Bandung– Lajnah Imaillah Bandung kembali menghadiri undangan acara Wakening Interfaith Initiative (WIFI) 2.2: Terkoneksi untuk Toleransi di Bandung Raya.
Acara yang sama dilaksanakan satu tahun yang lalu. WIFI kembali diselenggarakan oleh Jaringan Kerja Antar Umat Beragama (Jakatarub), pada Kamis 1 Juni 2023 bertempat di Kuliner Design’ic Jl. Cingised Nomor 89, Kota Bandung.
Kegiatan tersebut merupakan ruang bertumbuh bagi orang muda untuk menggerakkan dialog yang kreatif, kritis, dan konstruktif.
Tentunya dengan pendekatan hak asasi manusia dan tanpa permusuhan yang akan mendasarinya.
Sebagaimana namanya, wifi dapat menghubungkan orang-orang yang terpisah yang kini
terkoneksi untuk aksi yang lebih dekat dengan sehari-hari.
Peserta kegiatan selain dari Lajnah Imaillah yang diwakili oleh Liana S. Syam dan Amatul Shafi, juga hadir pemuka agama dari komunitas perempuan lainnya seperti Puanhayati, Fatimiyah IJABI, Fatayat NU, PERADAH, GKP, GKI serta pemuka agama lainya dan orang muda dari berbagai lintas iman di Kota Bandung.
Menurut koordinator panitia, menyebutkan kegiatan ini sengaja dilaksanakan tepat di hari lahirnya Pancasila, sebagai perwujudan Bhineka Tunggal Ika.
“Meramaikan hari Pancasila sebagai perwujudan Bhineka Tunggal Ika dengan berdiskusi untuk memanusiakan manusia,” ungkap Alfi Panduwinata.
Kegiatan yang dikemas dalam tajuk ‘Cafe Humanity’ tersebut, para peserta mengenal isu-isu kemanusiaan.
Ada 3 isu yang dibahas dalam Cafe Humanity ini yakni, isu kekerasan terhadap perempuan dengan narasumber yang diwakili oleh komunitas Bale Istri, isu dengan orang disabiitas narasumber diwakili oleh kominitas Bumi Disabilitas dan isu trans gender yang diwakili oleh komunitas Puzle dan Srikandi Pasundan.
Sebagaimana wifi yang saling terkoneksi dan berinteraksi langsung dengan para narasumber, para peserta selain mengenal perbedaan juga memahami ketiga isu tersebut dari narasumbernya langsung.
Setelah kegiatan diskusi di cafe humanity, panitia meminta 3 testimoni dan harapan bagi komunitasnya yang diwakili 3 pemuka agama komunitas perempuan yang diwakili oleh Lajnah Imaillah, Fathayat NU dan Fatimiyah IJABI.
“Dari hasil diskusi tadi satu hal yang dapat saya simpulkan, bahwa mewujudkan lingkungan yang damai, perbedaan harus dihormati. Walaupun berbeda namun dapat memberikan kebermanfaatan bagi manusia lainnya dan lingkungannya,” ungkap Liana dari Lajnah Imaillah.
Lain lagi yang diungkapkan oleh Fatayat NU, narasi yang disampaikan narasumber berbeda dengan di luaran.
“Lebih mengetahui mengapa bisa berbeda dari narasumbernya langsung. Ternyata isu-isu tersebut berbeda dari narasi dalam literatur-literatur yang telah dibaca. Insyaallah yang didapat hari ini akan saya sampaikan kepada para mahasiswa,” jelas Irma.
“Setelah mengetahui dari penjelasan diskusi tadi, bahwa perbedaan menumbuhkan empati. Diskusi seperti ini sebaiknya diadakan juga ke sekolah-sekolah agar rasa empati dan toleransi tumbuh juga dikalangan anak-anak remaja,” terang Rini dari Fatimiyah IJABI.
Setelah acara diskusi mengenal isu kemanusiaan dalam Cafe Humanity, peserta kembali berdialog antara orang muda bersama pemuka agama lintas generasi dan dari berbagai latar belakang.
Tujuannya guna mendesain kegiatan kolaborasi dan merumuskan deklarasi pemilu damai dalam konteks advokasi kebebasan beragama dan berkeyakinan di Bandung raya.
Kontributor:Liana S. Syam
Editor: Talhah Lukman Ahmad
Alhamdulillah… Mubarak li bandung semoga selalu berjaya..