Ada yang tidak biasa di Kampus UMAHA, pada Senin 2 Maret 2020 yang lalu, ketika matahari mulai tenggelam, Gubernur Mahasiswa Fakultas Hukum Umaha, Achmad Chikam dan kawan-kawan malah sibuk mempersiapkan sebuah acara seminar kebangsaan dengan tema melawan radikalisme dalam bingkai Islam sebagai agama perdamaian. Seminar ini terselenggara berkat kerjasama rektorat kampus UMAHA dengan Jemaat Ahmadiyah Indonesia.
Seminar hari itu berlangsung bada Shalat Isya sampai jam 22.30 WIB, bagi kita pada umumnya jam tersebut bukan jam biasa untuk aktivitas akademik, namun ternyata di kampus UMAHA perkuliahannya malah kebanyakan jam malam dengan tujuan menjembatani mereka yang sibuk bekerja di siang hari dapat melanjutkan study di sini, tidak heran kehadiran mahasiswa yang mengikuti seminar inipun hampir sama dengan kehadiran seminar pada umumnya yang diselenggarakan di siang hari.
Lagu Indonesia Raya bergema di ruang Aula Fakultas hukum UMAHA yang dinyanyikan 80 an peserta sebagai pembuka acara seminar, lagu Indonesia Raya ini merekatkan persaudaraan Mahasiswa UMAHA, Ketua PAC NU Sidoarjo, para pembicara seminar dan komunitas Muslim Ahmadiyah, kami semua berdiri sempurna dan bersepakat bangunlah jiwanya, bangunlah badannya untuk Indonesia Raya.
Dalam sesi sambutan diawali oleh Dekan Fakultas Hukum UMAHA Dr. M. Zamroni. SH. M.Hum, ia menyampaikan pentingnya persaudaraan tanpa harus mengusik ranah teologi siapapun, menyoroti dari sisi hukum Dr. M. Zamroni menggarisbawahi bahwa ternyata masih banyak peraturan Pemerintah daerah yang bertentangan dengan UUD 45, bahkan sering diikuti tindakan perskusi terhadap kelompok minoritas yang dilakukan oleh kelompok-kelompok radikal, kejadian ini kerap berulangkali terjadi, dengan sendirinya menujukan belum hadirnya negara dalam dalam menyelesaikan masalah ini.
Menyambut sambutan dari Dr. M. Zamroni, Bapak Ahmad Mubarik perwakilan dari jemaat Ahmadiyah menyampaikan bahwa perbedaan adalah keniscayaan, diskusi, dialog atau ngopi bareng, apapun Istilahnya bisa mengurangi dampak buruk perbedaan yang ada, harapan itu yang kami inginkan dari terselenggaranya seminar ini.
Adapun inti dari seminar ini menghadirkan empat pembicara, yaitu Dr. H. Zamroni (Dekan Fak. Hukum UMAHA), Dr. Basyir, A.Ag. M.Ag. (Dekan Fakultas Ushuludin dan Filsafat UINSA), Ahmad Azmi Musyadad, S.IP. M.IP. (Ombudsmen Propinsi Jawa Timur) dan Mln. Basyarat Ahmad Sanusi (Mubaligh Jemaat Ahmadiyah Indonesia).
Sesuai kapasitas masing-masing para pembicara menyampaikan ide dan gagasannya dalam upaya melawan radikalisme yang perkembanganya cukup mengkhawatirkan, radikalisme tidak lagi diranah ideologi pemikiran tetapi telah menjelma menjadi teror di mana-mana, Dr. M. Zamroni menyampaikan agar para tokoh agama, pemerintah dan masyarakat bersinergi mengikis habis ideologi radikal ini, pemerintah terutama wajib hadir menegakan hukum seadil-adilnya, sementara itu Dr. Kunawi mengupas tentang perjalanan Islam transnasional yang telah banyak merubah wajah Islam Indonesia yang ramah dan toleran hingga sebagiannya telah berubah menjadi bengis dan pelaku intoleran, menurutnya model Islam Nusantara yang ramah dan Toleran itu perlu dikukuhkan dikuatkan dan dikembangkan di tengah-tengah masyarakat, sehingga pada tingkatan berikutnya Indonesia bisa menjadi model Islam rahmatan lilalamin.
Pembicara ketiga dari Ombudsman, Ahmad Azmi, Fungsi Ombudsman dalam hal menerima pengaduan dan pengawasan terhadap pelayanan publik dari pemerintah agar tidak terjadi tidakan aparat yang diskriminatif terhadap masyarakat siapapun itu, kedua Ombudsman berperan sebagai mitra dalam pengawasan pelayanan publik yang transparan. Adapun pembicara terakhir sebelum session tanya jawab disampaikan oleh Mln. Basyarat Ahmad Sanusi, paparannya fokus menyampaikan ajaran Al-Quran tentang Toleransi, praktek toleransi di masa Rasulullah Saw, pandangan Toleransi menurut Jemaat Ahmadiyah, dan peran serta jemaat Ahmadiyah di tingkat Global dalam rangka ikut serta menciptakan perdamaian dunia, intinya Jemaat Ahmadiyah berusaha sepenuhnya menjalankan Al-Quran dan Sunah Nabi Saw. dalam dakwah bilhikmah kepada seluruh umat manusia.
Setelah sesi pemaparan narasumber selesai, acara dilanjutkan dengan tanyajawab, pertanyaan penting yang di alamatkan kepada Narsum dari Jemaat Ahmadiyah datang dari ketua Banser Sidoarjo, beliau menanyakan Fatwa sesat tentang Ahmadiyah, dirinya merasa heran karena syahadat Ahmadiyah yang di ucapkan oleh pembicara dari Ahmadiyah baik di sambutan Ahmad Mubarik maupun dalam penyampaian materi oleh narsum dari Ahmadiyah ternyata sama dengan syahadat Islam pada Umumnya, apakah Ahmadiyah telah merubah keyakinannya ? demikian pertanyaannya. Dan di jawab secara tegas oleh narasumber dari Jemaat Ahmadiyah dengan mengutif sabda pendiri Ahmadiyah, yaitu : “Ketahuilah wahai saudaraku, kami beriman kepada Allah sebagai Tuhan Kami dan kami beriman kepada Muhammad Saw, sebagai nabi kami, dan kami beriman bahwa beliau Saw. adalah khataman nabiyyiin, kami beriman kepada al-Quran bahwa itu dari Allah yang Maha Pengasih, dan kami tidak menerima apa saja yang menyalahi Al-Quran dan keterangan-keterangan, hukum-hukum, kisah-kisah meskipun perkara itu timbul dari akal manusia atau dari riwayat-riwayat yang dinamakan hadis, atau dari kata-kata sahabat dan Tabiiin (Tuhfah Al-Baghdad, hal. 23). Jika keyakinan pendiri Ahmadiyah seperti ini apa yang harus di rubah dari ke-Islaman Ahmadiyah, adapun mengenai fatwa, ia adalah nasihat kalau cocok dengan kami maka akan kami gunakan dan sebaliknya jika tidak cocok tidak akan kami pakai, lagipula MUI memfatwa Ahmadiyah sesat berdasarkan 9 buku, yang bagi Jemaat Ahmadiyah buku itu masih misterius buku yang mana, namun kami jemaat Ahmadiyah akan selalu membuka diri untuk berdialog secara konstruktif dengan siapapun.
Demikian rangkaian seminar di UMAHA (Universitas Maarif Hasyim Latief) berlangsung dengan aman dan penuh kekeluargaan, acara diakhiri jan 22.30 WIB dengan pengaungrahan cendera mata kepada para pembicara dari Dekan Fakultas Hukum Umaha.
Kontributor : Budiono, Amirda Jatim.