وَمَنْ يَّعْمَلْ سُوْۤءًا اَوْ يَظْلِمْ نَفْسَهٗ ثُمَّ يَسْتَغْفِرِ اللّٰهَ يَجِدِ اللّٰهَ غَفُوْرًا رَّحِيْمًا
“Dan barangsiapa yang melakukan keburukan atau menganiaya dirinya, kemudian ia memohon ampun kepada Allah, ia akan mendapati Allah itu Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (QS. An-Nisa: 111)
Tobat adalah perbuatan mengadakan perubahan yang sempurna dalam kehidupan seseorang, berpaling sepenuhnya dari kehidupannya pada masa yang lampau.
Tobat juga berarti penyerahan dengan tulus ikhlas, benar-benar dan sejujur-jujurnya atas segala kealpaan di waktu yang sudah-sudah dengan satu tekad kuat untuk sepenuhnya menjauhi segala keburukan dan melakukan amal-amal baik, serta membalas segala kesalahan-kesalahan yang diperbuatnya terhadap orang lain.
Sebagaimana firman Allah Ta’ala:
اِلَّا مَنْ تَابَ وَاٰمَنَ وَعَمِلَ عَمَلًا صَالِحًا فَاُولٰۤىِٕكَ يُبَدِّلُ اللّٰهُ سَيِّاٰتِهِمْ حَسَنٰتٍۗ وَكَانَ اللّٰهُ غَفُوْرًا رَّحِيْمًا
“Kecuali mereka yang bertobat dan beriman serta beramal saleh, maka mereka itulah yang Allah akan mengubah keburukan-keburukan mereka menjadi kebaikan-kebaikan. Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang. (QS. Al-Furqon: 71)
Ayat diatas menunjukan bagaimana Allah Ta’ala akan memberikan hukuman atau azab kepada orang-orang yang melakukan perbuatan-perbuatan yang menyebabkan ia berdosa. Namun, Dia juga akan menerima ampunan terhadap orang-orang yang mengubah dirinya ke arah yang lebih baik. Perubahan-perubahan itu terjadi sebagai dampak dari diutusnya sang mentari pembawa cahaya terang benderang, Nabi Muhammad SAW, yang mengantarkan manusia dari dunia yang gelap kepada dunia terang benderang melalui Islam, agama yang menjadi petunjuk untuk meraih keselamatan dan kedamaian.
Menurut Islam pintu tobat selamanya tetap terbuka. Orang-orang yang berdosa dapat bertobat bahkan di saat menghembuskan nafas penghabisan, manusia sama sekali tidak luput dari najat (keselamatan). Kecuali jika seseorang bersikeras dalam keingkaran terhadap kebenaran, maka ia sendiri dengan sengaja memilih untuk menutup tobat baginya.
Al-Quran syarif menjelaskan:
فَاَمَّا مَنْ تَابَ وَاٰمَنَ وَعَمِلَ صَالِحًا فَعَسٰٓى اَنْ يَّكُوْنَ مِنَ الْمُفْلِحِيْنَ
“Tetapi orang yang bertobat dan beriman serta beramal saleh, semoga ia akan termasuk orang-orang yang memperoleh kebahagiaan.” (QS. Al-Qasas: 68)
Tobat dapat menjadi sarana najat (keselamatan) seseorang, dengan diiringi amalan-amalan saleh yang akan merevolusi dirinya menjadi pribadi yang lebih bermanfaat. Cara itu akan menarik karunia Sang Maha Pemberi Karunia.
Untuk meraih makna tobat yang hakiki, terdapat beberapa syarat yang harus dipahami. Diantaranya, tobat harus dilakukan dengan penuh keikhlasan, tanpa pamrih, permohonan ampunan yang dilakukanya tidak mengandung unsur pemaksaan dari orang lain namun datang dari kesadaran sendiri dan hanya berharap apa yang dilakukannya diterima oleh Sang Khaliqnya.
Kemudian, menyesali dosa yang pernah dilakukan. Adanya penyesalan dalam diri (nafs lawwamah) akan menghantarkan ke pintu pertobatan.
Segera berhenti dari perbuatan maksiat. Menyadiri perbuatan (maksiat) yang telah dilakukan dan bertekad keras untuk tidak mengulanginya di masa mendatang akan menimbulkan kehidupan yang lebih baik.
Kesempatan tobat bagi manusia sejatinya selalu terbuka selama ia berkeinginan untuk menjadikan dirinya menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Sesungguhnya Allah Ta’ala akan menerima tobat seseorang (hamba) selagi nyawanya belum sampai di tenggorokannya. (HR. Tirmidzi).
Memohon ampunan atas kezaliman yang pernah dilakukan oleh seorang hamba akan meraih kasih dan sayang Allah. Tentu dengan usaha yang sungguh-sungguh, memperbaiki dirinya dan memohonkan ampunan atas kekhilafan dan dosa yang telah dilakukan sebelumnya.
Sebagaimana dijelaskan dalam firman-Nya:
فَمَنْ تَابَ مِنْۢ بَعْدِ ظُلْمِهٖ وَاَصْلَحَ فَاِنَّ اللّٰهَ يَتُوْبُ عَلَيْهِ ۗاِنَّ اللّٰهَ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ
“Tetapi barangsiapa bertobat sesudah melakukan kezaliman itu dan memperbaiki diri, maka sesungguhnya Allah akan kembali kepadanya dengan penuh kasih, sesungguhnya Allah maha Pengampun, Maha Penyayang. (QS. Al-Maidah: 40)
Ada berbagai macam tobat yang dapat dilakukan oleh manusia. Diantaranya, taubat secara lisan dengan mengucapkan Astaghfirullaahal-Adziim (aku memohon ampun kepada Allah, Allah yang maha Agung). Sebagaiamana sabda nabi Muhammad SAW, “Demi Allah, sesungguhnya aku ini meminta ampun kepada Allah (beristighfar) dan bertobat kepada-Nya dalam sehari sebanyak 70 kali.” (HR. Bukhari) dan “Sebaik-baik ummatku yaitu mereka jika berbuat dosa/keburukan lalu mengucapkan istighfar (memohon ampunan Allah).” (HR. Thabrani)
Tobat dalam hati, komitmen atau tekad dalam hati untuk tidak melakukan perbuatan yang berdosa. “Jika kamu berdosa, hingga dosamu mencapai puncak langit lalu kamu bertobat kepada Allah, maka Allah akan mengampunimu.” (HR. Ibnu Majah).
Tobat dengan diiringi melakukan perbuatan Baik. “Susulkan dosa dengan kebaikan, niscaya kebaikan itu akan menghapusnya”. (H.R. Tirmidzi).
Tobat (nasuha), yakni bertobat kepada Allah, berjanji kepada Allah (Yang Sempurna). Sebagaimana firman-Nya:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا تُوْبُوْٓا اِلَى اللّٰهِ تَوْبَةً نَّصُوْحًاۗ عَسٰى رَبُّكُمْ اَنْ يُّكَفِّرَ عَنْكُمْ سَيِّاٰتِكُمْ وَيُدْخِلَكُمْ جَنّٰتٍ تَجْرِيْ مِنْ تَحْتِهَا الْاَنْهٰرُۙ يَوْمَ لَا يُخْزِى اللّٰهُ النَّبِيَّ وَالَّذِيْنَ اٰمَنُوْا مَعَهٗۚ نُوْرُهُمْ يَسْعٰى بَيْنَ اَيْدِيْهِمْ وَبِاَيْمَانِهِمْ يَقُوْلُوْنَ رَبَّنَآ اَتْمِمْ لَنَا نُوْرَنَا وَاغْفِرْ لَنَاۚ اِنَّكَ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ
“Hai orang-orang yang beriman! Bertobatlah kepada Allah dengan seikhlas-ikhlas taubat. Semoga Tuhanmu akan menghapuskan darimu keburukan-keburukanmu dan akan memasukanmu kedalam kebun-kebun yang di bawahnya mengalir sungai-sungai, pada hari ketika Allah tidak akan menghinakan Nabi dan orang-orang beriman yang bersamanya, cahaya mereka akan berlari-lari di hadapan mereka dan di sebelah kanan mereka, mereka akan berkata, “wahai Tuhan kami! Sempurnakanlah bagi kami cahaya kami, dan ampunilah kami, sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu”.(QS. At-Tahrim: 7).
Dalam surga keridhaan Allah Ta’ala, orang-orang mukmin akan mencapai maghfirah – penutupan kekurangan. Mereka akan terus-menerus berdoa kepada Tuhan untuk mencapai kesempurnaan dan sama sekali tenggelam dalam Nur Ilahi dan akan terus naik kian menanjak ke atas dan memandang tiap-tiap tingkat sebagai ada kekurangan dibandingkan dengan tingkat yang didambakan mereka, dan karena itu akan berdoa kepada Tuhan supaya Dia menutupi ketidak sempurnaannya sehingga mereka akan mampu mencapai tingkat lebih tinggi itu. Inilah makna yang sesungguhnya tentang istighfar, yang secara harfiah berarti “Memohon Ampunan atas segala kealpaan”.
Penulis: Maulana Mahmud Ahmad Syamsuri, Mubalig Jemaat Ahmadiyah cabang Kerinci Provinsi Jambi, lulusan Jamiah Ahmadiyah Indonesia tahun 2003.