Nganjuk, (13/9). Pengurus Jemaah Muslim Ahmadiyah bersilaturahmi kepada Drs. Marhaen Jumadi, Wakil Bupati Kabupaten Nganjuk.
Delegasi terdiri tiga orang, Tri Nurcahyono (ketua cabang), Mugono Rochmat (Sekretaris Tabligh) dan Sajid Ahmad Sutikno (Mubaligh) bermaksud menjenguk wakil bupati yang baru pulih dari sakit.
“Kedatangan kami bertiga kemari karena mendapatkan berita bahwa pak wakil bupati sedang sakit, maka kami menyempatkan diri menjenguk bapak. Info tersebut dari pak Awi, ketua Bamusi PDI-P Sidoarjo yang kenal pak wakil, beliau merupakan warga muslim Ahmadiyah juga”, kata Sajid Ahmad Sutikno.
Wakil bupati mengucapkan terimakasih atas kunjungan itu. “Terimakasih atas silaturahminya, sudah repot-repot kemari. Ucapkan terimakasih saya kepada pak Awi. Saya selama ini kenal orang Ahmadiyah di Nganjuk ya dengan pak Nurcahyo ini”, jelasnya.
Wakil Bupati yang dikenal memiliki sifat keterbukaan itu sempat menanyakan beberapa hal berkaitan isu seputar Ahmadiyah yang berkembang. Diantaranya tentang informasi yang diterimanya bahwa Ahmadiyah sempat dilarang, perbedaan dengan organisasi Islam umumnya, alamat sekretariatnya di Nganjuk dan sebagainya.
Menanggapi hal itu, perwakilan Ahmadiyah menyampaikan bahwa “Ahmadiyah tidak pernah dilarang di Indonesia. Lahirnya SKB 3 menteri pun bukan untuk melarang, membekukan, apalagi membubarkan, Ahmadiyah pun berbadan hukum dan secara sah diakui di Indonesia”, jelasnya.
Lebih lanjut, perwakilan Ahmadiyah mengatakan, bahwa pada tahun 2004 di masyarakat umum beredar dua versi Ahmadiyah. Ahmadiyah versi kelompok yang salah memahami dan Ahmadiyah versi Ahmadyah sendiri.
Ahmadiyah versi pertama berpandangan, Ahmadiyah adalah golongan sesat menyesatkan, murtad dan bukan Islam. Versi ini fokus mempropagandakan bahwa Ahmadiyah punya syahadat yang berbeda, kitab sucinya Tadzkirah bukan Alquran, punya nabi baru ke-26, tidak bernabikan Muhammad saw, pergi hajinya tidak ke Mekkah tapi ke India, dan banyak lagi pandangan negatif lainnya.
Sedangkan Ahmadiyah versi Ahmadiyah tidak seperti itu. Syahadat kami adalah tidak berbeda dengan yang dipegangi umat muslim lainnya “Asyhadu an laa ilaaha illaLLAH wa asyhadu anna Muhammadan Rasulullah”, kitab suci kami tetap Alquranul Karim, bahkan kami sedang terus menerjemahkan Alquran kedalam 100 bahasa dunia, jadi bukan Tadzkirah.
Kami tetap bernabikan yang mulia Muhammad shollallahu ‘alaihi wasalam, kami selalu baca nama Nabi suci Muhammad dalam tahiyat shalat, doa sesudah wudhu, dalam adzan pun nama beliau Saw kami baca. Lalu pergi haji kami ya tetap ke tanah suci Makkah al-mukarramah.
Ahmadiyah ada di lebih 200 negara di dunia, menebarkan Islam yang penuh damai. Intinya, Ahmadiyah rukun Islamnya dan rukun imannya tidak berbeda dengan umat muslim lainnya, tambahnya.
Ahmadiyah ada di nusantara jauh sebelum Indonesia merdeka, yaitu sejak tahun 1924/1925. Tafsir dan buku buku terbitan Ahmadiyah banyak mewarnai para tokoh nasional kita, seperti Soekarno, Cokroaminoto, WR. Supratman dan sebagainya. Mushaf Alquran kami sama menggunakan mushaf utsmani. Bahkan tafsir kami dijadikan referensi Alquran terjemahan Depag RI.
Ahmadiyah sama-sama ikut berjuang untuk kemerdekaan Indonesia, berjuang bersama komponen anak bangsa lainnya.
Bapak Wabup selanjutnya bertanya, lalu apa yang membedakan Ahmadiyah dengan kelompok Islam lainnya, sehingga mendapat perlakuan tidak menyenangkan dan viral di media?
Kami pun menjawab, ngapunten bapak wakil, dalam hal mendasar (ushul), Ahmadiyah sama dengan umat Islam lainnya. Sebagaimana baru saja disampaikan.
Sedangkan yang membedakan hanya dalam rana penafsiran. Perihal sosok suci Imam Mahdi sebagai Al-Masih yang dijanjikan oleh Rasulullah Saw sudah kami imani. Menurut keyakinan kami wujud yang dimaksud itu adalah Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad, pendiri Jemaah Muslim Ahmadiyah. Sedangkan umat muslim lainnya masih menunggunya, atau beranggapan belum datang.
Intinya, kepercayaan akan kedatangan Imam Mahdi a.s yang kami imani ini juga diyakini umat muslim pada umumnya. Kami tidak pernah memaksakan keyakinan kami itu kepada orang lain.
Setelah mendengar penjelasan singkat kami, Bapak Wakil Bupati menyampaikan terimakasih, dan intinya pemerintah mengayomi semua, yang terpenting tidak bertentangan dengan Pancasila dan NKRI.
Beliau berpesan agar kita terus menjalin silaturahmi kepada para tokoh agama lainnya, termasuk FKUB. Agar tidak terjadi salah paham dan tetap terjaga kerukunan.
Tim pun mengucapkan banyak terimakasih karena telah diterima dengan baik oleh beliau, mau bertanya dan mendengarkan dengan sabar penjelasan kami. Tim juga berterimakasih atas semua masukan dan saran beliau, agar sering menjalin komunikasi dengan kyai atau tokoh agama di Nganjuk, supaya keharmonisan tetap terjalin dengan baik.
Sebelum berpamitan, Mubaligh Sajid Ahmad Sutikno memimpin doa untuk kesehatan Wakil Bupati, untuk kemajuan kabupaten Nganjuk, untuk keharmonisan dan keberkatan masyarakatnya, mendoakan bupati dan wakil bupati diberikan kemampuan menjalankan amanah memimpin Nganjuk.
Selanjutnya pengurus Ahmadiyah memberikan beberapa souvernir berupa buku. Diantaranya, buku tentang Krisis dunia dan jalan menuju perdamaian, legalitas Jemaat Ahmadiyah Indonesia, Ahmadiyah Islam Damai, dan brosur TV Muslim Ahmadiyah berbahasa Arab (Mta Al-Arobia) yang baru mengudara di Palapa D Indonesia.