan menyakiti sesama mukmin karena hal-hal sepele. Allah tidak menyukai cara-cara seperti itu. Nabi Suci saw datang untuk menciptakan revolusi, dan kita harus berusaha mencapai tingkat spiritual seperti itu.
Hz. Masih Mauud as bersabda bahwa seseorang harus memiliki cinta dan kasih sayang yang tulus terhadap saudara-saudara seiman dan menjalani hidup dalam kebaikan dan cinta.
Huzur berkata bahwa kita berkumpul di Jalsa Salana untuk mencapai standar moral dan spiritual yang tinggi ini. Jika kita mencapai standar ini, maka Allah akan melindungi diri dari serangan musuh-musuh.
Hz, Masih Mau’udas bersabda:
“Ketakutan yang sejati terhadap Allah menuntut seseorang untuk memperhatikan sejauh mana perkataan dan tindakannya sesuai satu sama lain. Seseorang yang perkataan dan tindakannya bertentangan satu sama lain, harus tahu bahwa mereka akan mendatangkan kemurkaan Allah. Jika hati seseorang tidak murni, maka hati itu tidak akan mendapatkan keridhaan di hadapan Allah, tidak peduli seberapa murni perkataannya; bahkan ini akan membangkitkan kemurkaan Allah. Jemaat saya harus menyadari bahwa mereka datang kepada saya agar saya dapat menabur benih yang mengubah mereka menjadi pohon yang berbuah. Jadi, setiap orang harus memeriksa diri mereka sendiri untuk mengetahui keadaan batin dan lahiriah mereka. Jika, (amit-amit) hati para pengikut saya tidak selaras dengan kata-kata mereka, mereka tidak akan bertemu dengan akhir yang diberkahi. Allah Ta’ala tidak peduli pada jemaat dengan hati hampa yang hanya membuat pernyataan kosong, karena Dia Maha Mandiri. Kemenangan di Badar telah dinubuatkan sebelumnya dan ada alasan untuk percaya bahwa umat Islam akan menang. Tetapi Nabi SAW terus menangis dan berdoa kepada Tuhan-Nya. Hazrat Abu Bakr Siddiqra bertanya tentang perlunya doa yang sungguh-sungguh ketika kemenangan telah dijanjikan. Nabi SAW menjawab “Allah Maha Mandiri”. Artinya, mungkin ada kondisi-kondisi tersembunyi di balik janji ilahi ini.” (Malfuzat, Jil. 1, hlm. 10)
Huzur bersabda bahwa sangat penting kita mengembangkan rasa takut kepada Allah di dalam diri kita sendiri dan yang menjadikan ketakwaan ini penting. Namun bagaimana seseorang dapat mengetahui apakah mereka memiliki rasa takut kepada Allah? Hz. Masih Mau’udas menjawab pertanyaan ini dengan mengatakan bahwa seseorang harus melihat apakah perbuatan dan tindakan mereka sejalan satu sama lain. Jika tidak sejalan, maka mereka belum mencapai takwa. Hz. Masih Mau’udas bersabda bahwa Jemaatnya harus tahu bahwa mereka datang kepada beliau agar benih dari pohon yang berbuah dapat ditanam dalam diri mereka. Namun, jika anggota Jemaat berada dalam kondisi di mana perkataan dan perbuatan mereka saling bertentangan, maka kita harus ingat bahwa Allah adalah Al-Ghani (Maha Kaya); Dia tidak peduli. Sebelum pertempuran Badar, Allah memberikan janji kemenangan kepada Nabi SAW, tetapi beliau terus berdoa karena Allah adalah Al-Ghani sehingga bisa jadi ada syarat-syarat yang tersembunyi di dalam janji-Nya.
Huzur bersabda mengatakan bahwa janji Ilahi kepada Jamaat akan digenapi ketika anggota Jamaat memiliki keadaan spiritual di mana perkataan dan perbuatan mereka sejalan.
Allah juga berfirman bahwa barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, maka Allah menciptakan jalan keluar bagi mereka dari setiap kesulitan dan memberikan rizki bagi mereka.
Hazrat Masih Mau’udas bersabda:
“Kita harus selalu mengevaluasi sejauh mana kita telah maju dalam kebajikan dan ketaqwaan. Kriteria untuk hal ini ada dalam Al-Quran. Di antara ciri-ciri orang yang bertakwa, salah satu tanda yang diperlihatkan Allah Ta’ala adalah Dia membebaskan mereka dari hal-hal yang tidak menyenangkan di dunia ini dan Dia sendiri menjadi Pelindung urusan mereka.
Allah Ta’ala berfirman:
وَمَنْ يَّتَّقِ اللہَ يَجْعَلْ لَّہُ مَخْرَجًا وَّیَرْزُقْہُ مِنْ حَیْثُ لَا یَحْتَسِبُ
“Dan siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah akan memberikan jalan keluar baginya, dan memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangkanya.” (Surah At-Talaq, Ayat 3-4)
Allah Ta’ala menyelamatkan seseorang yang takut kepada-Nya dari setiap penderitaan yang menimpanya, dan memberikan rezeki dari tempat yang tidak mereka sangka. Dengan kata lain, salah satu tanda orang yang saleh adalah Allah Ta’ala tidak memperbudaknya dengan mencari jalan dan sarana maksiat. Misalnya, seorang pedagang percaya bahwa bisnisnya tidak dapat berjalan tanpa kebohongan; untuk alasan ini dia tidak menahan diri dari penipuan dan menyatakan perlunya berbicara bohong. Namun, apa yang disebut kebutuhan ini sama sekali tidak dapat dibenarkan. Allah Ta’ala menjadi pelindung bagi orang yang saleh dan menyelamatkannya dari situasi-situasi yang akan memaksa mereka untuk berbicara tidak benar. Ingatlah, ketika seseorang meninggalkan Allah Ta’ala, Allah juga meninggalkan orang tersebut. Lebih lanjut, ketika Allah Yang Maha Penyayang meninggalkan seseorang, maka setan pasti akan mengembangkan hubungan dengan orang tersebut.
Jangan berpikir bahwa Allah SWT adalah lemah. Sesungguhnya, Dia adalah pemilik kekuatan yang besar. Ketika Anda menaruh kepercayaan kepada-Nya untuk meridhoai segala hal, Dia akan datang membantu Anda.
وَمَنْ یَّتَوَکَّلْ عَلَی اللہِ فَھُوَ حَسْبُہٗ
Dan barangsiapa yang bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupi (segala keperluan) nya. (Surah at-Talaq, Ch.65; V.4)
“Bagaimanapun, mereka yang pertama kali disebut dalam ayat ini adalah orang-orang yang beriman. Seluruh pemikiran mereka dipenuhi urusan agama, dan mereka menyerahkan urusan duniawi kepada Allah. Inilah sebabnya mengapa Allah Taala memberi mereka jaminan dan mengatakan bahwa Dia adalah penopang mereka. Oleh karena itu, salah satu berkah dari kebenaran adalah bahwa Allah Ta’ala memberikan keamanan kepada orang yang saleh dari penderitaan yang menghalangi urusan agamanya.”
Hz.Masih Mauudas bersabda bahwa seorang muttaqi sejati menggunakan kemampuan yang diberikan Allah dengan cara yang halal dan tidak menyia-nyiakan kemampuan tersebut. Allah berfirman bahwa orang yang benar-benar beriman – mereka takut kepada Allah, berdoa kepada-Nya secara teratur, bersedekah, beriman pada kitab-kitab-Nya, dan sebagainya – adalah orang-orang yang berada di jalan yang benar.
Beliau bersabda:
“Tidak ada satu pun kemampuan yang dianugerahkan oleh Allah SWT kepada manusia agar dapat disia-siakan; sebaliknya, disiplin dan penggunaan yang tepat adalah cara sejati agar kemampuan tersebut diberdayakan dan berkembang. Itulah sebabnya Islam tidak mengajarkan agar kemampuan seksual dilenyapkan sepenuhnya atau mata dijauhkan. Sebaliknya, Islam mengajarkan penggunaan yang tepat dan penyucian diri secara batiniah.
Dalam hal ini, Allah Ta’ala berfirman:
قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُوْن
“Sesungguhnya, beruntunglah orang-orang yang beriman.” (Surah al-Mu’minun, Ch.23; V. 2)
Kemudian, setelah menggambarkan kehidupan orang yang saleh, Allah Ta’ala mengambil kesimpulan dengan kata-kata berikut:
وَأُولٰٓئِکَ ھُمُ الْمُفْلِحُونَ
“Dan merekalah orang-orang yang beruntung.”
“Yaitu, mereka yang menapaki jalan kebenaran; mereka yang beriman pada yang gaib; mereka yang hampir menelantarkan shalat; mereka yang memberi dari apa yang diberikan oleh Allah kepada mereka; mereka yang terlepas dari pemikiran dan keinginan pribadi mereka, beriman pada semua kitab suci yang diturunkan oleh Allah, akhirnya mencapai tingkat keyakinan yang kokoh. Mereka-lah orang-orang yang benar-benar mendapat petunjuk dan menjalani jalan yang menuju kesuksesan. Oleh karena itu, mereka-lah orang-orang yang berjaya dan akan mencapai tujuan akhir mereka, dan mereka yang telah terbebas dari bahaya dalam perjalanan mereka. Oleh karena itu sejak awal, Allah Ta’ala telah memberi kita ajaran kebenaran dan menganugerahkan kepada kita sebuah kitab, yang juga memberikan nasihat tentang bagaimana mengembangkan ketakwaan.
Dan karena itu, biarlah Jemaat saya bersedih, lebih apapun itu, tentang entah apakah mereka memiliki ketakwaan atau tidak.” (Malfuzat, Jil. 1, hlm. 34-35)
Huzur berkata bahwa kita semua harus introspeksi dan melihat seberapa besar usaha kita untuk mencapai tingkat-tingkat takwa ini.
Ciri lain dari seorang beriman adalah bahwa mereka menjalani kehidupan sederhana, tetap rendah hati, dan menjauhi amarah yang kemudian melahirkan kesombongan. Masih Mauud as menekankan bahwa beliau tidak ingin anggota Jamaatnya merendahkan orang lain. Allah benar-benar mengetahui siapa yang tinggi derajatnya.
Tidak ada yang bisa mencapai kondisi terhormat tanpa takwa, dan hanya Allah yang mengetahui siapa yang memiliki derajat yang tinggi. Tidak ada hubungan keluarga, kekayaan, atau pengetahuan seseorang yang dapat meningkatkan derajatnya, melainkan di mata Allah, orang yang muttaqi, yang memenuhi hak-hak-Nya dan hak-hak makhluk-Nya, dan tetap rendah hati, adalah orang yang benar-benar tinggi derajatnya, menurut Allah.
Seseorang dapat memasuki benteng Allah dengan berusaha mencapai taqwa, sabda Masih Mauud as. Orang seperti itu akan diberkati untuk mengkhidmati agama juga. Masih Mauud as mengatakan bahwa anggota Jemaat harus melihat kondisi Muslim lain dan belajar untuk tidak menjadi seperti mereka. Mereka berdiri melindungi agama mereka dan tidak pernah membiarkan negara untuk mengalahkan mereka di mana mereka akan mempermalukan Islam.
Mereka Muslim yang tidak memiliki takwa yang justru merugikan citra Islam di dunia dan membuat Islam menjadi agama yang diragukan orang. Huzur bersabda bahwa kita telah menerima Masih Mauud dan seharusnya melihat kondisi kita sendiri. Di dunia saat ini, kita harus sangat berhati-hati dan melindungi diri dari amoralitas masyarakat, dan penuh kehatian membentuk diri kita sesuai dengan prinsip-prinsip Islam. Masih Mauud mendorong anggota Jemaatnya untuk tidak mencemarkan namanya dengan perbuatan maksiat dan tidak bermoral.
Al-Masih al-Mau’udas berkata:
“Seorang individu yang menunjukkan perubahan dalam moral mereka, sehingga tetangga mereka dapat melihat perubahan mereka, seolah-olah menampakkan sebuah mukjizat. Ini memberikan kesan yang mendalam dan berkesan pada sesama. Orang-orang mengajukan keberatan terhadap Jemaat kami dan mengajukan keberatan bahwa mereka tidak melihat adanya perbaikan pada orang-orang yang bergabung dengan kita, dan menduga bahwa pengikut kita terlibat dalam kepalsuan dan tidak dapat menahan amarah dan kemarahan mereka. Apakah orang-orang seperti itu tidak merasa malu bahwa orang lain berbondong-bondong ke Jemaat ini menganggapnya sebagai (yang tidak patut) dicontoh? Seorang putra yang taat menjadi sumber kehormatan bagi ayahnya. Demikian pula, orang yang bersumpah setia kepada orang yang ditunjuk oleh Tuhan juga seperti anak laki-laki. Inilah sebabnya mengapa istri-istri Nabi SAW, dikenal sebagai Ibu-ibu Para Mukmin. Dengan kata lain, Nabi Suci adalah seorang ayah bagi umat Muslim pada umumnya. Seorang ayah biologis membawa seorang anak ke dunia, yang membawa kehidupan duniawi, tetapi seorang ayah rohaniah membawa anaknya, sebagai contoh, ke surga dan mengembalikannya ke sumber asal dari mana mereka berasal (yaitu Allah). Apakah Anda akan melihat dengan pandangan positif putra yang menghina ayahnya? Bagaimana jika seorang anak laki-laki mengunjungi pelacur, terlibat dalam perjudian, mengkonsumsi minuman keras, dan melakukan tindakan tidak bermoral lainnya yang mencoreng nama ayahnya? Saya tahu bahwa tidak ada orang yang akan menyetujui tindakan-tindakan seperti itu. Tetapi bagaimanapun, ketika putra yang tidak patuh berperilaku seperti ini, suara orang-orang tidak dapat dibungkam. Orang-orang akan berbicara dengan mengacu pada ayah dan mengatakan bahwa putra si fulan terlibat dalam perbuatan salah dan begitu. Oleh karena itu, putra yang tidak patuh itu sendiri menjadi aib atau penghinaan bagi ayahnya. Demikian pula, ketika seseorang bergabung dengan sebuah Jemaat dan tetap tidak menjaga martabat dan kehormatannya, dan bertindak bertentangan dengan ajaran, dia berhak mendapat celaan di sisi Allah. Sebab orang seperti itu tidak hanya merusak diri mereka sendiri, tetapi juga menghalangi orang lain dari jalan berkat dan hidayah karena contoh tidak bermoral mereka sendiri. Oleh karena itu, sejauh kemampuanmu, carilah pertolongan Allah dan berusaha menghilangkan kelemahan Anda dengan segenap kekuatan dan tekad. Di mana pun Anda merasa lemah, angkatlah tangan Anda dalam doa dengan tulus dan rasa keimanan. Sebab tangan yang diangkat dengan semangat kerendahan hati dan kelembutan karena ketulusan dan keimanan tidak akan kembali dengan hampa. Saya bisa mengatakan dari pengalaman bahwa ribuan doa saya telah dikabulkan, dan bahkan kini terus dikabulkan.”
“Sebuah fakta yang tidak berubah adalah bahwa jika seseorang tidak memiliki dalam hatinya rasa simpati terhadap sesama manusia, maka dia adalah seorang yang kikir. Jika saya melihat suatu jalan yang mengarah pada kebaikan dan manfaat,tanggung jawab saya untuk mengumumkannya dengan lantang kepada orang-orang, terlepas dari apakah ada yang mengikutinya atau tidak.” (Malfuzat, Jil. 1, hlm. 143-144)
Masih Mauud as mengatakan bahwa nasihat-nasihatnya kepada Jemaat muncul dari gairah batin dan rasa sakit yang tersembunyi, dan dia tidak bisa berhenti melakukannya. Oleh karena itu, anggota Jemaat harus mengikuti nasihat-nasihat ini dengan seksama, dan jika mereka tidak ingin melakukan perbuatan baik, maka apa tujuan mereka masuk ke dalam Jemaat ini? Beliau mengatakan bahwa beliau menginginkan perubahan yang nyata dalam diri setiap orang, sehingga musuh-musuh bisa dibuat terdiam. Para Sahabat Nabi SAW, semoga salam dan berkah Allah atasnya, mengubah diri mereka secara luar biasa dan dengan melihat perubahan ini, orang lain juga bertaubat dari jalan-jalan buruk mereka.
Huzur berdoa agar semua anggota Jemaat menjadi muttaqi dan juga mencapai tingkatan muhsin.
Hazrat Amirul Mukminin berkata bahwa setiap orang harus terus menyibukkan diri dalam salat selama Jalsa, banyak membaca salawat, dan juga menghabiskan banyak waktu dalam zikr-e-ilahi.
Pada akhirnya, Hazrat Khalifatul Masih V aba memimpin doa bersama dalam hening.
Diterjemahkan: Leaving Allah leads to Satan’s grasp: Huzoor emphasises taqwa at Jalsa Salana UK’s inaugural address