Film Where Do We Go Now? yang diliris pada tahun 2011 ini menceritakan bagaimana usaha kaum Ibu di desa tersebut untuk mempertahankan perdamaian yang telah tercipta sejak puluhan tahun yang lalu.
JAKARTA – Lajnah Imaillah Kebayoran menghadiri undangan Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP) dalam pemutaran film, diskusi, dan makan malam bersama, Kamis (11/2/2016) di kantor ICRP, Jakarta Pusat.
Tim Kebayoran yang terdiri dari 2 anggota Anshar dan 3 Lajnah Imaillah membawa beberapa makanan ringan ke acara yang juga dihadiri anggota Jamaah Ahmadiyah Jakarta Pusat dan Depok, serta Bapak Zafrullah Ahmad Pontoh.
Acara dibuka dengan sambutan dari moderator dan sebuah film yang berjudul “Where Do We Go Now?“ Film berlatar belakang sebuah desa yang terdapat di Lebanon pada tahun 1998. Film Where Do We Go Now? yang diliris pada tahun 2011 ini menceritakan bagaimana usaha kaum Ibu di desa tersebut untuk mempertahankan perdamaian yang telah tercipta sejak puluhan tahun yang lalu.
Baca juga:[feed url=”http://warta-ahmadiyah.org/tag/icrp/feed” number=”3″]
Penghuni desa tersebut beragama Islam dan Nasrani. Mereka hidup berdampingan dengan damai. Konflik dimulai ketika TV sumbangan salah satu penduduk desa untuk dipergunakan bersama dengan seluruh warga desa. Pada saat itu terjadi konflik antara pemeluk agama Islam dan Kristen. Terjadi baku tembak dan saling membunuh. Dan mulailah muncul salah paham antara antar warga desa yang mengait-ngaitkannya dengan agama.
Setelah film usai para peserta diminta pendapatnya tentang film tersebut. Zafrullah Ahmad Pontoh berpendapat jika cara tersebut tidak bisa dipakai di Indonesia.
“Kita harus pakai cara yang sesuai dengan adat kita. Seorang Ibu dari Kristiani sangat mengagumi kebesaran hati seorang Ibu yang rela menekan kesedihannya karena meninggal anaknya sebagai korban konflik agama di desa lain,” ujarnya.
Sebelum makan malam ada pembacaan doa makan bersama dari agama Islam, Kristen, Budha dan agama Leluhur. Untuk agama Islam dipimpin oleh Bapak Zafrullah Ahmad Pontoh. Beliau mengatakan kalau di Islam kami berdoa masing-masing ketika hendak mulai makan,
“Kita mendoakan acara yang telah selesai dilaksanakan dan untuk perdamaian di Indonesia,” tambah beliau.
Makan malam berlangsung dengan suasana yang akrab. Walau belum saling mengenal dan berbeda agama tapi langsung terjalin suasana keakraban.
Kontributor: Jihan Syaffina
Editor: Talhah Lukman Ahmad & Rām DMX