NGANJUK : Senin, 12/11/2018 pukul 14:30 WIB pemuda Jemaah Muslim Ahmadiyah (MKAI) Nganjuk menjalin silaturrahmi kepada Perhimpunan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII).
Delegasi pemuda Muslim Ahmadiyah Arik Setio Budi dan Sajid Ahmad Sutikno siang itu diterima dan disambut PMII dengan baik dan penuh persahabatan di Warung Kopi Rakyat Pasar Wage kota.
Dalam kesempatan itu, pihaknya setelah memperkenalkan diri, menyampaikan maksud kedatangannya selain silaturrahim juga bertabayun seputar Ahmadiyah yang selama ini dipandang negatif di Indonesia.
“Sejak 2005 hingga kini ada dua versi Ahmadiyah. Ahmadiyah versi pihak yang salah paham dan Ahmadiyah versi Ahmadiyah sendiri”, kata Sajid.
Ahmadiyah versi yang pertama, menyatakan bahwa Ahmadiyah itu sesat menyesatkan karena syahadatnya berbeda dengan muslim pada umumnya, kitab sucinya Tadzkirah bukan Alquran, punya nabi baru ke 26 bernama Mirza Ghulam Ahmad bukan Muhammad saw, tidak meyakini ayat Khatamannabiyyin, pergi hajinya ke India atau Inggris, dan sebagainya.
Sajid lalu menyampaikan bahwa jika memang Ahmadiyah itu seperti yang diyakini pihak yang salah paham itu begitu, maka kami pun setuju ‘Ahmadiyah’ yang begitu itu dianggap sesat, meskipun demikian kami tetap tidak berani fatwakan sesat, karena itu bukan hak manusia tapi hak mutlak Allah Taala.
Kemudian versi kedua, adalah Ahmadiyah versi Ahmadiyah.
Versi ini sangat bertolak belakang dari versi pertama.
Karena versi kedua itu meyakini bahwa sejak berdirinya pada tahun 1889, Ahmadiyah bersyahadatkan sama dengan umat Islam umumnya yaitu Asyhadu an laa ilaaha illaLLAH wa asyhadu anna Muhammadar rasuulullah, kitab sucinya tetap Alquran Karim 30 juz bahkan kami sedang terus menerjemahkan Alquran ke dalam 100 bahasa dunia, dan bukan Tadzkirah, karena Tadzkirah itu statusnya bukan Kitab Suci warga Ahmadi, dan tidak pernah meyakininya sebagai kitab sucinya, itu seperti kitab Imam Syafii, al Ghozali berisikan pengalaman spiritual karena kedekatannya dengan Allah Taala. Bahkan Tafsir Alquran Ahmadiyah dijadikan referensi Departemen agama RI dalam terjemahan dan tafsir kitab suci Alquran. Serta tafsir Alquran tsb juga buku buku karya muslim ahmadi pernah digandrungi Ir. Soekarno, HOS Cokroaminoto, dan para pendiri NKRI lainnya.
Nabi dan Rasul terakhir pembawa syariat Islam tetap Al-Mustofa Sayyidina Muhammad SAW, sedangkan Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad menurut kami hanyalah diyakini sebagai Imam Mahdi dan Al-Masih as yang dijanjikan Rasulullah SAW., serta kami yakini dan imani ayat Khatamannabiyyin dalam QS. Al-Ahzab: 40, dan pergi haji warga ahmadi ya tetap ke Mekkah Al-Mukarramah bukan di India apalagi di Inggris.
Selain itu, banyak obrolan lainnya yang muncul, antara lain perihal nasionalisme, tentang hidup dan wafatnya nabi Isa a.s, Khilafah Daulah, Dajjal dll.
Intinya, PMII memandang perbedaan paham dan keyakinan dalam Islam itu wajar dan sudah selesai. Pihaknya akan tetap berdiri tegak dalam toleransi dan ‘welcome’ kepada siapapun termasuk kepada Ahmadiyah.
Delegasi Muslim Ahmadi sebelum berpamitan, menyerahkan souvernir berupa buku berjudul “Krisis Dunia dan Jalan Menuju Perdamaian, vcd dakwah Islam di Eropa oleh Ahmadiyah, dan vcd Pidato Bersejarah Imam Internasional Muslim Ahmadiyah di Parlemen Inggris yang menjelaskan Islam adalah penebar perdamaian.
Kontributor : Mln. Sajid Ahmad Sutikno