Tasikmalaya – Perempuan Ahmadiyah Jabar 7 menghadiri kegiatan Dialog Kebangsaan yang diselenggarakan oleh Fatayat NU Tasikmalaya, di Gedung Pertemuan Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 2 Cipasung, Singaparna, Kab. Tasikmalaya, pada Minggu (11/12)
Acara dengan tema “Dialog Lintas Iman dalam Mengantisipasi Politik Identitas Menjelang Pemilu” tersebut dihadiri oleh 100 orang dari berbagai komunitas dan organisasi, diantaranya Sunda Wiwitan, IJABI, Aisyiyah Muhammadiyah, Lajnah Imaillah Ahmadiyah, Wahidiyah dll.
Dina Widianti, Waketda Jabar 7 menyambut antusias acara dialog ini. Ini kali kedua Lajnah Jabar 7 terlibat dalam acara bersama Fatayat NU. Selain silaturahmi yang semakin harmonis, berkat pertemuan dan dialog, hubungan antar organisasi di Tasikmalaya menghasilkan komitmen yang lebih baik.
“Komitmen untuk selalu menjaga persatuan, saling menghormati, menghargai, dan tidak mudah terprovokasi. Semoga dengan adanya kegiatan seperti ini, isu politik identitas yang biasa diembuskan menjelang pemilu dapat diatasi bersama-sama tanpa ada pihak yang dirugikan,” harap Dina.
Lilik Latifah, selaku Ketua PC Fatayat NU Kab. Tasikmalaya menyampaikan bahwa ia merasa bahagia dapat duduk bersama dengan ragam komunitas lintas iman untuk berdialog dan menyamakan komitmen untuk menjunjung persatuan dan perdamaian dalam menghadapi Pemilu 2024. Secara khusus, Lilik juga menyapa anggota Lajnah Jabar 7 yang hadir saat itu.
“Selamat datang kepada rekan-rekan dari komunitas Bhineka Tunggal Ika, dari Lajnah Ahmadiyah, kami bahagia bisa duduk bersama komunitas lintas iman, lintas pemahaman, untuk mencari solusi bagaimana kita meredam gejolak-gejolak yang menimbulkan perpecahan di masyarakat terutama menjelang Pemilu 2024.”
Politik identitas adalah cara berpolitik yang mengedepankan symbol golongan tertentu berdasar identitas yang sama, baik itu gender, agama, keyakinan, atau suku bangsa untuk meraih simpati public hingga bisa meraup banyak dukungan.
Hj. Neng Ida Nurhalida M.Pd selaku narasumber dari MUI Kab. Tasikmalaya berharap agar tidak terjadi praktek politik identitas yang memecah belah persatuan dan menghilangkan toleransi di Tasikmalaya.
Pertukaran pelajar dengan negara lain berfokus pada pembelajaran kemanusiaan dan menghargai perbedaan. Think globally, act locally sehingga generasi muda memiliki wawasan global dalam menyikapi banyak perbedaan di masyarakat tapi dapat bertindak local sesuai dengan kearifan yang dipahami dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia.
Sementara itu, narasumber dari Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) KH. Edeng ZA mengingatkan bahwa Indonesia bukanlah negara agama, bukan pula negara sekuler. Karena itu setiap warga negara seharusnya mempunyai kesadaran dan kedewasaan dalam menyikapi setiap perbedaan.
Selain rentan menciptakan intoleransi, konstelasi politik juga rentan menciptakan konflik. Berdasarkan data yang disampaikan Piping Noviati, narasumber dari Kesbangpol Tasikmalaya, konflik cenderung meningkat 4 bulan pra pemilu dan 2 bulan pasca pemilu.
Menyikapi hal tersebut, Piping menyarankan agar Dialog Kebangsaan dapat menghadirkan generasi milenial. Di Tasikmalaya sendiri, 45% pemilih pada Pemilu 2024 berasal dari generasi milenial yang dikhawatirkan akan rentan terhadap black campaign yang berujung pada perpecahan persatuan dalam kehidupan bermasyarakat.
Tentu saja, untuk mewujudkan kedamaian, kerukunan, dan persatuan itu memerlukan peran dari semua elemen, baik masyarakat, komunitas, organisasi, serta instrumen pemerintah. Oleh karena itu, Pengurus Wilayah (PW) Fatayat NU Jawa Barat, Hirni Kifa Hazefa S.Pd., M.I.Kom mengajak kepada segenap pengurus dan anggota Fatayat NU untuk bersatu menggandeng komunitas, organisasi, maupun pemerintah dalam mewujudkan cita-cita hidup rukun dan damai, tanpa perpecahan.
“Tidak ada langkah keseribu jika tidak ada langkah pertama. Fatayat sebagai organisasi dinamis perlu bersatu, bukan hanya di internal Fatayat NU saja, tapi bersatu bersama seluruh masyarakat, pemerintah, serta organisasi yang lain untuk menjaga persatuan dalam hidup berbangsa dan bernegara, serta mewujudkan hidup damai dan rukun.”
Agenda Dialog Kebangsaan mendapat sorotan positif dari Ketua Forum Bhineka Tunggal Ika, Asep Rizal Asyari. Beliau berterimakasih kepada Fatayat NU, dengan adanya dialog ini, komunitas FBTI dapat duduk bersama berkontribusi memberikan solusi agar Tasikmalaya terbebas dari perpecahan akibat politik identitas.
Asep juga berharap instrument pemerintah serta organisasi di Tasikmalaya dapat menjalin hubungan lebih baik lagi dengan komunitas yang kerap termarginalkan seperti Sunda Wiwitan, Wahidiyah, Ahmadiyah, IJABI, serta non muslim. Dalam kesempatan tersebut, Asep juga mengungkapkan bahwa satu-satunya komunitas yang menyatakan siap untuk memenuhi kebutuhan kornea mata di Indonesia hanyalah Ahmadiyah. Kebutuhan 4 juta kornea mata di Indonesia, 2 ribu diantaranya telah terpenuhi oleh calon donor mata dari Ahmadiyah Tasikmalaya.
“Mari kita bangun kebersamaan di dalam perbedaan. Saya berbicara dialog kebangsaan, bukan dialog keyakinan. Indonesia dibangun dari DNA keragaman, sampai kiamat pun akan terus ada perbedaan. Semoga Bhineka Tunggal Ika akan terus terjaga, jangan sampai menjadi Bhineka Tunggal Luka,” pesan Asep Rizal.
Kontributor: Rahma Candra