“Secara mendasar kami sama dengan muslim lainnya. Beribadah sesuai rukun Islam yang lima, syahadat sama, mendirikan shalat, membayar zakat, puasa dan pergi haji ke Mekkah. Begitu juga rukun iman kami juga tidak berbeda dengan saudara muslim umumnya,”
SURABAYA – Mengklarifikasi pemberitaan di halaman utama Jawa Pos edisi Senin 7 November 2016 berjudul Jangan Sampai Memecah Belah, di mana dalam grafis pendukung tercantum Ahmadiyah sebagai salah satu organisasi yang terkait penistaan agama, Dewan Perwakilan Jamaah Ahmadiyah Jawa Timur yang terdiri dari Budiono selaku juru bicara Jamaah Ahmadiyah Jawa Timur, Arif Ahmad Hakim (Nazm Ansharullah), Mln. Arif Rahman Hakim (Mubaligh Daerah Jawa Timur 1), Mln. Sajid Ahmad Sutikno (Mubaligh Jawa Timur 2), dan Mln. Muharrim Awwaludin (Mubaligh Daerah Jawa Timur 3) menemui awak redaksi Jawa Pos di Graha Pena Jawa Pos, Senin (7/11) petang.
baca juga: [feed url=”http://warta-ahmadiyah.org/tag/surabaya/feed/” number=”3″]
Dalam pertemuan tersebut, Mln. Arif Rahman Hakim menjelaskan Ahmadiyah sebagai organisasi keagamaan yang berfokus pada spiritual, pembaharuan, dan kemanusiaan. Ia juga menyebut legalitas Jamaah Ahmadiyah Indonesia telah diterbitkan sejak lama. Salah satunya berdasarkan surat keputusan Menteri Kehakiman No.JA.5/23/13 tanggal 14 Maret 1953.
“Ahmadiyah telah tersebar di 209 negara di dunia. Arahnya pada kemanusiaan dan kami selalu patuh pada aturan negara,”tegasnya.
Mln. Arif Rahman Hakim menyebut dengan slogan Love for All, Hatred for None yang selama ini selalu digaungkan, tidak mungkin Jamaah Ahmadiyah meniodai agama.
“Secara mendasar kami sama dengan muslim lainnya. Beribadah sesuai rukun Islam yang lima, syahadat sama, mendirikan shalat, membayar zakat, puasa dan pergi haji ke Mekkah. Begitu juga rukun iman kami juga tidak berbeda dengan saudara muslim umumnya,” tambah mubaligh yang pernah bertugas di cabang Sindangbarang tersebut.
Delegasi Jamaah Ahmadiyah meminta kepada pihak Jawa Pos untuk segera memuat tanggapan terhadap pemberitaan yang dikhawatirkan dapat menimbulkan salah paham di masyarakat.
Kontributor : Lailil Nuroniyah
Editor : Lisnawati