Inggris– Cendikiawan Muhammadiyah, Prof Najib Burhani hadiri pertemuan muslim terbesar di Eropa, Jalsah Salanah pada Jumat-Minggu, 28-30 Juli 2023.
Ia berkesempatan menyampaikan pidato sambutan sebagai perwakilan tokoh nasional Indonesia di hadapan puluhan ribu anggota komunitas Ahmadiyah Internasional.
Diketahui, Prof Najib hadir bersama rombongan Pemimpin Ahmadiyah Indonesia dan 4 tokoh nasional lainnya.
Dalam sambutan ia mengenang pengalaman 17 tahun lalu pernah mengikuti shalat Jumat di London yang dipimpin (khutbah) oleh Khalifah secara virtual.
“Saya tinggal di Groove House, dekat Universitas dan tidak jauh dari Masjid Ahmadiyah. Saat itu saya mengikuti shalat Jumat yang dipimpin oleh Khalifah dari London,” kata Prof Najib Burhani.
“Sudah 17 tahun sejak saat itu akhirnya saya bisa datang ke sini lagi untuk menghadiri Jalsah yang lain. Saya merasa terhormat dan sangat berterima kasih atas undangan tersebut,” kenangnya.
Prof Najib menjelaskan, tragedi yang menimpa tiga anggota Ahmadiyah di Cikeusik, Indonesia pada tahun 2011, jadi momen yang mendorongnya untuk meneliti dan membantu klarifikasi kesalahpahaman serta prasangka terhadap Ahmadiyah.
Dengan semangat yang kuat, Profesor Najib menyelesaikan disertasinya tentang Ahmadiyah di University of California Santa Barbara pada tahun 2013.
Judul disertasinya, “When Muslims are not Muslims: The Ahmadiyya Community and the Discourse on Heresy in Indonesia,” membuka wawasan baru tentang kelompok Islam selain Sunni dan Syiah yang jarang dieksplorasi pada waktu itu.
Sejak lama ia telah menerbitkan sejumlah artikel, bab buku, dan karya-karya penting lainnya tentang Ahmadiyah yang diterbitkan oleh jurnal dan penerbit terkemuka di dunia.
“Beberapa profesor menganggap disertasi saya berhasil membuka mata kajian Islam. Ini juga membuka jalan untuk mempelajari varian kelompok dalam Islam, selain Sunni dan Syiah. Bahwa ada keragaman dalam Islam,” jelas Prof Najib.
Penelitiannya, memaparkan dua abstrak studi penting. Pertama, ia menyoroti pentingnya terjemahan Al-Qur’an Ahmadiyah yang dihargai tinggi di Indonesia pada paruh pertama abad ke-20.
Meskipun Ahmadiyah dituduh mengikuti kitab suci yang berbeda, kajian Profesor Najib menyoroti keunikan dan kontribusi penting dari terjemahan tersebut bagi pemahaman Islam di Indonesia.
Kedua, ia menyajikan analisis tentang alasan orang bergabung dengan Ahmadiyah, bukan semata-mata karena strategi dakwahnya, melainkan juga karena ikatan kuat antar anggota, keyakinan spiritual dan mistik, serta etika moralitas yang tercermin dalam perilaku mubalighnya.
Penelitian Profesor Najib memberikan wawasan berharga tentang dinamika komunitas Ahmadiyah dan faktor yang memengaruhi kesadaran bergabung dalam kelompok ini.
Di akhir ia apresiasi dan terima kasih kepada Jemaat Ahmadiyah atas dukungannya selama perjalanan akademiknya.
Ia berharap bahwa penelitiannya dapat terus memberikan kontribusi positif dalam menghapuskan prasangka dan mendukung keberagaman dalam Islam.