Padang – Dalam rangka menghadapi pemilihan kepala daerah (Pilkada) yang damai dan bersih dari hoaks, Pemuda Ahmadiyah Indonesia atau Khuddamul Ahmadiyah Pampangan bersama perwakilan dari berbagai agama dan kelompok masyarakat lintas iman di Padang menggelar diskusi publik bertema ‘Lawan Hoaks Bersama Kelompok Lintas Iman ‘ pada Sabtu, 26 Oktober 2024.
Acara yang diselenggarakan di Warung Naras ini membahas strategi menangkal hoaks melalui edukasi agama, digital, dan politik.
Diskusi ini dihadiri oleh Mubaligh Jemaat Ahmadiyah Pampangan Mln. Rochmad Abdullah sebagai pemateri, yang membuka diskusi dengan perspektif Islam mengenai bahaya hoaks.
Mln. Rochmad menyampaikan, dalam Al-Quran, penyebaran kebohongan dan kebencian sangat dikecam.
“Dalam Surah An-Nur ayat 19, dikatakan bahwa orang-orang yang suka menyebarkan kebohongan akan mendapat azab yang pedih, lalu dalam Surah Al-Hujurat ayat 6, yang mengajarkan umat Islam untuk memverifikasi informasi yang diterima agar tidak terjebak dalam fitnah dan berita palsu.” ujarnya.
Mln. Rochmad menyebutkan bahwa Jemaat Ahmadiyah kerap menjadi korban hoaks yang menyesatkan.
“Padahal, Islam mengajarkan kita untuk selalu mengecek kebenaran informasi sebelum mempercayainya,” tegas Mln. Rochmad.
Ketua Yayasan Cinta Damai Bersama (YCDB), Desmurniyati turut berbicara dari perspektif agama Kristen.
Ia menegaskan pentingnya menjadi “terang dan garam” bagi dunia, menjaga perdamaian dan menyebarkan kasih, serta menolak segala bentuk kebohongan.
“Berbohong tidak dibenarkan dalam Kristen, bahkan jika itu untuk alasan menyelamatkan orang lain,” tegas Desmurniyati.
“Fenomena hoaks dengan proses politik, terutama saat pemilihan kepala daerah. Hoaks terjadi karena kita sering mengagungkan salah satu calon secara berlebihan tanpa memahami arti politik yang sejati. Seharusnya menjadi sarana pengabdian, bukan untuk menyebarkan kebencian atau memecah belah masyarakat,” Desmurniyati menambahkan.
Menyoroti pentingnya peran generasi muda, dosen Universitas Andalas, Rozidateno Putri, menyatakan bahwa Generasi Z menjadi sasaran mudah bagi hoaks di dunia digital.
“Mereka terpapar informasi yang terus berubah dengan cepat dan sering kali tidak memiliki waktu untuk melakukan verifikasi,” jelas Rozidateno.
Rozideteno juga menekankan pentingnya pendidikan politik bagi masyarakat, terutama generasi muda, agar mereka memahami pentingnya kepedulian terhadap pemilu dan kebijakan yang berdampak pada kesejahteraan rakyat.
“Politik memang berbicara soal kepentingan, tetapi yang utama adalah menjunjung nilai kejujuran dan tidak terjebak dalam berita bohong,” ungkapnya.
Sementara itu, Silmi Novita Nurman dari Pelita Padang mengusulkan pembentukan “siskamling digital” bagi komunitas untuk membantu mengedukasi publik tentang cara membedakan informasi yang benar dari yang palsu.
“Kita bisa membuat ‘siskamling digital’ atau patroli konten hoaks, lalu mengedukasi follower secara bergilir,” ujarnya.
Diskusi ini berakhir dengan penandatanganan deklarasi damai yang diikuti oleh perwakilan berbagai kelompok lintas iman, organisasi mahasiswa, dan masyarakat sipil dengan harapan agar Pilkada 2024 dapat berlangsung dengan aman, damai, dan bebas dari ujaran kebencian.
Editor: Devi Savitri