Tangerang– Puluhan anak muda dari berbagai Agama di Tangerang mengikuti diskusi lintas agama yang diselenggarakan oleh Jemaat Ahmadiyah Tangerang bersama Ahmadiyya Muslim Students Association/Women (AMSA/W) Indonesia.
Meskipun para peserta berlatarbelakang agama dan golongan yang berbeda namun tetap antusias mengikuti setiap sesi diskusi dengan tema ‘Agama dan Multikulturalisme’.
Menghadirkan pembicara Mubaligh Ahmadiyah Mln. Hafizurahman Danang, Tokoh Muda Gusdurian Isyatami Aulia, Pemuda Konghucu Gampang Madiangin, Pemuda Buddha Ronaldi, dan Pemuda Katholik Antonius Bagas .P, berbagi pemikiran dan pengalaman mereka.
Mln. Hafizurahman Danang mengenalkan Muslim Ahmadiyah secara dekat kepada para peserta dan menyoroti kesalahpahaman yang seringkali dituduhkan pada Muslim Ahmadiyah.
Dia menegaskan bahwa Ahmadiyah adalah bagian dari Islam, dan ajaran mereka didasarkan pada keimanan kepada Allah dan kenabian Muhammad SAW.
“Padahal pendiri Jemaat Ahmadiyah mengatakan bahwa inti ajaran kami adalah “Lailaha ilallah Muhamadur Rasulullah”. Kami beriman kepada Allah dan Muhammad SAW adalah utusan-Nya,” katanya dalam diskusi pada Kamis, 28 September 2023.
Sejalan dengan itu, Isyatami Aulia menekankan pentingnya tindakan baik tanpa memandang agama seseorang.
Dia juga merujuk pada tindakan toleransi yang ditunjukkan oleh Gus Dur dalam membebaskan etnis China dalam beribadah.
“Itu sudah dicontohkan oleh Gusdur saat membebaskan etnis China dalam melaksanakan ibadahnya”, ungkap Isyatami Aulia.
Tidak jauh berbeda, Gampang Madiangin juga menyoroti pentingnya cinta kasih dan kebajikan dalam persepsi beragama dalam masyarakat yang heterogen.
Dia juga mengingatkan tentang empat Watak Sejati yang diajarkan oleh Pemimpin Khonghucu.
“Pemimpin Khonghucu selalu mengajarkan 4 watak sejati yang harus dibina oleh setiap umat manusia, yaitu: Ren (cinta kasih), Yi (kebenaran), Li (kesusilaan), dan Zhi (kebijaksanaan, pengetahuan),” jelas Gampang Madiangin.
Sejalan dengan itu, Ronaldi menilai peran pendidikan dalam membentuk masyarakat yang toleran, khususnya kepada anak-anak sekolah.
Dia menekankan pentingnya mendidik anak-anak untuk memiliki empati dan toleransi terhadap perbedaan agama dan keyakinan.
”Utamanya kepada anak-anak sekolah, dari sejak dini harus ditanamkan pentingnya empati dan toleransi terhadap perbedaan agama dan keyakinan”,ungkapnya.
Acara ini juga mengajak anak-anak untuk berkunjung ke rumah-rumah ibadah sebagai salah satu cara untuk menghargai keberagaman.
Selain itu, acara ini menjadi ajang berdialog yang meriah antara peserta yang terdiri dari mahasiswa, pegiat sosial, dan pemuka agama.
Puncak acara adalah penandatanganan Piagam Kebersamaan oleh para narasumber dan semua peserta sebagai simbol solidaritas bersama untuk menghargai perbedaan antar lintas iman demi mewujudkan perdamaian.
Inisiatif seperti ini sangat penting dalam membangun masyarakat yang toleran, menghargai keberagaman, dan mempromosikan perdamaian di tengah-tengah perbedaan agama, etnis, dan budaya.
Kontributor: : Suherman
Editor: : Amatul Noor