Sintang – Bulan Ramadhan 1445 H terasa lebih istimewa, pasalnya Jemaat Ahmadiyah kedatangan tamu terhormat. Ia adalah Agustinus Luki, seorang tokoh adat suku Dayak, beragama Katolik yang bergelar panglima Pajaji bersama kawan-kawannya yang asli Muslim Makasar.
Mereka ditemui langsung oleh Safrizal Caniago, sekretaris umur amah Jemaat Ahmadiyah Sintang, yang juga sebagai nazim A’la Anshorullah Kalbar 2 di RM. Padang Raya. Selasa, 2 April 2024.
Mereka pun saling menanyakan kabar dan berbincang santai dalam suasana persaudaraan.
Hal yang menarik adalah panglima Pajaji sempatkan membaca tafsir Al-Qur’an karya Jemaat Ahmadiyah. Mereka mulai membuka halaman 210-211, yaitu pembukaan surah Ali Imran yang memuat penjelasan tentang peperangan. Kemudian, mereka berdiskusi seputar konsep jihad dalam Islam.
“Jihad berupa peperangan atas nama agama di zaman ini tidak berlaku, itu era dulu saat umat Islam terdesak, dan bersifat pembelaan (defensif), karena didiskriminasi dan diserang, sifatnya darurat. Islam domainnya mengajarkan kedamaian dan kasih sayang kepada siapapun”, jelas Safrizal.
Safrizal sekaligus menerangkan perihal ajaran kedamaian dan kelemah-lembutan yang dicontohkan Nabi Muhammad Saw yang selalu dikampanyekan dan diamalkan para muslim Ahmadiyah seluruh dunia.
“Kini muslim Ahmadiyah sedang menebarkan Islam dengan semangat persaudaraan, cinta kasih dan kelembutan. Kita harus saling tolong menolong dan saling bantu membantu dalam kebaikan satu sama lainnya. Tidak boleh membenci satu sama lainnya”, imbuhnya.
Lebih lanjut, Safrizal mengatakan bahwa manusia adalah sama-sama ciptaan Tuhan, harus saling melindungi dan saling menjaga.
Panglima Pajaji bersama beberapa pemuda Makasar itu masih antusias menyimak penjelasan Safrizal Caniago.
Safrizal menjelaskan lagi, bahwa Al-Qur’an yang dipedomani Muslim Ahmadiyah tersebut mushaf dan isinya tidak berbeda dengan Al-Qur’an yang dikeluarkan Kemenag RI dan dianut umat Islam umumnya. Yaitu sama-sama 30 juz dan tidak ada yang dirubah sama sekali.
“Perbedaannya hanya pada penafsiran saja. Terkait konsep jihad disini, Ahmadiyah tidak memaknai jihad dengan pedang atau senjata, yang mengarah pada peperangan atas nama agama. Tapi yang ada di masa ini adalah hanya menebarkan kedamaian. Dengan kata lain, peperangan di masa kita ini adalah perang argumentasi atau dalil-dalil kebenaran. Perang pena atau tulisan”, jelas Safrizal.
Dengan nada santai dan sejuk, Safrizal mengulangi keterangan bahwa dahulu Nabi Muhammad Saw bersama umat muslim melakukan peperangan karena dalam keadaan terpuruk mengalami kekejaman terus menerus dari para penentang. Saat itu beliau mendapatkan izin atau perintah dari Allah Ta’ala untuk melakukan pembelaan diri atau perlawanan. Keadaannya, umat sudah diperlakukan buruk, sudah mencapai puncak diskriminasi, banyak yang dibunuh, ekonomi diboikot dan banyak mendapatkan penyiksaan.
“Rasulullah Saw dan umat Islam saat itu pun sudah bertahan untuk tidak melawan dalam waktu yang cukup lama. Mereka sampai hijrah ke tempat lain, supaya tidak ada lagi korban penindasan kaum penentang, juga hindari adanya perang”, ujarnya.
Mendengar penjelasan dari Safrizal Caniago terkait makna jihad yang sebenarnya, panglima Pajaji dan kawan-kawan pun senang dan memahami.
Lalu panglima Pajaji menimpali dengan mengatakan kepada kawan-kawan yang bersamanya.
“Kawan-kawan, inilah Ahmadiyah, mereka umat Islam yang baik dan ramah. Mereka selalu menebar kasih sayang dan kedamaian”, jelas Pajaji.
Lebih lanjut, Panglima Pajaji mengatakan bahwa orang-orang yang membenci muslim Ahmadiyah saja yang salah memahami.
Tidak terasa obrolan santai itu berlangsung cukup lama. Akhirnya, panglima Pajaji dan kawan-kawannya pun berpamitan. *