DEMOKRASI menghargai bagi masuknya paham-paham yang oleh sebagian orang dianggap ekstrim, baik ekstrim kiri atau kanan sekalipun seperti, faham khilafah islam, komunisme, termasuk faham islam syi’ah, Ahmadiyah dll. Oleh karenanya kami sangat menyesalkan terselenggaranya deklarasi anti syi’ah pada Minggu, 20 April 2014 lalu di Bandung.
INDONESIA adalah bangsa dan negara yang majemuk dan plural. Kemajemukan dan pluralitas itu hendaknya disikapi dengan arif, sehingga tidak mudah untuk menghakimi satu sama lain.
Pluralisme dan multikulturalisme hendaknya menjadi sebuah faham bagi masyarakat yang hidup dalam kondisi masyarakat yang demikian majemuk & plural.
Dalam kemajemukan ini juga wajar saja jika terdapat didalamnya banyak faham, keyakinan, dan perbedaan pendapat.
Menjadi tidak wajar kemudian jika perbedaan-perbedaan tersebut disikapi dengan tindakan kekerasan atau kebencian.
Demokrasi kemudian dipilih menjadi sistem bagi tatanan negara dan bangsa yang sangat majemuk ini.
Demokrasi menghargai bagi masuknya paham-paham yang oleh sebagian orang dianggap ekstrim, baik ekstrim kiri atau kanan sekalipun seperti, faham khilafah islam, komunisme, termasuk faham islam syi’ah, Ahmadiyah dll.
Oleh karenanya kami sangat menyesalkan terselenggaranya deklarasi anti syi’ah pada Minggu, 20 April 2014 lalu di Bandung.
Deklarasi tersebut menodai komitmen kebangsaan kita sebagai negara yang berjalan dalam sistem demokrasi. Deklarasi anti syiah ini mencerminkan 3 hal:
- Semakin menguatnya sikap intoleransi masyarakat dan itu jelas cerminan pemerintah yang gagal menegakkan nilai-nilai Pancasila;
- Semakin menguatnya sikap sektarianisme dan itu akibat dari tidak pahamnya konstitusi negara Indonesia;
- Semakin dangkalnya pengetahuan keislaman masyarakat dan ini akibat karena pendidikan agama lebih fokus pada hal-hal yang bersifat legal-formal, sehingga lupa pada nilai-nilai esensial, seperti toleransi (at-tasamuh).
Dengan demikian sudah seharusnya pemerintah harus tegas terhadap kelompok-kelompok intoleran, jika tidak maka dapat memicu terjadinya konflik horisontal.
Jakarta, 21 April 2014
Musdah Mulia
Direktur Eksekutif