Bandung– Lajnah Imaillah Bandung kembali berpartisipasi dalam Pelatihan Pemuka Agama untuk Toleransi dan Keberagamaan 2.2 (PAGUNEMAN 2.2) yang diadakan oleh komunitas Jakatarub dan PSPP Nawangwulan.
Kegiatan ini berlangusng di Hotel Grand Tjokro Bandung pada tanggal 22-23 Mei 2023 dan peserta dibekali ilmu dan kompetensi advokasi dasar dan manajemen konflik seputar isu Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (KBB).
PAGUNEMAN 2.2 adalah seri kegiatan dari agenda serupa beberapa bulan sebelumnya yang menghadirkan pemuka agama senior, guna konsolidasi dan penguatan komitmen dialog lintas agama berkesinambungan merespon tantangan menghadapi tahun politik yang rentan dimanuveri sentimen agama. Terutama melihat fakta di mana Jawa Barat merupakan wilayah dengan pelanggaran KBB yang makin tinggi eskalasinya di tahun 2022 memuncaki daerah lain.
Selain Lajnah Imaillah, peserta kegiatan PAGUNEMAN 2.2 terdiri dari 11 perwakilan organisasi lintas iman lainnya di Bandung Raya diantaranya Gereja Kristen Indonesia (GKI), Gereja Kristen Pasundan (GKP), Gereja Kristen Jawa (GKJ), Puan Hayati Penghayat, Peradah/Hindu, MAKIN/Khonghucu, Fatimiyyah IJABI, UIN Sunan Gunung Djati, Fatayat NU, dan GP Ansor.
Kali ini target peserta difokuskan pada pemuka agama/perwakilan pengurus organisasi keagamaan dengan usia di bawah 35 tahun untuk menjangkau dan melihat perspektif generasi muda.
Hari pertama dimulai dengan pretest, lalu berdoa sesuai agama dan kepercayaannya, kemudian perkenalan singkat dan sharing pengalaman berdakwah yang berkesan.
Beberapa peserta seperti GKP menyampaikan perjuangan panjang dalam upaya melegalkan izin rumah ibadahnya, ketika sekelompok warga menjegal sementara perangkat desa menuruti kemauan massa, bagaimana seorang penghayat yang diharuskan berhijab alih-alih menghormati mayoritas, hingga kisah berliku memperoleh eksistensi sebagai kelompok keyakinan yang tidak diakui.
Tak ayal, beragam kisah tersebut menumbuhkan rasa solidaritas sepenanggungan satu dalam perbedaan.
Masuk materi pertama mempelajari aspek dan situasi KBB di Indonesia. Dalam faktor internum, sejatinya tidak ada yang membatasi hak seseorang memeluk agama dan keyakinannya di ranah privat.
Namun, secara eksternum ada aturan dan ketertiban masyarakat yang harus dijaga. Batasan inilah yang kerap menjadi dalih oleh para oknum untuk membenarkan tindakan intoleran. Dibuktikan dengan suguhan data bahwa aktor negara tercatat lebih banyak menjadi pelaku pelanggar KBB yang terstruktur.
Lanjut pemutaran video refleksi peristiwa pelanggaran KBB yang ternyata berisi kesaksian korban tragedi Cikeusik. Setelahnya, suasana berubah menjadi tegang sekaligus pilu.
Beberapa peserta mengaku baru mengetahui dan tidak menyangka atas kekejian sesungguhnya yang terjadi dalam tragedi tersebut.
Meskipun begitu, mereka salut dengan kebesaran hati anggota Jemaat Ahmadiyah Indonesia yang meskipun dipersekusi, tapi tetap unggul dalam aksi-aksi kemanusiaan, ungkap peserta dari Puan Hayati.
“Jemaat Ahmadiyah mendapat penghargaan pendonor darah terbanyak di Indonesia ya, Teh? tanya Romo Risdo, sang pemateri, mengkonfirmasi.
“Ya, Alhamdulillah, kami juga dianugerahi rekor MURI sebagai komunitas pendonor mata terbesar berkesinambungan di Indonesia,” terang Lajnah Imaillah. Mendengar tentang donor mata ini, peserta dari Fatimiyyah lantas tertarik hingga bertanya lebih lanjut sepintas tentang program tersebut.
Peserta kemudian dibagi menjadi 2 kelompok untuk diskusi secara terfokus dan mempresentasikan pendapatnya hingga selesai di sore hari. Selepas kegiatan, peserta dibagi 2 orang per kamar untuk menginap di lokasi. Perwakilan LI berpasangan dengan Puan Hayati. Sambil santap malam, peserta saling bercengkrama mengenal dalam keakraban tanpa sekat SARA.
Hari kedua, menyambung diskusi pendekatan tanpa permusuhan selain HAM dalam upaya menemukan titik temu pada basic need, melepas posisi yang menghambat terciptanya kerukunan hidup berdampingan.
Melalui alternative dispute resolution, kita dilatih menjadi negosiator dan mediator ketika menangani konflik agar menjadi konstruktif dengan mengumpulkan fakta, bersikap terbuka, mengimbangi penilaian, dan memahami berbagai perspektif.
Dengan bekal pelatihan ini, diharapkan para peserta pemuka agama mampu melakukan negosiasi maupun mediasi, menyusun strategi advokasi minimal untuk melindungi keberlangsungan hak KBB umatnya.
Pada penghujung acara, moderator memberi kesempatan untuk menyampaikan pesan dan kesan. “Di sini semua bisa hadir dengan identitas seutuhnya tanpa merasa dihakimi. Selain membuka ruang dialog dan menambah relasi, ilmu selama pelatihan ini akan berguna bagi pemuka agama untuk menjadi corong perdamaian,” Lajnah Imaillah menjelaskan.
“Gerakan ini sangat baik terutama dengan keterlibatan kaum muda, tak lain pula sejalan dengan nasihat Khalifah, suatu bangsa tidak dapat direformasi tanpa reformasi pemudanya. Harapannya agar kegiatan serupa bisa terus berkelanjutan, bisa berupa kumpul informal untuk lebih mencairkan suasana bagi para pemuda. Dengan adanya keakraban demikian akan mengurangi potensi gesekan, meskipun diterpa disinformasi isu agama,” demikian disampaikan Lajnah Imaillah.
Peserta kembali berpendapat di sesi RTL mengerucutkan isu yang diangkat untuk tindak lanjut segera dalam 1 bulan ke depan yaitu, pemuka agama turut memastikan dan mengawasi pemilu 2024 bebas politik identitas dan meningkatkan literasi dan partisipasi kaum muda sebagai pemilih pemula.
Gagasan ini dituangkan dalam wujud dialog yang mempertemukan para alumni pertemuan lintas iman antar CSO, pemuka agama, dan media-media sembari memperingati Hari Lahir Pancasila.
Dirangkai kemudian dengan puncak acara berupa deklarasi lintas agama, talkshow, dan aksi kemanusiaan.
Menyambut gerakan ini, Lajnah Imaillah Bandung diharapkan kembali berkolaborasi menerjunkan pemuda-pemudinya.
Kontributor: Amatul Shafi
Editor: Talhah Lukman Ahmad