Siapa yang tidak kenal Raditya Dika. Pria yang akrab disapa Radit tersebut terkenal sebagai komika, sutradara, dan juga aktor. Tapi jauh sebelum itu, dia memulai karirnya sebagai penulis komedi lewat buku Kambing Jantan.
Menjadi penulis komedi bukan hal yang sulit. Berikut tips dan trik agar kamu bisa jadi penulis komedi.
- Buat Judul yang Kekinian
Penulis adalah produk pada zamannya. Penulis selain dituntut kreatif dan mampu menghasilkan ide-ide baru, juga wajib beradaptasi dengan zaman dan lingkungannya. Penulis harus tahu siapa yang jadi target pembacanya. Untuk seorang penulis komedi target pembaca biasanya remaja dan dewasa di kisaran usia 15-27 tahun.
Judul sebagai pintu gerbang masuk pembaca ke dalam isi buku harus sesuai dengan apa yang sedang hits saat itu. Misalnya, penulis ingin menyasar remaja yang salah satu problematikanya adalah soal percintaan. Maka dia harus mencari kosakata apa saja yang ada kaitannya dengan masalah percintaan remaja zaman sekarang. Contoh: novel Gagal Move On yang berkisah tentang rumitnya hubungan cinta remaja di era digital.
- Jangan Takut Kirim Ke Penerbit
Sebagian besar orang ingin menjadi penulis. Entah untuk berkarya atau memang ingin tenar. Apapun tujuannya, kalau masih dihinggapi ketakutan untuk mengirimkan naskah ke penerbit, bersiaplah untuk mengubur mimpimu dalam-dalam.
Takut ceritanya tidak menarik, kurang pede, sampai takut ditolak penerbit biasanya jadi alasan utama seseorang enggan mengirimkan naskahnya. Berkaca dari pengalaman pribadi, sudah belasan naskah yang saya kirimkan ke penerbit di Jakarta dan Yogyakarta sejak tahun 2010 dan semunya belum tertarik membukukan naskah saya. Baru akhir tahun 2012, salah satu penerbit di Yogyakarta mau menerbitkan dan kemudian disusul terbitnya buku kedua dan ketiga di tahun 2013 dan 2014.
Biasanya, penerbit akan mengembalikan naskah ke penulis jika dirasa tidak cocok dan pengembaliannya disertai dengan catatan dari editor yang tujuannya agar menyempurnakan tulisan kita kembali. Bukan untuk menyerah dan mengendapkan naskah kita di lemari atau laptop.
- Tulis Apa yang Pernah Dialami
Dalam menulis cerita komedi, dikenal dengan istilah personal literature – selanjutnya kita sebut pelit- . Pelit ini adalah menulis cerita komedi berdasarkan pengalaman pribadi. Sama seperti menulis catatan harian, tapi dengan sedikit konflik. Sehingga pembaca merasa terlibat dalam cerita yang kita tulis. Beberapa contoh novel komedi pelit: Curcol Kantor (Anjar Octaviani), The G’S Diare (Setio Anggie), Skripshit (Alit Susanto), dan Gagal Move On (Talhah Lukman Ahmad).
- Penulis Harus Punya ‘Surat Izin Membunuh’
“Jangan jadikan tokoh utama hidupnya seperti Barbie yang hidupnya senang terus,”
Itu yang diucapkan editor salah satu editor non-fiksi. Dia juga bilang kalau seorang penulis komedi walaupun tulisannya wajib bikin orang tertawa, tapi tetap harus memiliki ‘naluri membunuh’. Tidak usah panik, ‘surat izin membunuh’ ini bukan surat izin dimana kami para penulis komedi dengan mudahnya menembak kepala orang-orang yang tidak sekeyakinan dan sepemikiran. Bukankah hidup dengan love for all hatred for none itu lebih indah?
Di sini penulis harus menjadikan tokoh utama di dalam ceritanya hidup dengan penuh cobaan dan penderitaan yang nyesek berkepanjangan. Jadi, ketika pembaca menutup halaman terakhir, ia akan tertawa terbahak-bahak lalu bertanya, “ Ini serius cerita asli? Kok ngenes ya?”
- Seratakan Sinopsis
Keberanian untuk mengirimkan ke penerbit sudah punya. Tapi ingat editor nggak cuma periksa naskah kamu aja. Masih banyak naskah yang harus diseleksi dan diedit tiap harinya. Bantulah mereka untuk mempermudah semuanya dengan mencantumkan sinopsis. Dengan begitu, editor akan punya gambaran singkat tentang tulisanmu. Pastikan juga sinopsis dibuat per bab dengan mencantumkan inti ceritanya saja.
- Ikuti Ketentuan Penerbit
Beberapa penerbit biasanya memberikan syarat pada para penulis yang ingin mengirimkan naskahnya ke mereka. Seperti misalnya font Times New Roman, 1,5 spasi, dan harus 200 lembar. Ingat, buat kamu yang baru pertama ngirim naskah, jangan abaikan soal itu. Sepele sih, tapi dari situ, penerbit akan tahu siapa diri kamu sebenarnya dan apakah kamu bisa diajak bekerjasama nantinya.
- Minta Teman, Saudara, Tetangga, untuk Menilai
Boleh jadi kamu merasa tulisanmu sudah lucu dan membuat kamu tertawa kencang sampai membangungkan tetangga. Ingat, tujuan kamu menulis bukan untuk dibaca sendirian tapi juga orang lain. Setelah selesai, sebelum dikirim ke penerbit mintalah pendapat teman, saudara, keluarga, bahkan tetangga untuk membaca naskahmu. Kalau mereka sukses tertawa sampai membangunkan tetangga sebelah, segera kirim ke penerbit.
- Ada Editor Bukan Berarti Tidak Ikut Ngedit
Kesalahan menulis nama tempat, nama orang, kalimat atau biasa disebut typo adalah hal yang manusiawi. Penulis yang sudah menulis sepuluh buku sekalipun tidak akan lepas dari typo. Tapi untuk penulis pemula, typo terlalu banyak juga tidak baik. Penerbit akan menganggap kamu tidak serius dengan naskahmu. Kalau kamu tidak serius dengan naskahmu, bagaimana kamu bisa serius dengan si dia? Eh.
- Sekeras Apapun Usaha dan Sepanjang Apapun Tarikan Nafas, Akhiri dengan Berdoa
Setiap usaha harus dibarengi dengan doa. Rasanya semua orang pun sudah tahu. Jika kamu merasa usahamu untuk jadi penulis sudah maksimal. Mari tutup dengan pengharapan dalam setiap doa. Keberhasilan tidak akan pernah mengkhianati kerja keras kok.
Talhah Lukman Ahmad
Penulis #Gegara Skripsi, Celengan Putih Merah, dan Gagal Move On