Bertempat di Hotel Grand Sahid Jaya Jakarta telah berlangsung acara yang bertajuk Forum Konsultasi Publik: Laporan Pertanggungjawaban Komisi Paripurna Komnas Perempuan periode 2015-2019 pada Kamis 19 Desember 2019.
Forum ini dihadiri oleh perwakilan Kementrian/Lembaga Negara, Pemerintah Daerah, Organisasi Masyarakat Sipil, komunitas korban, Perempuan Pembela HAM dan perempuan penyintas kekerasan.
Rangkaian acara yang terbagi dalam tiga sesi yang dimulai pukul 9 lebih itu diawali dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya. Kemudian sambutan dari ketua Komnas Perempuan Azriana, sambutan dan arahan dari Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Indonesia I Gusti Ayu Bintang Darmawati.
Terkait dengan hari Ibu, beliau meminta agar menjadikan hari Ibu untuk momentum dengan tema Perempuan Berdaya, Indonesia Maju. Diakhir sambutannya beliau mengharapkan dengan adanya laporan pertanggungjawaban publik Komnas Perempuan 2015-2019 ini menjadi bahan evaluasi yang baik untuk pemberdayaan perempuan di masa yang akan datang.
“Kami mohon dukungan, kerjasama, sinergi, untuk memberikan perlindungan kepada perempuan di seluruh tanah air yang kita cintai ini”.
Dalam kesempatan tersebut dilaksanakan prosesi Pengalungan Selendang Persahabatan dari Ketua Komnas Perempuan kepada Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindumgan Anak Indonesia.
Persembahan ‘performance’ dari Paduan Suara Komnas Perempuan mnghibur para peseta forum konsultasi publik yang hadir dari ujung Indonesia bagian barat hingga Indonesia bagian Timur.
Lajnah Imaillah yang diwakili oleh Badrunnisa, Evy Afiati, Mary Eunice serta Isye Nuraisya dari PPLI dan Jemaat Ahmadiyah Indonesia yang diwakili oleh ketua Komite Hukum Fitria Sumarni dan Mubaligh Daerah DKI Mln Iskandar Gumay merupakan bagian dari peserta yang hadir sebagai mitra Komnas Perempuan yang terlibat aktif dalam kerja-kerja Komnas Perempuan dalam penghapusan kekerasan terhadap perempuan.
Pada sesi ‘coffee break’, Evy affiati berkesempatan berfoto bersama Ibu Menteri Pemberdayaan perempuan RI, : “Bu Azriana mengajak saya bertemu dengan ibu Menteri Pemberdayaan perempuan RI dan menyampaikan bahwa Komnas Perempuan masih mempunyai PR kasus Transito, Lombok Timur, dan Depok. Ibu Menteri menyampaikan bahwa ini akan menjadi catatan beliau dan memperhatikan Jamaah Ahmadiyah. Saya sempat ingin menyampaikan audiensi dan beliau sampaikan ya silahkan” demikian penuturan Evy Afiati saat kembali ke tempat duduknya.
Setelah coffee break acara dilanjutkan dengan Laporan Pertanggungjwaban Publik Anggota Komnas Perempuan periode 2015-2019 serta perkenalan anggota Komnas Perempuan periode 2020-20224 , acara dipandu oleh Taty Krisnawati komisioner purnabakti. Beliau mempersilahkan ke 15 orang komisioner Komnas Perempuan periode baru ini untuk naik ke panggung dan diperkenalkan satu persatu oleh wakil ketua Komnas Perempuan periode 2015-2019 Yunianti Chuzaifah. Dalam laporan ini diisampaikan beberapa capaian yang telah dilaksanakan oleh Komnas Perempuan dalam lima tahun terakhir ini.
Untuk lebih mendalami kerja-kerja dan hasil capaian komnas Perempuan selama lima tahun ini ditayangkan juga video yang berdurasi lebih kurang 30 menit.
Penayangan pertama berupa upaya komnas Perempuan dalam menangani kasus korban narkotika Mary Jane Veloso. Setelah beberapa tayangan berlalu, kemudian terlihatlah Mesjid An Nashr di Kampus Mubarak, Pusat Jemaat Ahmadiyah Indonesia mengawali cuplikan video tentang Ahmadiyah.
Petikan wawancara Sadr LI, Ny Lilis Aisyah Bakrie dan wawancara Ketua Komite Hukum JAI, Fitria Sumarni juga ditayangkan dalam video tersebut. Ruangan yang besar itu senyap seketika saat tayangan Jemaat Ahmadiyah muncul. Walaupun tidak lama, tapi kehadiran tayangan tersebut dalam acara Laporan Pertanggungjawaban Publik semoga dapat membuka mata dan hati para pemangku negeri tercinta ini untuk memenuhi hak-hak asasi warga negaranya.
Pada lima tahun terakhir di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo, upaya pemajuan hak perempuan dan penghapusan kekerasan terhadap perempuan juga telah menjadi prioritas dalam pembangunan. Komnas Perempuan mencatat sejumlah kemajuan di antaranya adalah ditetapkannya pembentukan Sistem Peradilan Pidana Terpadu Penanganan Kasus Kekerasan terhadap Perempuan dan harmonisasi kebijakan untuk pencegahan dan penanganan kebijakan diskriminatif sebagai Program Prioritas Nasional.
Selain itu, Komnas Perempuan juga mencatat sejumlah kemajuan pemenuhan hak-hak ekonomi sosial dan budaya kaum perempuan dan pengakuan atas kepemimpinan perempuan salah satunya dengan dipilihnya sembilan menteri perempuan dalam kabinet kerja 2014-2019 yang juga dilanjutkan pada Kabinet Indonesia maju.
Lebih jauh, salah satu bukti nyata komitmen pemerintah Indonesia dalam penghapusan kekerasan terhadap perempuan dan penghormatan hak perempuan teruji dengan keputusan Presiden Joko Widodo menunda pelaksanaan eksekusi mati terhadap dua terpidana mati perempuan atas nama Mary Jane Veloso dan Meri Utami, yang keduanya terindikasi kuat merupakan korban perdagangan manusia, amnesti bagi Baiq Nuril, serta dukungan Presiden lewat media sosial untuk Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan.
Namun demikian, meskipun sejumlah kemajuan telah dicapai, hingga saat ini Indonesia masih memiliki setumpuk persoalan kekerasan terhadap perempuan dan pemenuhan hak perempuan. Seturut dengan dinamika dan perkembangan sosial, politik, ekonomi dan kemajuan teknologi, jenisjenis kekerasan terhadap perempuan pun makin berkembang. Pada saat yang sama, sistem hukum yang tersedia tertinggal jauh sehingga menghambat akses perempuan pada keadilan, misalnya dalam kasus kekerasan di dunia siber dan kekerasan seksual.
Sementara kasus kekerasan seksual pada tahun 2018 mencapai 2.988 kasus atau 31% dari kasus terhadap perempuan yang dilaporkan1 . Selain itu, kebijakan diskriminatif masih bermunculan di sejumlah daerah akibat menguatnya konservatisme dan politik identitas 2 .Kehadiran kebijakan diskriminatif ini tidak hanya berdampak pada perempuan namun juga berpotensi mendelegitimasi konsitusi, merapuhkan daya rekat kebangsaan, serta menghambat pencapaian tujuan pembangunan nasional.
“Kami memandang, di balik capaian-capaian ada tantangan dan ruang yang cukup kompleks,” ungkap Wakil Ketua Komnas Perempuan, Yuniyanti Chuzaifah, dalam kegiatan Laporan Pertanggungjawaban Publik Komnas Perempuan 2015-2019 di Jakarta Pusat, Kamis (19/12).
Ia menyebutkan, tantangan dan ruang yang kompleks tersebut salah satunya mengenai komitmen tentang HAM perempuan yang kurang mengakar pada pengambil kebijakan. Itu juga terjadi pada aktor kunci atau tokoh-tokoh yabg berpengaruh di masyarakat.
“Itu catatan-catatan kami. Bagaimana kebijakan-kebijakan diskriminatif bermunculan. Di mana konstitusi dinomorduakan mengatasnamakan kelompok-kelompok mayoritas. Isu HAM bahkan dipelintir untuk melanggar hak asasi,” jelasnya.
Sebelum istirahat makan siang dan sholat, menteri Menkopolhukam Mahfud MD memberikan sambutan dan arahannya. Mahfud MD menyampaikan megenai RUU PKS, “Dengan disahkannya RUU Penghapusan Kekerasan Seksual tentu bisa menjadi jalan keluar berbagai permasalahan yang sering dialami perempuan,”. Mahfud menuturkan RUU PKS sangat penting karena merupakan bentuk hadirnya negara dalam penghapusan diskriminasi terhadap perempuan dan menjawab rasa keadilan masyarakat. Selain itu, RUU PKS dibutuhkan mengingat korban kekerasan seksual tertinggi adalah perempuan.
Mahfud menuturkan diskriminasi telah membuat perempuan menyadari pentingnya hak perempuan sebagai salah jenis HAM yang harus dapat diakui dan dijamin perlindungannya terutama dalam menjaga keamanan perempuan. Dalam amanat UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM Pasal 49 ayat (2), Mahfud menyampaikan disebutkan perempuan berhak mendapatkan perlindungan khusus dalam pelaksanaan pekerjaan atau profesinya terhadap hal-hal yang dapat mengancam keselamatan dan atau kesehatannya berkenaan dengan fungsi reproduksi wanita. “Sebagai bangsa dan negara yang memegang UUD 1945, kita harus menghargai hak-hak yang dimiliki oleh seseorang termasuk hak perempuan,” ujarnya.
Di masa yang akan datang, bangsa Indonesia khususnya kaum perempuan masih akan berhadapan dengan persoalan kesenjangan ekonomi, ketidakpastian hukum dan minimnya rasa aman bagi perempuan, yang akan berdampak langsung pada kekerasan terhadap perempuan. Dibutuhkan daya gerak yang terkonsolidasi antara Negara, masyarakat sipil dan lembaga HAM, agar persoalan tersebut dapat diatasi, dan kondisi yang kondusif bagi penghapusan kekerasan terhadap perempuan sebagai bagian dari upaya pencapaian visi Indonesia Emas 2045 dapat diwujudkan.
Acara yang diikuti oleh lebih dari 100 orang ini dilanjutkan dengan Diskusi Tematik (Paralel): “Menuju 5 Tahun Peningkatan Upaya Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan di Indonesia” antara lain;
Penguatan Kepemimpinan Perempuan dalam Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan, Pemulihan yang Komprehensif dan Inklusif bagi Perempuan Korban Kekerasan, Penguatan Interseksionalitas dan Gerakan Lintas Batas dalam Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan, Standar Setting Pencegahan Kekerasan terhadap Perempuan, Penguatan Mekanisme HAM Khusus Perempuan.
Perwakilan Ahmadiyah berkesempatan mengikuti diskusi dengan tema yang kedua yaitu pemulihan yang komprehensif dan inklusif bagi perempuan dan korban kekerasan hingga acara selesai yang diakhiri dengan acara pleno penyampaian hasil diskusi tematik serta foto bersama dengan Komisioner Komnas Perempuan Periode 2015-2019 dan Komnas Perempuan Periode 2020-2024.
Sumber:
- https://www.cnnindonesia.com/nasional/20191219175756-32-458459/mahfud-pengesahan-ruu-pks-jalan-keluar-masalah-perempuan
- https://www.republika.co.id/berita/q2rjns409/komnas-perempuan-akui-hadapi-tantangan-kompleks-masa-depan
Kontributor: Isye, Mary.