Saya yakin bahwa kebebasan beragama yang kita nikmati hari ini tidak akan ada tanpa adanya pemisahan secara menyeluruh antara urusan agama dan negara dan penyampaian pendapat yang berbeda dalam masyarakat. Itulah sebabnya kita perlu melindungi kebebasan beragama dalam rangka untuk menghindarikan diri terjatuh ke dalam situasi yang sama.
AMERIKA SERIKAT – Ketika banyak orang di seluruh dunia akan merayakan awal tahun baru bersama keluarga dan teman-teman mereka, tidak semua orang memiliki kebebasan melaksanakan hal tersebut, terutama bagi kaum minoritas Kristen di negara-negara mayoritas Muslim dan minoritas Muslim di tempat-tempat seperti Pakistan dan Myanmar, dimana mereka kurang mendapatkan kebebasan beragama untuk merayakan atau untuk menjalankan keimanan mereka.
baca juga: [feed url=”http://warta-ahmadiyah.org/tag/kebebasan-beragama/feed/” number=”3″]
Masalah hak asasi manusia yang paling mendasar, kebebasan beragama, telah ditiadakan untuk beberapa orang Kristen dan Muslim dan tampaknya nasib kelompok agama minoritas ini semakin parah. Salah satu contohnya adalah kondisi yang memprihatinkan Kristen Koptik di Mesir dan nasib orang Kristen di Suriah dan Irak. Demikian pula, Muslim Ahmadiyah telah ditentang selama lebih dari 30 tahun di Pakistan. Bagaimana dengan Muslim Rohingya di Myanmar?
Sayangnya, banyak dari kasus penganiayaan agama ini justru terjadi di negara-negara Muslim, dan dengan demikian pertanyaan yang jelas adalah: Apa yang Rasulullah sabdakan atau contohkan tentang menghormati agama lain? Sejarah mencatat bahwa beliau menawarkan masjid umat Islam kepada para delegasi Kristen dari Najaran untuk melaksanakan kebaktian. Selain itu, Nabi Muhammad hijrah dari penganiayaan agama di Mekah dan tinggal di tengah-tengah orang-orang Kristen, Yahudi dan orang kafir di Madinah. Akhirnya, jika Al-Quran (2: 257) dengan jelas menyatakan bahwa tidak ada paksaan dalam agama, mengapa beberapa negara Muslim menjadi sangat intoleran terhadap kelompok agama minoritas lainnya?
Tak terhitung banyaknya orang yang di persekusi dengan tuduhan penistaan agama yang tak berdasar yang dilontarkan terhadap mereka yang tidak bersalah di dunia Muslim. Jika lebih dari 1.400 tahun yang lalu, Al-Qur’an dan Rasulullah menunjukkan bahwa koeksistensi dengan agama lain itu adalah sangat penting bagi integrasi sosial dan kemajuan masyarakat, mengapa beberapa negara Muslim justru membatasi kebebasan agama orang lain?
Yang paling penting adalah kita harus sangat bersyukur bahwa kita hidup di Amerika Serikat di mana kita dapat mempraktekkan agama kita tanpa ada batasan. Tidak semua orang di dunia saat ini, bahkan di masa Nabi Muhammad di Mekah bisa menikmati hak istimewa ini. Saya yakin bahwa kebebasan beragama yang kita nikmati hari ini tidak akan ada tanpa adanya pemisahan secara menyeluruh antara urusan agama dan negara dan penyampaian pendapat yang berbeda dalam masyarakat. Itulah sebabnya kita perlu melindungi kebebasan beragama dalam rangka untuk menghindarikan diri terjatuh ke dalam situasi yang sama.
Marilah kita alihkan pandangan pribadi dan politik kita dari agama dan marilah kita berhenti mengolok-olok Islam. Sebelum kita kembali ke ajaran yang benar dari toleransi dan cinta pada sama lain dan menolak sikap keangkuhan dan politik yang tidak toleran dari beberapa pemuka agama, kita tidak akan dapat mengubah gelombang radikalisasi dan masalah sosial lainnya. Harus ada pemisahan yang jelas antara fungsi negara dan kegiatan keagamaan, untuk menjamin bahwa kebebasan beragama dan berkelompok akan berkembang.
Selama lebih dari satu abad, Jamaah Muslim Ahmadiyah telah memperjuangkan kebebasan beragama dari agama lain walaupun mereka sendiri menjadi korban penganiayaan berbasis agama. Demikian juga, kami mendorong saudara-saudara Kristen di Barat untuk mendukung maksud dan tujuan ini untuk membantu kelompok-kelompok agama minoritas di seluruh dunia dapat beribadah dengan damai. Hanya dengan terjaminnya kebebasan beragama bagi semua orang, kita dapat mengharapkan terwujudnya kedamaian pada tahun 2017.
Seidu Malik adalah sekretaris jenderal kelompok the Research Triangle dari komunitas Muslim Ahmadiyah di Chapel Hill.
Sumber: The News & Observer
Alih bahasa: Fadhil Ahmad Qamar
Editor: Irfan S. Ardiatama