Jakarta, (1/4/2019). Menjelang Pemilu 2019, serentak partai politik menggunakan media sosial sebagai alat mendapatkan suara dari generasi milenial dengan berbagai cara. Radikalisme dan berita Hoax makin marak di kalangan masyarakat Indonesia, khususnya remaja dan pelajar. Kelompok dari salah satu pengikut calon Presiden berusaha menjatuhkan lawannya dengan menyebarkan fitnah dan kekerasan di masyarakat.
Untuk itulah para remaja Indonesia memerlukan suatu wadah yang bisa menyeimbangkan masuknya paham-paham garis keras ini. Nah inilah yang dibincangkan oleh anggota AMSAW DKI dan Jabar 2 bersama Ibu Prof. Dr. Hj. Musdah Mulia, M.A, ketika menghadiri acara International Forum for Peace and Human Rights, yang dilaksanakan pada tanggal 28 Maret 2019 di Gedung Pusat Kebudayaan Belanda, Erasmus Huis Auditorium.
Acara diawali dengan sambutan dari wakil Pemerintahan Belanda dan Direktur Sandya Institute. Inti dari acara Forum Internasional ini adalah memberikan Penghargaan Perdamaian dan HAM kepada Prof. Franz Magnis Suseno, SJ (Indonesian Religious Scholar and the Head of Driyarkara School of Philosophy postgraduate program), Prof. Dr. Maria Farida Indrati, S.H., M.H. (Professor of the Science of Legislation at the Faculty of Law, Universitas Indonesia and Former Indonesian First Female Justice), Prof. Dr. Sulistiowati Irianto, S.H., M.A. (Professor of Legal Anthropology at the Faculty of Law, Universitas Indonesia), dan Prof. Dr. Hj. Siti Musdah Mulia, M.A. (Indonesian Religious Scholar and the Secretary General of the Indonesian Conference on Religion and Peace).
Dalam wawancara, AMSAW bertanya kepada Ibu Prof. Dr. Siti Musdah Mulia, M.A. bagaimana peran wanita khususnya ibu dalam mencegah timbulnya radikalisme dan intoleran dalam masyarakat? Beliau menjelaskan bahwa itu adalah hal yang penting. Bagaimana cara beliau mengatasi masalah ini, yaitu dengan memberikan penyuluhan kepada para ibu di organisasi Nahdhatul Ulama dan Muhammadiyah.
“Menurut saya seorang ibu itu harus mengambil peran aktif dalam mencegah intoleran. Jika para ibu tidak aktif (dalam hal ini), maka anak-anak bisa menjadi teroris, jika seorang ibu membiarkan intoleran dalam hal sekecil apapun.
Kami menerangkan kepada Jamaah kami ini misalnya di kalangan Muslim, yaitu Muhammadiyah dan NU di lingkungannya menyampaikan bahwa tidak boleh ada pandangan intoleran dengan alasan apapun. Jangan berkata oh tidak apa-apa, dia kan cuma anak-anak. No, itu salah. Mereka kan Cuma bercanda, itu tidak boleh . Hoax juga harus diselesaikan. Intoleran sangat berbahaya bagi kehidupan bangsa.
Marilah kita sama-sama aktif untuk mengklarifikasi bahwa berita itu adalah Hoax, tidak boleh disebarluaskan. Kita semua tidak boleh diam, “ujar Ibu Profesor Musdah.”
Acara ini sangat berkesan, ditambah dengan bincang-bincang bersama Ms. Antje Missbach dari Monash University dan Fremita dari Kedutaan Besar Denmark. Ketika kami memperkenalkan diri bahwa kami adalah anggota AMSAW, Ms. Antje begitu terkejut dan senang kami menyebutkan Ahmadiyah. Beliau tahu bahwa Jemaat Ahmadiyah selalu menyebarkan kasih sayang dan perdamaian. Begitu juga dengan mbak Fremita, senang berjumpa dengan kami dan menanyakan dimana lokasi Masjid Ahmadiyah di Jakarta? dan kami saling memberikan kontak.
Acara ini menginspirasi kami untuk lebih menyebarkan love for all hatred for none dan stop radikalisme, intoleran, serta Hoax di masayarakat khususnya di kalangan remaja Indonesia.
Kontributor : Ine Siti Nurul
Editor : Nizam Haerul Imam