AMBON – THE Natsepa Hotel and Convention Center di kawasan Pantai Natsepa Ambon menjadi saksi muda-mudi Ambon berkumpul untuk menyuarakan perdamaian. Salam (muslim) sarane (kristen) dipertemukan dalam satu workshop yang diselenggarakan oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan yang bekerjasama dengan Balai Budaya dan Bahasa Maluku. workshop tersebut digelar sebanyak 3 kali, dan masing-masing dilaksanakan selama tiga hari.
Workshop pertama dilaksanakan pada tanggal 21 sampai 23 Oktober di Hotel Amans, Ambon. Workshop kedua dan ketiga dilaksanakan di The Natsepa Hotel and Convention Center, Natsepa Ambon pada 19 hingga 21 November dan 5 sampai 7 November.
Rangkaian workshop ini mengambil tema “Internalisasi Nilai Budaya Damai pada Komunitas Muda di Ambon”. Dan sebagaimana terdapat dalam tema yang diusung peserta workshop berasal dari berbagai komunitas muda di Ambon. Baik itu dari kalangan mahasiswa, komunitas seni, perwakilan sekolah menengah atas, dan anak-anak dari daerah rawan konflik. Total peserta yang berpartisipasi dalam workshop ini adalah sebanyak 40 orang.
Nara sumber dan Fasilitator berasal dari Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Jakarta, dan juga Fasilitator Lokal dari Ambon. Berhubung workshop ini memakai menggunakan metode Living Values Education yang didalamnya lebih banyak diisi dengan refleksi nilai-nilai, maka yang banyak bersinggungan dengan peserta adalah para Fasilitator.
Para Fasilitator diketuai oleh Dr. Abidin Waikano yang merupakan wakil Rektor STAIN Ambon,yang sekaligus Koordinator LVE Maluku. Diantara para Fasilitator ada Rudi Fofid (Seniman, Aktor, Wartawan Senior Suara Maluku), Aditia (Kopi Badati), Tirta Triana (Ambon Bergerak, LVE Maluku), Ridhwan Ibnu Luqman (JAI, Koordinator LSAF Maluku, LVE Maluku).
Selama rangkaian workshop tersbut peserta dibawa untuk membuka sekat-sekat yang memenjarakan nilai-nilai baik dalam diri mereka. Belajar mengenal satu sama lain, menerima keberadaan lain, dan yang tidak kalah penting adalah belajar berdamai dengan diri sendiri, karena itu merupakan kunci untuk berdamai dengan yang lain.
Dalam workshop ini juga para peserta diajak bagaimana belajar active listening atau belajar menghargai orang lain dan memahami keberadaan lian secara utuh dan menyeluruh. Sebagian besar peserta berasal dari agama Muslim dan Kristen. Keduanya pernah mengalami penderitaan konflik 1999. Workshop ini juga memfasilitasi sesi resolusi konflik, para peserta diajak untuk melihat realita, menerimanya, dan mengubah keadaan lalu dengan mengobati luka-luka bekas konflik dengan harapan-harapan damai.
Rangkaian workshop ini pun di tutup pada hari senin 7 November 2015. Dalam kesempatan ini seluruh peserta sepakat untuk mebuat suatu ikatan kekeluargaan “Pela & Gandong” dan akan banyak bertemu untuk menebarkan nilai-nilai damai pada saudara-saudara lain.
Ridhwan Ibnu Luqman