Merindukan Mentari dan Seruput Teh Hangat Tawar
Tahun 2020 memang keren dan istimewa. Diawali dengan gemblengan mental yang melahirkan mutiara hikmah. Listrik mati yang menyebabkan kegelapan di tengah genangan air yang dingin menjadikan hati merindukan munculnya matahari dan ingin merasakan kembali pelukan hangat sinarnya. Secangkir kopi hangat yang biasa dinikmati sore hari bersama sepotong biskuit datang menggoda ketika mengigil begini. Gludug yang terus datang menderu sebagai musik penghias malam menambah kegetiran dan kemirisan. Lolongan orang meminta tolong berkumandang dimana-mana untuk minta dievakusi karena terjebak banjir. Apa daya SDM Relawan sangat terbatas. Tak semua dapat tertolong.
Tim logistik Jemaat ‘as the hero’ membuat para korban bersyukur telah tersuplai nasi bungkus dan air putih. Mubarak untuk tim logistik yang berani menembus akses jalan yang tertutup banjir dimana-mana. Sebagai orang Sunda yang tak bisa lepas dari teh hangat tawar, menyeruput hangatnya teh tawar di saat seperti ini merupakan impian besar. Namun itu hanya boleh disimpan sebagai mimpi saja karena bila banjir, listrik harus dimatikan. Tak bisa ada kehangatan. Menyalakan jen set pun begitu sensitif dampaknya. Pompa harus dimatikan pula, takut tersedot air kotor ke atas.
Dari Lumpur ke Gemerlap Taburan Bintang
Tuhan memang ‘pintar’ bercanda. Setelah full kesedihan memenuhi hati setelah kunjungan banjir di Cikarang Utara hingga menjelang maghrib, tiba-tiba Tuhan suguhkan suatu hiburan. Kami diundang untuk menghadiri acara sertijab Kapolres kabupaten Bekasi.
Banjir telah surut dimana-mana. Tak ada kendala menemus jalan menuju gedung Kapolres karena semua jalan sudah kering. Seolah luapan air kemarin bagai hanya mimpi buruk belaka. Lilin-lilin kecil dalam jalan gelap menuju gedung acara seolah melambangkan duka bencana yang menimpa Bekasi. Berjalan hingga lilin terakhir, sampailah di gedung Kapolres. Gedung telah disulap menjadi megah. Karpet merah terhampar memanjang hingga ke panggung. Seluruh dinding ditutupi kain biru dan dipenuhi dengan bintang-bintang kecil yang memancarkan sinar keemasan. Seluruh pejabat Bekasi tumplek di sana. Menapak tilas jejak kapolres lama dan menyambut kapolres baru. Acara membuat hati terhibur sedikit dengan kehadiran komika terkenal yang lihai meroasting pejabat hingga gelak tawa terpancing. Rest sejenak dari duka mendalam. Pulang dari acara, kembali menghadapi realita. Malam gelap dingin yang masih menyelimuti dalam tumpukan barang yang harus dibersihkan dalam waktu tak cukup sehari dua hari.
Ketika Tim CTC beralih menjadi CTL
Hari berikutnya dilanjutkan dengan kunjungan korban banjir seputar wilayah Tambun di titik-titik terparah. Cibitung, Metland, Perum 3, Duren Jaya, Papan Mas. Cerita keharuan dan memprihatinkan muncul dari tuturan masyarakat.
Sejak malam tahun baru lampu mati melanda bagian dari Perum 3. Kesulitan memperoleh air bersih pun timbul. Masyarakat antri air bersih di tempat yang jauh dengan access jalan yang sulit ditempuh. Gelap dan panas harus dilalui selama 4 hari. Tangis bayi-bayi yang sudah tak kuat kepanasan turut meriuhkan suasana.
Seorang nenek yang sedang sakit di Papan Mas saat banjir datang sedang sendirian di rumah. Anaknya sedang bekerja di kantor. Dengan tubuh lemahnya sang nenek harus menyaksikan air semakin tinggi tapi tak mampu berbuat apa-apa. Kasur sudah basah tak dapat dipakai berbaring lagi. Ketika hari semakin malam dan air di luar sudah setinggi leher, sang nenek menguatkan diri ikut keluar bersama pengungsi lain menuju rumah tetangga yang tingkat. Nenek tidak mampu bawa apa-apa. Membisakan diri tidur di pengungsian dengan baju kotor yang basah. Mengigil kedinginan sepanjang tidur. Alhamdulillah akhirnya bisa bertemu dengan anak cucunya kembali setelah beberapa lama.
Team CTC (Clean the City) cab Tambun hari ini berubah menjadi pasukan CTL (Clean the Lumpurs). The CTL sudah bergerak sejak pagi mendatangi rumah demi rumah di titik terparah. Membantu membersihkan lumpur yang memenuhi lantai di seluruh ruangan rumah serta perabotan rumah tangga. Ketebalan lumpur bukan hal mudah untuk diguyur air. Perlu ekstra tenaga bersih-bersihnya.
Alhamdulillah beberapa rumah sudah terbersihkan. Lega…before after begitu terlihat. Bahagianya terlihat saat para korban banjur sudah dapat duduk kembali di lantai mengkilap meski penuh dengan jemuran surat berharga. Jalanan penuh dengan jemuran pakaian dan cucian alat dapur serta kursi.
Sebagian masyarakat yang belum jalan pompanya membersihkan dengan air sungai. Hmmm….banjir mematikan mesin pompa, mematikan mesin motor dan mobil yang terendam. Sepatu dan lemari kursi berjamur dan lapuk. Lemari kayu lapuk bawahnya jadi ambruk pula bagian atasnya. Luar biasa…banyak barang yang harus direnovasi. Biaya renovasi yang akan menelan kocek dengan saku yang dalam.
Mutiara Hikmah dari dinamika Banjir dan Kemanusiaan
Serbaneka kondisi banjir menimbulkan pengamatan nilai kemanusiaan dari berbagai karakter manusia. Terlihat banyak orang di tempat banjir namun tidak semua tergerak hati untuk menolong. Ada yang hanya datang untuk sekedar menonton saja atau lewat sekilas tanpa kepedulian. Tidak semua memiliki kepekaan yang tinggi untuk turut merasakan kesulitan yang dialami korban banjir.
Ada pemandangan yang begitu mengharukan. Ketika para pengungsi bergerak terus dalam iringan menyelamatkan diri dari maut, pemilik toko buah-buahan terlihat menyapa para pengungsi. “Ke sini, Bu. Tolong ambil bungkusan buah-buahannya.” Setiap pengungsi yang lewat diberi bungkusan buah. Pengungsi pun jadi sempat bergembira di tengah luapan air dengan kedermawaman hati sang pemilik toko buah. Sementara itu, di sisi lain, ketika banjir mulai surut dan semua sibuk berdonasi pra banjir, beberapa pemilik toko kebersihan menaikkan harga alat kebersihan berkalilipat. Instink dagangnya bekerja bahwa saat ini demand barang sedang tinggi karena kondisi ini. Hanya ingin tersenyum simpul melihat keserakahannya. Insting pedagang yang cerdas tapi minim nilai kemanusiaan. Berbeda dengan suatu warung nasi uduk. Begitu melihat pembeli (korban banjir) yang berjubel banyak dan antri nasi, dia bukannya menaikkan harga nasi tapi malah menurunkan harga hingga 50%.
Banjir menyisakan segurat pelajaran penting. Semua orang bisa berbicara tinggi tentang agama namun pengamalan sesungguhnya adalah di saat ketika Tuhan menuntut pengamalan ajaran agama melalui ujian alam yang mengganas. Tuhan ingin melihat makhluknya meningkatkan kesabaran, kekuatan, keikhlasan, dan kedermawanan. Rasa syukur tumbuh dengan tinggi pasca banjir. Ternyata hari-hari yang dijalani bukanlah hal biasa. Itu adalah kenikmatan istimewa yang harus disyukuri. Bisa berjalan dengan mudah di atas jalan. Bisa merasakan hangatnya mentari. Listrik bisa menyala. Ketika kenikmatan dicabut meski hanya sebentar barulah terasa maha besarnya kenikmatan yang Tuhan berikan selama ini. Banjir dengan segala kesulitan yang dialaminya memperlihatkan siapa kawan sebenarnya atau yang sekedar kawan. Tuhan membukakan pertemanan yang sejati.
Pasti ada hikmah indah di balik peristiwa. Harus belajar mensikapi secara positif dan cepat beradaptasi dengan kondisi meski itu sangat sulit. Tetap setia pada Allah dalam suka dan duka. Tetap yakin dan percaya pada cintaNya.
Tamat
Kontributor: Iim Kamilah