“Dunia sekarang ini membutuhkan peacefull, kedamaian yang sifatnya global. Dan itu sudah diperjuangkan, termasuk perjuangan yang dilakukan Ahmadiyah, Love for All.”
Itulah sepenggal kalimat yang disampaikan oleh Prof. Dr. KH. Ahmad Syafii Mufid MA dalam sambutannya di Jalsah Salanah DKI Jakarta 2019.
Pak Kiai tampak semangat bercerita banyak hal, padahal ia baru saja berjuang melintasi Tol Jakarta-Cikampek di pagi-pagi buta dari kediamannya di Purwakarta.
Apa yang disampaikan Kiai Mufid sebenarnya senafas dengan tema Jalsah Salanah yang bertempat di Masjid Al-Hidayah, Kebayoran Lama ini, yakni “Cinta Tanah Air Bagian Dari Iman”.
Dengan tema ini, Ahmadiyah di Ibukota ingin menginspirasi publik dan anggota Jemaatnya, bahwa Islam tidak pernah mengajarkan radikalisme. Justru ajaran pokok dalam Islam adalah kedamaian itu sendiri.
Mengangkat tema yang tengah dibutuhkan oleh bangsa ini menjadi keresahan Panitia Pelaksana. Panitia ingin menghadirkan sebuah inspirasi segar, minimal untuk setiap anggota Jemaat Ahmadiyah, agar tercipta dialog yang sehat seputar Khilafat, Negara, juga Nasionalisme. Dimana di antara ketiganya tidak ada pertentangan sama sekali. Setelah mendapat restu dari Bapak Amir Nasional maka tema ini pun kemudian dipatenkan.
Pidato Pamungkas yang disampaikan oleh Bapak Amir Nasional, Mln. H. Abdul Basith Shd tentang Islam dan Nasionalisme mendapatkan sambutan hangat dari tamu undangan yang hadir. Mereka adalah Rubiyanti Khofifah, Ketua AMAN Indonesia dan Dr. Maria Ulfah Anshor M.Si, Komisioner Komnas Perempuan.
Dua orang aktivis perempuan ini sama-sama berpesan, agar konsep cinta tanah air ini meresap di dalam hati setiap kita. Tidak peduli ia dari kelompok mana dan memakai jubah agama apa, spirit nasionalisme harus terus dirawat di dalam kehidupan beragama setiap kita.
Jalsah DKI Jakarta 2019 tak hanya menjadi potret kegiatan rohani yang berupaya mengantarkan setiap peserta yang hadir kepada ishlah (perubahan), tapi juga diharapkan dapat mencetak duta-duta perdamaian dengan membumikan konsep Khilafat yang ramah lingkungan.
Itulah yang disampaikan Mln. Harpan Aziz Ahmad dalam pidatonya yang berjudul “Khilafat Rohani Ahmadiyah dan NKRI”.
Mln. Harpan menyampaikan bahwa kontribusi Jemaat Ahmadiyah dalam proses kemerdekaan negeri ini cukup besar. Bahkan Khalifah Ahmadiyah pada saat itu membantu proses penyiaran dan publikasi lewat radio-radio bahwa negeri tercinta ini telah merdeka.
Pidato yang disampaikan dengan lantangnya itu menyita perhatian peserta. Dentuman “Narai Takbir” menggema di setiap sudut Masjid, menyambut poin-poin bernas Mln. Harpan.
Edukasi soal Khilafat yang ramah lingkungan ini hampir tidak ada di masyarakat kita. Sehingga, proses pukul rata pun terjadi, seolah-olah antara Khilafat dan kekerasan, atau antara Khilafat dan kekuasaan tak bisa dipisahkan.
Sebuah kisah menarik disampaikan oleh salah seorang tamu Jalsah, Iqbal Hasanuddin, S.Fil, M.Hum, dosen filsafat UIN Jakarta. Pertemuannya dengan Ahmadiyah adalah perjalanan panjang yang tak ia sangka-sangka.
Pria yang kini tengah menjalankan amalan vegetarian itu secara berkala mengirimkan sejumlah mahasiswanya untuk belajar tentang Ahmadiyah langsung dari sumbernya, ke Masjid Ahmadiyah Kebayoran.
Ia mengatakan, usai mengikuti kelas Ahmadiyah setiap mahasiswa diminta untuk menuliskan kesan mereka. Hasilnya, mayoritas mahasiswa memberikan kesan positif dari segi penyampaian seputar Ahmadiyah juga penyambutan dan pengkhidmatan tuan rumah kepada tamu.
Kiai Mufid sempat bercerita soal gerakan “Global Peace” yang sering ia ikuti. Yang terakhir di Manila. Visi besar yang digagas adalah bagaimana menyatukan antara Korea Utara dan Korea Selatan.
Mantan Ketua FKUB DKI Jakarta ini menyampaikan, “Ini merupakan cita-cita yang luar biasa. Dan yang demikian itu tidak bisa ditempuh dengan cara politik, kekerasaan juga politik kekuasaan. Itu hanya bisa ditempuh dengan politik spiritual. Dan itu ada di Jemaah ini. Ada di komunitas ini.”
Dentuman takbir menggema kembali. Sepotong seruan yang terdengar baru digaungkan oleh Paris Muhiddin, Ketua Cabang Ahmadiyah Jakarta Utara.
“Narai Takbiiir….” “Allahu akbar”.
“NKRI….”, “Zindahbaad….”
Kontributor : Mln. Muhammad Nurdin