“Selamat pagi, Pak. Kami siap menyambut bapak dan rekan-rekan Ahmadiyah pukul 11.00 di GKMI Kudus Rayon 1.”
Bunyi pesan tersebut masuk ke hp Mubaligh Kudus dari kepala pendeta GKMI dua jam sebelum berlangsungnya pertemuan antara pengurus Jemaat Muslim Ahmadiyah Kudus dengan para pendeta dan pendeta muda GKMI se-kudus.
GKMI merupakan salah satu sekte gereja yang dirintis oleh komunitas orang-orang Tionghoa. Jadi tidak heran jika mayoritas anggotanya adalah orang-orang Tionghoa ataupun keturunan Tionghoa. Meski ada juga beberapa suku-suku lainnya seperti suku Jawa, Batak atau Ambon yang ikut bergabung di dalamnya.
Pertemuan antara para pengurus Ahmadiyah Kudus yang diwakili Mubaligh Kudus, Ketua Jemaat Kudus, serta Sekretaris Umur Kharijiah Kudus dengan para pendeta GKMI berlangsung akrab dan penuh tawa. Sesekali keluar guyonan-guyonan yang semakin menghangatkan suasana.
Pdt. Eric Sudarma selaku pendeta Pembina memberikan apresiasi saat mengetahui dari surat kabar bahwa Ahmadiyah merupakan pendonor mata terbesar di Indonesia. Menurutnya bahwa aksi tersebut merupakan aksi terpuji yang susah untuk dilakukan kelompok agama manapun bahkan untuk dirinya dan gerejanya.
Namun ia juga bertanya secara kritis saat Mubaligh Kudus menceritakan peran kemanusiaan lainnya berupa donor darah, clean the city dan lainnya, bahwa:
“Apakah kegiatan-kegiatan tersebut bukan sebuah bentuk upaya kawan-kawan Ahmadiyah untuk merubah image Ahmadiyah agar diterima umat Islam lainnya. Karena yang saya ketahui Ahmadiyah ini disesatkan umat Islam dan tidak dianggap bagian dari Islam. Jadi untuk merubah image sesat tersebut Ahmadiyah banyak melakukan aksi kemanusian agar bisa diterima sebagai bagian dari umat Islam?”
Mubaligh Kudus menjelaskan bahwa:
“Ahmadiyah memiliki moto Love For All Harted For None yaitu Cinta untuk semua tidak ada kebencian kepada seorang pun. Jadi aksi kemanusiaan yang dilakukan Ahmadiyah adalah murni sebuah tindakan keperdulian yang semata-mata diperuntukan bagi seluruh umat manusia tanpa melihat suku, bangsa dan agamanya.
Khalifah Ahmadiyah ke-4 membentuk wadah kemanusiaan secara Internasional yang bernama Humanity First dan wadah tersebut terbuka secara umum artinya bahwa di dalam wadah tersebut bukan hanya orang-orang Ahmadiyah namun juga kelompok-kelompok agama, bangsa dan suku-suku dunia lainnya berkumpul di dalamnya.
Jadi aksi kemanusiaan Ahmadiyah bukanlah sebuah upaya agar fatwa sesat yang diberikan para ulama dan umat Islam terhadap Ahmadiyah bisa terlepas. Atau sebuah usaha agar Ahmadiyah diakui sebagai Muslim. Sama sekali bukan, dan tidak ada kaitan serta hubungannya dengan hal itu.
Pemimpin Ahmadiyah tertinggi kami mengatakan bahwa harus dibedakan antara urusan kemanusiaan dengan keyakinan.
“Kami ini Islam dan jika sekiranya umat Islam tidak mau menerima kami sebagai Muslim. Kami tidak mempersoalakannya, karena kami pun tidak memerlukan pengakuan dari mereka. Selama kami menjalankan nilai-nilai ajaran Islam maka selama itu juga kami adalah orang Islam.” Lanjut sang Mubaligh.
“Makanya saya datang ke sini memakai peci biar kelihatan orang Islamnya.” Seloroh sang Mubaligh yang disambut tawa para pendeta.
“Tapi sayangnya pak Yusuf jenggotnya kurang panjang..” canda Pdt. Eric Sudarma.
Pertemuan diakhiri dengan saling tukar cinderamata berupa buku, serta ditutup dengan makan-makan. Disela-sela akhir pembicaraan pihak GKMI berjanji akan balik berkunjung sebagai bentuk apresiasi terhadap kedatangan para pengurus Jemaat Ahmadiyah Kudus.
Kontributor : Mln. Yusuf Awwab