Untuk memadamkan api Islamophobia dan segala kesalahpahaman mengenai pesan-pesan damai Islam, Pimpinan Jamaah Ahmadiyah se Dunia, Khalifah ke-5, Yang Mulia Hazrat Mirza Masroor Ahmad, telah berbicara secara langsung kepada para kepala negara
Berdasarkan laporan PBB dalam kurun waktu 2 tahun, 18.802 warga sipil telah terbunuh, sedangkan 36.245 lainnya mengalami luka2 di Iraq. Seluruh korban tersebut dikaitkan dengan serangan-serangan ISIS. Daftar korban terus bertambah dimana 90 orang dari kalangan Syiah menjadi korban tewas dalam serangan teror di Baghdad kemarin.
Disaat ISIS terus menerus melakukan kerusakan di Suriah, Iraq, serta berbagai belahan dunia lainnya dengan mengatasnamakan Islam, para politisi serta oknum-oknum media justru semakin mengobarkan munculnya Islamophobia yang kini terus menyebar. Akhir-akhir ini sebuah buku tahunan sekolah menengah di Rancho Cucamonga, California salah menyebut seorang siswi Muslim sebagai Isis Phillips. Siswi berusia 17 tahun tersebut, Bayan Zahlif, adalah seorang Muslimah yang menggunakan kerudung. Meskipun sekolah telah mengklarifikasi bahwa kesalahan tersebut tidaklah disengaja maupun memiliki maksud tertentu, wanita muda tersebut merasa sangat terganggu mengetahui dirinya telah diasosiasikan dengan sebuah kelompok kriminal. Pada kesempatan lain, seorang mahasiswa dari University of California di Berkeley diinterogasi karena salah seorang penumpang di perjalanan mendengarnya mengucap Insya Allah yang mana berarti “Jika Allah Menghendaki”.
Untuk memadamkan api Islamophobia dan segala kesalahpahaman mengenai pesan-pesan damai Islam, Pimpinan Jamaah Ahmadiyah se Dunia, Khalifah ke-5, Yang Mulia Hazrat Mirza Masroor Ahmad, telah berbicara secara langsung kepada para kepala negara serta berbagai figur-figur politik terkemuka di seluruh Eropa. Pada 9 Mei 2016, Yang Mulia Hazrat Mirza Masroor Ahmad menjadi keynote speaker atau pembicara utama pada acara yang diselenggarakan atas nama beliau di Hotel Hilton, Copenhagen, Denmark.
Lebih dari 125 politisi, akademisi, dan pemimpin-pemimpin komunitas menghadiri acara bersejarah tersebut, termasuk pula H.E. Mr. Bertel Haarder, Menteri untuk Hubungan Kebudayaan dan Menteri untuk Hubungan-hubungan antar Gereja. Dalam daftar tamu yang hadir termasuk pula Walikota Lolland, Hon. Holger Schou Rasmussen, serta para Anggota Parlemen, Hon. Ulla Sandbaek, Hon. Jan Messman, dan Hon. Josephine Fock.
Hudzur dalam pidato beliau membantah segala tuduhan bahwa Islam adalah agama penuh kekerasan dengan menyatakan: “serangan utama yang ditujukan kepada umat Islam adalah bahwa agama Islam disebarkan melalui pedang. Tuduhan ini benar-benar tidak berdasar dan tentunya sangat jauh dari kebenaran. Seluruh peperangan yang dilakukan selama masa hidup Rasulullah SAW dan keempat Khulafaur Rasyidin yang meneruskan kepemimpinan beliau, seluruhnya bersifat melindungi diri atas peperangan yang dikobarkan musuh terhadap mereka.”
Dengan berdasar pada pemalsuan karakter Nabi Muhammad SAW, Hudzur bersabda: “bahkan di Denmark, pada benerapa tahun yang lalu, ada beberapa kartun yang digambar dengan tujuan menghina Rasulullah SAW dengan menggambar beliau (yang bahkan telah dilarang Allah Ta’ala), seolah-olah sebagai figur pemimpin haus kekuasaan dan gemar berperang. Penggambaran yang sesat terhadap Rasulullah Muhammad SAW ini telah menyalahi sejarah serta jauh dari kebenaran. Kenyataan yang sebenarnya adalah Rasulullah SAW seumur hidup beliau menjadi abdi yang selalu terikat dengan usaha menciptakan perdamaian serta penegakan hak asasi manusia.”
Dalam pidato beliau, Hudzur mengecam dengan tegas segala bentuk terorisme dan ekstrimisme sebagai bentuk aksi “kebencian dan ketidakwarasan” dan menjelaskan bahwa berbagai aksi semacam itu samasekali tidak memiliki hubungan dengan ajaran Islam. Hudzur juga mengecam berbagai negara non-Muslim yang mengadopsi “kebijakan-kebijakan yang tidak adil”.
Dalam kesimpulannya, Hudzur berpesan “semoga kita segera bangkit dari konflik yang tengah berkecamuk kearah masa depan yang cerah dan lebih baik dimana seluruh bangsa dan negara dapat hidup berdampingan dengan damai berdasarkan cinta, kasih sayang dan kemanusiaan yang berkelanjutan.”
Sumber: The Times of Ahmad
Alih Bahasa: Irfan S. Ardiatama