Tasikmalaya- SMA Terbuka Al-Wahid, sebuah sekolah menengah atas yang dikelola oleh Jemaat Al-Wahid, berhasil meluluskan 50 peserta didik pada tahun ajaran 2022/2023.
Capaian ini menandai tahun yang sukses bagi sekolah ini dalam memberikan pendidikan melalui program Sekolah Terbuka.
“Pada tahun ajaran 2022/2023, lebih dari 50 peserta didik dilayani oleh 12 Tempat Kegiatan Belajar (TKB) yang tersebar di lingkungan kabupaten Tasikmalaya dan Garut,” ungkap Wakasek Humas SMA Al Wahid, Dodi Kurniawan.
Didirikan pada tahun ajaran 2017/2018 di bawah kepemimpinan Luki Abdurrahman sebagai Kepala SMA Plus Al-Wahid, sekolah ini telah diakui oleh pemerintah provinsi Jawa Barat sebagai salah satu institusi yang melaksanakan program Sekolah Menengah Atas (SMA) Terbuka.
Secara sederhana, SMA Terbuka adalah unit pendidikan formal yang berdiri sendiri dan memberikan pendidikan melalui jarak jauh.
“Sejak awal berdirinya, SMA Terbuka Al-Wahid telah berhasil meluluskan empat angkatan sebelumnya. Jumlah peserta didik yang lulus dari awalnya hanya 13 orang telah meningkat pesat seiring dengan berkembangnya layanan SMA Terbuka,” tuturnya.
“Lebih dari 90% peserta didik SMA Terbuka berasal dari luar Jemaat Al-Wahid dan hampir 100% TKB berada di lingkungan non-Ahmadi,” lanjut Dodi Kurniawan.
Secara umum tidak ada perbedaan antara layanan pendidikan di SMA Terbuka dan SMA Reguler. Peserta didik SMA Terbuka mendapatkan layanan akademik dan non-akademik yang sama, termasuk bantuan dari pemerintah melalui Program Indonesia Pintar (PIP) dan lainnya.
“Lulusan SMA Terbuka memiliki hak sama dalam kelanjutan studi ke perguruan tinggi seperti halnya SMA Reguler. Bedanya terletak pada karakter kemandirian dalam belajar peserta didik yang tercermin dalam layanan pendidikan jarak jauh,”tambahnya.
SMA Terbuka Al-Wahid bekerja sama dengan sumber daya manusia yang ada di TKB. Setiap TKB dijadikan sebagai ruang kelas bagi peserta didik SMA Terbuka. Setiap TKB dikelola oleh seorang guru bina atau pamong, tutor, dan tenaga administrasi.
“Guru bina atau pamong bertindak sebagai wali kelas, sementara tutor lebih kepada co-teacher dalam pembelajaran khususnya saat tidak ada guru kunjung (guru mata pelajaran dari sekolah induk). Kemandirian dalam belajar merupakan jantung dari SMA Terbuka,”jelas Dodi Kurniawan.