Pada tahun 2021 jumlah pengguna media sosial secara global mencapai 4,62 milyar, mengalami pertumbuhan 10,1% lebih banyak dari tahun sebelumnya (Hootsuite.2022). Di Indonesia, pada Februari 2022, jumlah pengguna aktif media sosial melebihi 191,4 juta atau sekitar 68,9% dari jumlah populasi. Jumlah tersebut terus meningkat sekitar 12,6% dibandingkan tahun sebelumnya.
Platform media sosial yang paling banyak digunakan di Indonesia adalah WhatsApp, Instagram dan Facebook. Menurut Manajer Kebijakan Publik Meta Indonesia dan Timor Leste, Noudhy Valdryno, saat ini ada 3,84 miliar pengguna layanan Meta yang tersebar di Facebook, Instagram, Whatsapp, dan Messenger.
“setiap harinya, layanan kami diakses oleh 2,87 milyar pengguna” pungkasnya
Dengan meningkatnya jumlah pengguna media sosial di Indonesia, potensi pengguna untuk terpapar konten illegal dan berbahaya juga meningkat. Dr. Novi Kurnia, peneliti senior Center for Digital Society (CfDS) UGM, menambahkan merujuk data Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Republik Indonesia tahun 2019, terdapat lebih dari 430 ribu laporan konten berbahaya, meliputi konten pornografi, pencemaran nama baik, mis-informasi, dis-informasi, ujaran kebencian, dan lain-lain.
Sebagai upaya menangkal konten berbahaya di media sosial, Center for Digital Society (CfDS) Universitas Gadjah Mada melakukan peluncuran situs web Anti Konten Negatif https://antikontennegatif.id. Peluncuran tersebut sebagai inisiatif bagian dari program #SocialMedia4Peace yang dijalankan CfDS dengan dukungan UNESCO dan Uni Eropa.
“Platform antikontennegatif.id adalah langkah menuju pemberdayaan warga untuk berbagi pengalaman mereka tentang konten berbahaya, dan pada akhirnya berkontribusi pada dunia maya yang lebih aman untuk semua” ujar Novi Kurnia, peneliti CfDS Begitu beragamnya jenis konten dan mekanisme penanganan konten berbahaya yang diterapkan oleh platform media sosial, masyarakat seringkali dihadapkan dengan kebingungan ketika ingin melaporkan konten berbahaya.
“Situs web Anti Konten Negatif juga menawarkan kemudahan bagi masyarakat dengan menyediakan informasi langkah-langkah pelaporan konten berbahaya di berbagai platform media sosial yang paling sering digunakan oleh masyarakat, seperti Facebook, Twitter, Tiktok, Instagram, Youtube, dan lain-lain,” ungkapnya.
Ia menekankan situs web Anti-konten Negatif bukan berfungsi sebagai pengganti mekanisme pelaporan konten yang telah tersedia di media sosial. Melainkan sebagai wujud kolaborasi bersama antar berbagai pemangku kepentingan untuk saling bekerja sama dalam perbaikan ekosistem digital dan pembangunan dunia maya yang damai dan inklusif terhadap penggunanya.