Hikmah Puasa Bagian 1
Hikmah Puasa Bagian 2
Waktu Sahur dan Berbuka
Al-Bukhārīrh meriwayatkan dari Ḥaḍrat Zaid bin Tsābitra bahwa beliau berkata:
تَسَحَّرْنَا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، ثُمَّ قَامَ إِلَى الصَّلَاةِ، قُلْتُ: كَمْ كَانَ بَيْنَ الْأَذَانِ وَالسَّحُوْرِ؟ قَالَ: قَدْرُ خَمْسِيْنَ آيَةً.
“‘Kami pernah bersahur bersama Ḥaḍrat NabiSAW kemudian beliau bangkit untuk mendirikan salat.’ Ḥaḍrat Anasra bertanya, ‘Berapa lama waktu antara azan dan sahur?’ Ḥaḍrat Zaid bin Tsābitra menjawab, ‘Lamanya seperti lama dibacanya 50 ayat.’”[Ṣaḥīḥ al-Bukhārī, Kitāb aṣ-Ṣaum, Bāb Qadru Kam Baina as-Saḥūr Wa Ṣalāt al-Fajr, no. 1921.]
Demikian juga, terdapat dalam Ṣaḥīḥ al-Bukhārī sebuah hadis dari Ḥaḍrat RasūlullāhSAW:
لَا يَزَالُ النَّاسُ بِخَيْرٍ مَّا عَجَّلُوا الْفِطْرَ.
“Manusia akan selalu berada dalam kebaikan selama mereka menyegerakan berbuka.”[Ṣaḥīḥ al-Bukhārī, Kitāb aṣ-Ṣaum, Bāb Ta‘jīl al-Ifṭār, no. 1957]
Hikmah yang terkandung dalam pengakhiran sahur dan penyegeraan berbuka adalah supaya seseorang yang berpuasa memperoleh keberkatan-keberkatan malam dan siang sampai suatu batas tertentu. Tidak tersembunyi bagi para pengajar geografi dan astronomi bahwa matahari, bulan, dan bintang memiliki efek-efek yang saling berbeda satu sama lain. Karena pengaruh gravitasi bulan, terjadilah pasang surut air laut. Demikian juga, Kita melihat bahwa pengaruh malam terhadap tumbuhan berbeda dengan pengaruh siang terhadapnya. Kalian melihat bahwa pertumbuhan timun dan sayuran-sayuran lain pada malam hari lebih cepat daripada siang. Ringkasnya, seorang alim yang senantiasa berpikir mengenai kanun kejadian tidaklah mengingkari bahwa malam dan siang memiliki pengaruh yang berbeda terhadap benda-benda di alam ini. Karena puasa difardukan pada waktu siang, Sang Pembawa SyariatSAW memerintahkan agar seseorang yang berpuasa menyegerakan berbuka dan memperlambat sahur supaya ada keterpisahan antara kedua waktu itu dan supaya diperoleh keberkatan-keberkatan yang bertalian dengan siang dan keberkatan-keberkatan yang dikhususkan bagi malam Ramadan.
Qiyām al-Lail dan Salat Tarawih
Ḥaḍrat RasūlullāhSAW bersabda:
مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَّاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ.
“Siapa yang menegakkan Ramadan dengan keimanan dan introspeksi diri, akan diampuni baginya dosa-dosanya yang telah lalu.”[Ṣaḥīḥ al-Bukhārī, Kitāb al-Īmān, Bāb Taṭawwu‘u Qiyāmi Ramaḍāna Min al-Īmān, no. 37.]
Tidak ada keraguan bahwa seseorang yang bertaubat kepada Allah dengan taubat yang sejati dan berjanji kepada dirinya sendiri bahwa dia tidak akan kembali mengerjakan kesalahan-kesalahan selama-lamanya, Allah Taala akan mengampuni dosa-dosanya dan memberinya taufik untuk melakukan amal-amal saleh. Sang Pembawa SyariatSAW telah memerintahkan Qiyām al-Lail secara khusus agar seseorang yang berpuasa mendapatkan keberkatan-keberkatan yang turun pada malam Ramadan dan agar dia dapat menentang hawa nafsunya sejadi-jadinya. Hal ini disebabkan bahwa meski seseorang yang berpuasa seharusnya beristirahat karena telah menanggung kelelahan dan kepenatan sebagai akibat dari kesakitan-kesakitan yang ditimbulkan rasa lapar dan haus sepanjang siang, dia tetap bangun pada malam hari dan berdoa kepada Allah.
Qiyām al-Lail pada hakikatnya adalah salat tahajud yang Dia perintahkan dalam Alquran Yang Mulia dengan firman-Nya:
وَمِنَ اللَّيْلِ فَتَهَجَّدْ بِهِ نَافِلَةً لَّكَ
“Dan pada sebagian malam, bertahajudlah sebagai tambahan bagimu.”[Al-Isrā’ ayat 80.]
Karena bulan Ramadan adalah bulan bulan turunnya keberkatan-keberkatan rohani dan cahaya-cahaya samawi secara khusus, Sang Pembawa SyariatSAW memerintahkan kaum muslimin untuk menegakkan salat pada malam Ramadan. Akan tetapi, Saya berkata dengan amat disayangkan bahwa kaum muslimin menjadikan salat tarawih pada saat ini murni sebagai ajang olahraga belaka yang dilakukan tanpa hadirnya hati dan tanpa lahirnya ketenangan. Padahal, Ḥaḍrat RasūlullāhSAW pernah bersabda kepada seseorang yang melakukan salat dengan cepat-cepat:
اِرْجِعْ فَصَلِّ فَإِنَّكَ لَمْ تُصَلِّ.
“Kembali dan ulangilah salat karena Engkau belum bersalat.”[Ṣaḥīḥ al-Bukhārī, Kitāb al-Ādzān, Bāb Amr an-NabīSAW al-Ladzī Lā Yutimmu Rukū‘ahu Bi al-I‘ādah, no. 793]
Oleh karena itu, orang-orang yang melakukan salat tanpa lahirnya ketenangan bagi mereka saat sujud, rukuk, dan berdiri, mereka terbukti sia-sia mengikuti kehendak diri mereka sendiri. Mereka lebih baik bersalat 11 rakaat dengan syarat-syaratnya sebagaimana Nabi kitaSAW bersalat. Al-Bukhārīrh meriwayatkan dari Abū Salamah bin ‘Abd-ir-Raḥmān bahwa dia bertanya kepada Ḥaḍrat ‘Ā’isyahra tentang kaifiat salat Ḥaḍrat NabiSAW pada bulan Ramadan. Ḥaḍrat ‘Ā’isyahra menjawab:
مَا كَانَ رَسُوْلُ اللّٰهِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَزِيْدُ فِي رَمَضَانَ وَلَا فِيْ غَيْرِهِ عَلٰى إِحْدٰى عَشْرَةَ رَكْعَةً، يُصَلِّيْ أَرْبَعًا، فَلَا تَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُوْلِهِنَّ! ثُمَّ يُصَلِّيْ أَرْبَعًا، فَلَا تَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُوْلِهِنَّ! ثُمَّ يُصَلِّيْ ثَلَاثًا.
“Ḥaḍrat RasūlullāhSAW tidak pernah menambah rakaat salat malam, baik pada bulan Ramadan atau bulan yang lain, lebih dari 11 rakaat. Pertama-tama, beliau bersalat 4 rakaat. Jangan tanyakan tentang indah dan lamanya! Kemudian, beliau bersalat lagi 4 rakaat. Jangan tanyakan tentang indah dan lamanya! Kemudian, beliau bersalat 3 rakaat.”[Ṣaḥīḥ al-Bukhārī, Kitāb Ṣalāt at-Tarāwīḥ, Bāb Faḍlu Man Qāma Ramaḍān, no. 2013.]
Bagaimana Cara Puasa Para Penduduk Kutub Selatan dan Kutub Utara?
Para misionaris Kristen mengajukan keberatan bahwa jika agama Islam diperuntukkan untuk penduduk bumi, bagaimana mungkin orang-orang yang tinggal di kedua kutub dapat berpuasa, sedangkan siang dan malam panjangnya sampai 6 bulan. Kita berkata bahwa jawaban bagi pertanyaan ini terdapat dalam Alquran Yang Mulia. Akan tetapi, tidak ada yang membacanya, kecuali orang-orang yang menggunakan akal. Lihatlah! Allah memerintahkan manusia untuk mengusap wajah dan kedua tangannya sampai siku ketika hendak bersalat. Akan tetapi, jika orang itu buntung tangannya, apa hukum yang berlaku atasnya? Secara lahiriah, dia tidak dituntut untuk melaksanakan hukum mengusap tangan ini karena Allah tidaklah menuntut seseorang, kecuali sesuai dengan kemampuannya. Demikian juga, Kita berkata bahwa Allah telah memerintahkan untuk melaksanakan puasa pada bulan Ramadan dengan firman-Nya:
فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ
“Siapa di antara Kalian yang menjumpai bulan Ramadan, dia harus berpuasa.”[Al-Baqarah ayat 186.]
Dengan demikian, daerah yang di sana bulan Ramadan tidak dapat dijumpai, para penduduknya tidak dituntuk untuk berpuasa!
Sedekah ‘Īd al-Fiṭr
Pada hari pertama setelah selesainya bulan puasa, Sang Pembawa SyariatSAW menetapkan hari ‘Īd sebagai hari kelegaan dan kebahagiaan. Karena kebahagian seorang mukmin terletak pada ibadah kepada Allah dan penampakkan keagungan-Nya, Sang Pembawa SyariatSAW telah menetapkan berlakunya salat ‘Īd, yakni salat keenam pada hari itu sebagai satu bentuk penampakan kebersyukuran kepada Allah bahwa Dia telah memberinya taufik untuk melaksanakan kewajiban puasa pada bulan Ramadan. Atas dasar ini, ‘Īd pada hakikatnya diperuntukkan bagi mereka yang berpuasa pada bulan Ramadan dan mendirikan salat pada malam harinya. Kemudian, Sang Pembawa SyariatSAW juga telah menetapkan berlakunya sedekah ‘Īd al-Fiṭr yang setiap orang dari antara mereka diharuskan membayarnya atas dirinya sendiri dan atas keluarganya. Sedekah ini akan dibagi-bagikan kepada orang-orang fakir dan miskin agar kegembiraan semua orang menjadi lengkap nan sempurna. Mereka juga diperintahkan untuk membayarnya sebelum salat ‘Īd supaya tujuan yang dimaksud tadi dapat dipenuhi. Dengan demikian, tidak akan dilihat seorangpun peminta-minta pada hari itu. Seandainya pemerintah mengambil semua sedekah ini dan membagi-bagikannya secara langsung ke tangan orang-orang fakir, niscaya hal ini akan lebih menarik bagi mereka sehingga maksud pembayaran sedekah itu akan lebih mudah terpenuhi.
Penutup
Pada bagian penutup ini, Saya berharap agar saudara-saudaraku kaum muslimin berusaha memahami rahasia-rahasia ibadah, agar mengetahui bahwa kesuksesan, kemenangan, dan keselamatan mereka terletak pada penghidupan syiar-syiar agama, dan agar mengetahui bahwa agama berada di atas segala sesuatu. Hal ini hendaknya tidak asing dalam pikiran mereka bahwa rahasia kejayaan para Sahabatra adalah ibadah-ibadah ini. Mereka arif akan rahasia-rahasianya mengambil faedah darinya dengan sebenar-benarnya. Inilah sebuah contoh kesaksian dari musuh-musuh mereka yang paling keras tentang rahasia kejayaan mereka:
“Heraklius berkata ketika tentaranya yang kalah kembali dari medan perang, ‘Celakalah Kalian! Ada apa Kalian dengan orang-orang yang memerangimu ini? Bukankah mereka juga manusia sepertimu?’ Tentaranya menjawab, ‘Benar.’ Heraklius bertanya lagi, ‘Kalian atau mereka yang lebih banyak jumlahnya?’ Tentaranya menjawab, ‘Kami berlipat-lipat lebih banyak daripada mereka dalam setiap medan.’ Heraklius bertanya lagi, ‘Lantas, mengapa Kalian senantiasa kalah tiap kali bertempur melawan mereka?’ Berkatalah seorang penatua dari antara pembesar-pembesar mereka, ‘Hal ini disebabkan bahwa mereka selalu bersalat pada malam hari, berpuasa pada siang hari, menepati janji, memerintahkan untuk mengerjakan amal baik, melarang mengerjakan perbuatan mungkar, dan saling mengasihi satu sama lain. Di sisi lain, Kita selalu meminum khamar, berzina, mengerjakan hal-hal yang haram, melanggar janji, meluapkan kemarahan, berbuat aniaya, memerintahkan untuk mengerjakan hal-hal yang memancing kemurkaan Allah, melarang mengerjakan apa yang diridai Allah, dan berbuat fasad di muka bumi.’ Heraklius berkata, ‘Engkau telah membenarkan dugaanku.’”[37]
Karena melaksanakan perintah-perintah Alquran Karim inilah para Sahabatra mampu memperoleh kemajuan yang dahsyat. Oleh karena itu, bangunlah dan ikutilah jejak para pendahulumu yang telah melaksanakan perintah-perintah Allah seraya mengetahui rahasia-rahasia dan hikmah-hikmah yang terkandung dalam perintah-perintah itu sehingga mereka berubah menjadi orang-orang yang berjaya!
وَآخِرُ دَعْوَانَا أَنِ الْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ
Jalāl-ud-Dīn Syams Al-Aḥmadī
Ramadan Mubarak 1347 H