The Times, 25 Sept. 1974. Pengesahan peraturan status non-Muslim bagi sekteAhmadiyah pada awal bulan ini, menjadi klaim kemenangan oleh fundamentalis agama yang mengkhawatirkan seluruh Bangsa Pakistan.
Keputusan Parlemen Nasional menyebabkan kekuasaan politik para “Ulama (Pemuka Agama Islam)” yang terkenal kaku dan orthodox, semakin menguat. Termasuk di dalamnya Jamaat-i-Islami yang politis, pimpinan Maulanan Maududi. Grupini disebut “Kolot dan Kuno” oleh Mr. Bhutto. Sangat menyedihkan bahwa Perdana Menteri Pakistan harus menyerah kepada pihak yang menurutnya tidak simpatik.
Lebih menyedihkan bahwa kelompok progresif dan sekuler di Parlemen, Partai National Awami, ikut mendukung peraturan perundangan ini. Pemberangusan pendapat Muslim Ahmadi terkait gelar“Penutup Nabi” yang disematkan kepada Nabi Muhammad SAW adalah klimaks dari perlakuan diskriminatif dan perburuan “ala anti Yahudi / Semitik”. Pecahnya permusuhan dimulai akhir Mei di Rabwah – Propinsi Punjab, lokasi pusat kegiatan Jemaat Ahmadiyah. Pengaruhnya telah menyebar ke seluruh Pakistan, menimbulkan korban jiwa, serta mengingatkan pada kerusuhan Tahun 1953 yang berujung pada berlakunya peraturan darurat militer.
Pada kejadian ini, Mr. Bhutto memerintahkan penangkapan besar – besaran kepada fundamentalis dan ektrimis yang sebagian besar berafiliasi dengan Jamaat-i-Islami. Kerusuhan akhirnya berhenti, setelah Mr. Bhutto menjanjikan debat di Parlemen untuk menentukan status SekteAhmadiyah. Sejak itu, tekanan sosial dan politik semakin meningkat.
Sekarang, pengesahan peraturan anti-Ahmadi menyebabkan pengikutnya sejumlah satu sampai empatjuta orang, menjadi warga negara pemeluk agama kelas dua di Pakistan. Bahkan lebih rendah dari minoritas lainnya, yakni pemeluk Hindu dan Budha. (Rahmadi/Dnz)
Sumber :