Jakarta – Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta bekerja sama dengan University of Rostock dan Führungsakademie der Bundeswehr sukses menggelar acara Kolokium Internasional di Ruang Aula Serbaguna Gedung Syaidah Inn, Ciputat, selama dua hari pada Selasa dan Rabu (10-11/9/2024).
Acara yang mempertemukan para akademisi dan praktisi dari berbagai latar belakang dan negara ini bertajuk “Diplomacy of The Divine: Religion’s Role in International Peace” yang membahas peluang dan risiko terkait dengan keragaman agama, khususnya dengan fokus pada Indonesia dan Jerman, serta berupaya meningkatkan dialog antaragama dan pemahaman bersama.
Salah satu pembicara, Syed Taha Anwar, yang juga perwakilan Jemaat Muslim Ahmadiyah, turut hadir untuk menyampaikan pemaparan singkat yang bertajuk “Ahmadiyya Muslim Jamaat: United on One Hand for World Peace”. Dalam pidato singkatnya, ia menjelaskan upaya Jemaat Muslim Ahmadiyah untuk membawa perdamaian di dunia adalah dengan bertindak berdasarkan nilai-nilai keadilan yang dibimbing oleh petunjuk dari Khalifah Muslim Ahmadiyah.
Dalam pidato singkatnya, ia mengemukakan berbagai fakta ketidakadilan yang terjadi di dunia dan bagaimana hal tersebut menjadi penyebab hilangnya perdamaian. Sebagai perwakilan dari Jemaat Muslim Ahmadiyah, ia memberikan solusi perdamaian dan penegakan keadilan dunia yang berdasar pada konsep Khilafat Ahmadiyah yang dibimbing oleh Khalifah sebagai pemimpin spiritual.
Syed Taha Anwar menjelaskan bahwa konsep Khilafat Ahmadiyah adalah konsep kekhalifahan yang berdasar murni pada nilai-nilai spiritual, bukan suatu kekhalifahan yang mengambil alih suatu negara atau pemerintahan. Khalifah Ahmadiyah adalah pemimpin spiritual yang berfokus memberikan petunjuk dalam masalah kerohanian.
“What do we mean by Khilafat and what is Ahmadiyya Khilafat, so it is not something which is to take over a government.” ia menjelaskan. “We believe that our spiritual leader, His Holiness, Hazrat Khalifatul Masih, is the spiritual leader of the community. So for the spiritual needs we turn to him, we listen to his instructions, we ask him for his guidance,we ask him for prayers.” ia melanjutkan.
Syed Taha Anwar menambahkan bahwa, di negara manapun seorang Ahmadi tinggal, dia akan taat pada hukum dan pemerintahan negaranya. Begitupun dengan anggota Ahmadi yang tinggal di Indonesia, para Ahmadi tersebut pasti akan taat dan tunduk pada pemerintah dan hukum yang berlaku di Indonesia.
Ia juga berharap, sebagai negara dengan penduduk muslim terbanyak di dunia, Indonesia dapat memberikan contoh toleransi di mana semua orang dari berbagai latar belakang agama, suku, bangsa dan ras dapat hidup harmonis dan saling berdampingan satu sama lain.
Salah seorang peserta acara, Wasil, yang merupakan Dosen Program Studi Agama di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, menyampaikan tanggapannya mengenai pemaparan Syed Taha dalam acara tersebut. “Konsep khilafah dalam ahmadiyah itu berbeda dengan konsep khilafah pada umumnya.” ujarnya. “Ketika orang mendengar khilafah selalu berkorelasi dengan hal yang dianggap negatif, dianggap ingin mendirikan negara Islam atau ingin melawan NKRI atau ingin mengganti Pancasila. Tapi ketika kita mendengarkan secara langsung bahwa ternyata konsep khilafah Ahmadiyah itu adalah sifatnya adalah spiritual dan itu sangat jauh berbeda dengan khilafah yang pada umumnya seperti ISIS atau Hizbut Tahrir Indonesia.” ia menjelaskan.
Acara Kolokium Internasional yang diselenggarakan oleh Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman bersama mengenai hubungan kompleks antara agama, kekerasan, dan pembangunan perdamaian melalui berbagai perspektif teoretis dan pengalaman praktis, serta dialog antaragama antara para akademisi Indonesia dan negara lainnya, dengan fokus khusus pada peran agama dalam pembangunan perdamaian.