YOGYAKARTA – Direktur Utama (Dirut) LP4C Dria Manunggal Drs. Setia Adi Purwanta, M.Pd menyayangkan kurangnya perhatian pemerintah kepada warga difabel, terutama dalam hal aksebilitas peribadatan.
Dalam diskusi bertema “Perwujudan Aksesibilitas Peribadatan Bagi Difabel”, Kamis (21/1) ia menjelaskan bahwa diskriminasi dalam kehidupan beragama dan berkeyakinan tersebut antara lain terlihat pada bangunan rumah ibadah, metode, sarana, dan media penyiaran ajaran yang hanya disediakan bagi mayoritas bukan warga difabel.
Sementara itu Kepala Badan Sosial DIY, Drs. Untung Sukaryadi MM mengatakan selama ini pihaknya dalam melayani hak – hak difabel belum sampai ke ranah aksesibilitas terakit bangunan tempat ibadah karena kurangnya pembahasan dan kajian.
“Di Yogyakarta satu – satunya masjid yang ideal bagi penyandang disabilitas adalah mesjid kampus UIN Sunan Kalijaga karena di sana ada Pusat Studi Difabel,” ungkapnya.
Mengenai petisi yang digagas oleh sejumlah ormas, tokoh masyarakat, dan tokoh agama, ia akan menyampaikannya ke pemerintah pusat. Pihak Majelis Ulama Indonesia (MUI) berencana mengeluarkan fatwa semacam “fiqh” khusus difabel untuk memberi pengetahuan kepada masyarakat baik difabel dan non- difabel mengenai aksesibilitas dan hukum agama. Selain itu ada wacana untuk penggunaan surat nikah “Braille” serta memperbanyak kitab suci dengan huruf “Braille”.
Dalam diskusi yang juga dihadiri sejumlah tokoh agama dan perwakilan Jamaah Ahmadiyah Yogyakarta tersebut Kepala Badan Sosial berjanji akan merevisi Perda mengenai hak – hak difabel sekaligus memberi beberapa fasilitas ke pihak terkait.
Kontributor : Tim ARH Library
Editor : Talhah Lukman Ahmad