Khalifah kedua Muslim Ahmadiyah Basyiruddin Mahmud Ahmad memerintahkan Mohammad Zafarullah Khan menjabat Menteri Luar Negeri mempresentasikan Palestina.
The Rabwah Times. Pada tahun 1947, isu pembagian Palestina berada dalam diskusi di Dewan Keamanan. Atas keinginan bangsa Arab, Khalifah kedua Jamaah Muslim Ahmadiyah Hadhrat Mirza Basyiruddin Mahmud Ahmad (Hudhur) r.a. memerintahkan Hadhrat Chaudry Mohammad Zafarullah Khan r.a. yang saat itu menjabat Menteri Luar Negeri Pakistan tinggal di Amerika Serikat untuk mempresentasikan kasus Palestina.
Pada 7 Oktober 1947, ia menyampaikan pidato yang luar biasa yang mendukung orang-orang Arab Palestina dan menentang pembentukan Israel di depan Komite Majelis PBB. Delegasi Arab mengucapkan terima kasih kepada Hudhur r.a. dengan mengirimkan telegram dan menulis, “Kami sangat lega. Kami berharap ini akan mendukung tuntutan kami.”
Masalah ini esok harinya menjadi isu hangat di India, Statesman menulis dalam editorialnya:
“Untuk pertama kalinya suara Pakistan terdengar di PBB. Itu adalah pidato yang menohok para pendukung partisi. Chaudhry Zafrullah Khan tidak hanya berbicara retorika, ketika ia menggambarkan rencana ‘Kengerian fisik dan geografis,’ tapi ia melanjutkan untuk membuktikan hal ini dengan dengan argumen tak tergoyahkan.”
Menjawab pertanyaan mengenai begitu banyaknya pengungsi Yahudi diizinkan untuk pergi ke Palestina. Ia mengajukan pertanyaan balik, akankah Amerika Serikat setuju untuk mengambil lima juta pengungsi dari Punjab jika mereka ingin masuk Amerika Serikat dan menetap di sana.
Pada Mei 1948, Hadhrat Chaudhry Zafrullah Khan r.a. berkata kepada Menteri Luar Negeri Inggris Ernst Bevan bahwa Pakistan tidak akan pernah mengakui negara Israel. Hal ini menyebabkan kegemparan di media internasional khususnya di New York, di mana semua orang berusaha untuk mencari tahu siapa Hadhrat Zafrullah Khan r.a..
Dia bertemu Gamal Nasser dari Mesir dan kemudian seseorang mengatakan kepada Gamal Nasser bahwa Chaudhry Zafrullah Khan adalah non Muslim. Gamal Nasser segera menjawab, kalau ia (Zafrullah Khan) adalah memang non-muslim, saya ingin menjadi non-Muslim seperti dia.
Dalam pidato lain pada 9 Desember 1947 di Universitas Negeri Lahore, diberitakan:
Chaudhry Muhammad Zafrulla Khan, pemimpin delegasi Pakistan ke Majelis Perserikatan Bangsa-Bangsa, berbicara panjang lebar tentang semua aspek masalah Palestina. Dia mengutuk resolusi Majelis Umum PBB yang merekomendasikan pembagian Palestina sebagai sepenuhnya tidak adil.
Berbicara di Universitas Negeri Lahore, dia menyatakan penyesalannya yang besar bahwa Pemerintah Amerika Serikat “membeli” rekomendasi dari PBB dalam mendukung pembagian Palestina dengan menjalankan tekanan berlebihan pada beberapa kekuatan kecil anggota PBB.
Dia mengatakan bahwa Palestina telah dibuat pion dalam politik pemilu Amerika Serikat. Dia menunjukkan bahwa usulan pembentukan negara Yahudi di negara Palestina, tidak hanya sebagian besar minoritas Arab akan didominasi Yahudi tetapi ekonomi negara akan berada di bawah pengawasan internasional yang akan menjadi pembangunan ilegal.
Delegasi Denmark mengatakan kepada Sir Zafrullah Khan bahwa suara PBB untuk pembagian Palestina itu dicurangi dan negara-negara Skandinavia berada di bawah tekanan Amerika Serikat. Setelah voting, dia mengatakan kata-kata ini yang beberapa tahun kemudian delegasi dari Oman menyebutnya nubuwatan:
“Bangsa-bangsa bangkit dan jatuh. Sejarah menceritakan kita tentang kerajaan dari Babel, Mesir, Yunani, dan Romawi, orang-orang Arab, Persia, dan Spanyol. Saat ini, sebagian besar pembicaraan adalah tentang Amerika dan Rusia. Alquran mengatakan: Kita akan melihat periode bangkit dan jatuh seperti semua bangsa-bangsa dan siklus yang menarik perhatian hukum universal. Apa yang bertahan di bumi adalah yang bermanfaat untuk makhluk Tuhan.
“Tidak ada seorang pun yang bisa memprediksi apakah saat ini proposal yang disponsori dan didukung oleh kedua negara besar tersebut akan membuktikan bermanfaat atau sebaliknya dalam dunia nyata.
“Kami sangat takut bahwa kebaikan, jika ada, yang disebabkan partisi demikian kecil dibandingkan dengan kerusakan yang mungkin ditimbulkan. Partisi ini benar-benar tidak memiliki keabsahan hukum. Kami menghibur diri tanpa mengeluh terhadap teman-teman kita dan sesama wakil yang telah dipaksa, di bawah tekanan berat, untuk mengubah pandangan dan untuk memberikan suara mereka dalam mendukung proposal keadilan dan kejujuran yang tidak memuji diri mereka. Perasaan kita bagi mereka adalah bersimpati bahwa mereka harus telah ditempatkan dalam posisi malu seperti antara pertimbangan dan hati nurani mereka, di satu sisi, dan tekanan yang mereka dan pemerintah mereka yang menjadi sasaran, di sisi lain. “
Pada tahun 1973 di bawah komando seorang Marsekal Ahmadi Chaudhry Zafar A., ia Kepala Angkatan Udara Pakistan ke-8, bahwa enambelas pilot Angkatan Udara Pakistan berangkat ke Timur Tengah dalam rangka mendukung Mesir dan Suriah melawan Israel selama Perang Yom Kippur, Perang Ramadhan, atau perang Oktober. Chaudhry juga menjabat sebagai managing Direktur PIA (Pakistan International Airlines) untuk waktu singkat 1971-1972 dan juga anggota pendiri Komisi Hak Asasi Manusia Pakistan.
Selama krisis Israel-Gaza 2009, Yang Mulia Khalifa Islam Mirza Masroor (Hudhur) atba. bersabda:
“Kekejaman Israel semakin meningkat. Memang banyak orang yang sebelumnya telah menawarkan dukungan mereka kini berbalik melawan mereka. Negara-negara yang tetap diam sebenarnya membantu atas kekejaman ini.”
Pada 2012, Hudhur atba. mengirim surat kepada Perdana Menteri Israel memperingatkan dia atas serangan terhadap Iran. Hudhur atba. memperingatkan perdana menteri Israel Benjamin Netanyahu dan Presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad bahwa konflik mereka kali ini akan menimbulkan konsekuensi yang mengerikan bagi seluruh dunia.
Pada saat yang sama, pengikut Jamaah Muslim Ahmadiyah yang hidup di bawah otoritas Palestina dikucilkan.
Beberapa lusin Ahmadi hidup di Tepi Barat, yang berpenduduk 2,5 juta yang merupakan Sunni Muslim Palestina yang kuat. Kasus terhadap Ahmadiyah jarang terjadi sampai saat ini, namun pengadilan Islam lokal sudah mulai mencap mereka sebagai murtad.
Sekitar 21% dari delapan juta warga Israel adalah orang Arab. Sebagian besar orang-orang Arab Israel–81 persen–adalah Muslim termasuk juga Ahmadiyah.
Haifa Kababir adalah rumah bagi komunitas Ahmadiyah Muslim Israel dengan minoritas yang signifikan dari orang-orang Yahudi di samping mayoritas Ahmadiyah. Sebagian besar dari dua ribu Ahmadiyah yang tinggal di daerah perumahan Haifa ini, yang dimulai sebagai sebuah desa pada tahun 1850 oleh anggota keluarga besar Audah, menempatkan Muslim Ahmadi di Palestina bahkan sebelum penciptaan Israel. Dan misi yang sama terus ada untuk melayani orang-orang Muslim dan untuk menyebarkan Islam.
Luar biasa
Mantaap……………