Bandung – Marak permasalahan kekerasan terhadap perempuan, komunitas sosial yang berada di Bandung dan sekitarnya menggelar acara peringatan Hari Hak Asasi Manusia dan Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan, yang bertajuk Cafe Survivor: Ruang Aman bagi Penyintas Kekerasan.
Acara yang diselenggarakan pada Kamis, 28 November 2024 di Kantor GKP Sinode tersebut merupakan sebagian dari rangkaian acara Bandung Lautan Damai atau BALAD yang diinisiasi oleh komunitas Jakatarub, Great UPI dan KPI.
Cafe Survivor bertujuan membuka ruang aman bagi penyintas kekerasan dari berbagai pengalaman traumatik, baik yang terjadi dalam hubungan pacaran, rumah tangga yang mungkin bahkan tidak hanya berbentuk kekerasan mental namun juga dalam bentuk kekerasan fisik dan seksual.
Bertemakan ‘Belajar dari Perjalanan Memahami, Mendukung, dan Bertindak’, acara ini mengajak peserta yang hadir untuk mendengarkan cerita para penyintas, memahami perjuangan mereka, dan bergandengan tangan dalam mendukung perubahan sosial.
Setiap individu yang hadir dalam acara tersebut diberi kesempatan untuk mengekspresikan pendapat, berbagi pengalaman, serta memberi dukungan kepada mereka yang membutuhkan.
Lajnah Imaillah atau sayap organisasi perempuan Jemaat Muslim Ahmadiyah, yang juga merupakan organisasi yang memiliki fokus pada pemberdayaan perempuan, turut mendukung gerakan perdamaian ini.
Sebanyak 2 orang anggota Lajnah Imaillah dan 2 orang pelajar Muslim Ahmadiyah (AMSAW) hadir berpartisipasi dalam rangkaian acara Bandung Lautan Damai untuk ikut menyuarakan aksi perdamaian dan memberikan dukungan bagi penyintas kekerasan.
Acara ini dihadiri oleh berbagai narasumber yang memiliki latar belakang sebagai penyintas dan aktivis, yang memberikan wawasan mendalam tentang berbagai bentuk kekerasan, termasuk kekerasan seksual, kekerasan dalam pacaran (KDP), serta kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
Para narasumber yang hadir ialah Cici, seorang penyintas kekerasan seksual, membagikan pengalaman pribadinya tentang bagaimana dia berjuang keluar dari bayang-bayang trauma dan bagaimana pentingnya dukungan untuk bisa bangkit, Naura, aktivis yang juga seorang penyintas kekerasan dalam pacaran (KDP), mengungkapkan pentingnya mengenali tanda-tanda kekerasan dalam hubungan dan bagaimana generasi muda bisa lebih peka terhadap isu ini, Eva, seorang perempuan pembela hak asasi manusia, berbicara tentang pentingnya memperjuangkan hak-hak perempuan, serta peran aktif masyarakat dalam melawan diskriminasi dan kekerasan berbasis gender, Obertina, Seorang konselor hukum yang ahli menyoroti kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), yang masih menjadi tantangan besar di banyak komunitas dan Dini, seorang aktivis yang berasal dari komunitas marginal yang berusaha menyuarakan hak atas kebebasan dalam berorganisasi dan berkegiatan.
Acara ini menjadi bukti nyata bahwa meskipun banyak tantangan yang dihadapi, kolaborasi antara berbagai komunitas dapat menciptakan ruang aman bagi mereka yang terdampak kekerasan, Cafe Survivor tidak hanya menawarkan tempat untuk berbicara, tetapi juga untuk berdiri bersama, menunjukkan solidaritas, dan mendukung mereka yang telah melalui perjalanan berat.
Melalui acara ini, panitia berharap dapat menginspirasi lebih banyak orang untuk berani bersuara, menghargai setiap individu, dan berkontribusi pada upaya bersama dalam mencegah kekerasan serta menciptakan masyarakat yang lebih adil dan setara.
Dengan semangat yang mengalir di setiap diskusi, Cafe Survivor menjadi lebih dari sekadar acara, ia adalah langkah kecil namun berarti dalam perjalanan panjang menuju perubahan.
Kontributor: Parwin Salma
Editor: Devi Savitri
Luar biasa