“Teknologi modern yang menghubungkan kita hari demi hari dengan cara baru, yang sebelumnya hanya bisa kita mimpikan,” kata Azeem. “Kemajuan ini, sekaligus menciptakan perdamaian dalam kehidupan kita sehari-hari, juga menempatkan tanggung jawab baru di pundak kita.
KANADA – Perkumpulan Gereja Grace bertemu dengan Komunitas Muslim Ahmadiyah pada Rabu malam untuk membahas perihal bahaya media sosial dan bagaimana mereka dapat secara langsung mempengaruhi stereotip terhadap agama, serta kebencian.
Selain itu, topik yang dibahas mengenai era baru teknologi modern dan bagaimana hal itu mempengaruhi para pemuda dalam masyarakat kita.
baca juga: [feed url=”http://warta-ahmadiyah.org/tag/kanada/feed/” number=”3″]
“Tujuan keseluruhan dari ini adalah untuk mempersatukan masyarakat kita,” kata Tariq Azeem, Imam Jemaat Muslim Ahmadiyah di Lloydminster. “Dua pemimpin dari dua agama yang berbeda telah bertemu dan berbicara. Orang-orang dapat melihat manfaat dari diskusi tersebut”. Tujuan dari topik hari ini adalah tidak hanya untuk belajar tentang agama, tetapi juga demi meningkatkan kehidupan moral dan sosial mereka juga.”
Hampir dua tahun telah berlalu semenjak dua agama ini memulai pertemuan, dan dilaksanakan tak lama setelah ISIS menjadi topik diskusi bagi banyak orang. Kedua belah pihak melihat bahwa hal tersebut mulai menaikkan dinding antara komunitas Muslim dan Kristen, serta menimbulkan kecurigaan dan prasangka.
“Saya ingin jemaat saya berbicara tentang fakta bahwa terorisme hanyalah bagian yang sangat kecil dari apa yang terjadi,” kata Menteri Perkumpulan Gereja Grace, Paul Duval. “Muslim adalah pendatang yang relatif baru di masyarakat kita yang mencoba untuk membangun dirinya; mereka layak untuk dihormati, dipahami dan disambut.”
Dalam dunia modern, teknologi berkembang pada kecepatan yang tak terduga. Pengetahuan berada di ujung jari kita tidak seperti sebelumnya. Namun, akses ke informasi dapat menyebabkan banyak orang percaya hal tertentu, dan bahkan menggeser ideologi dari seluruh populasi.
“Teknologi modern yang menghubungkan kita hari demi hari dengan cara baru, yang sebelumnya hanya bisa kita mimpikan,” kata Azeem. “Kemajuan ini, sekaligus menciptakan perdamaian dalam kehidupan kita sehari-hari, juga menempatkan tanggung jawab baru di pundak kita. Kemajuan kita begitu cepat, untuk orang biasa itu adalah sebuah tantangan untuk saling bersaing mengejarnya, sekaligus belajar mengenai etika-etika nya.”
Salah satu topik besar yang dibahas dalam diskusi sepanjang malam itu adalah mengenai efek media sosial pada remaja yang berkembang di masyarakat. Kekhawatiran yang muncul disebabkan oleh kurangnya privasi dalam kehidupan anak-anak, karena dengan media sosial mereka mampu untuk menyiarkan kegiatan sehari-hari mereka untuk sehingga bisa dilihat semua orang. Seorang gadis beragama Islam berusia tidak lebih dari 16 tahun, juga bertanya kepada dua pembiacara tentang usia yang tepat bagi anak untuk mulai menggunakan media sosial.
Untuk kondisi ini, Azeem menjawab, “Karena hanya ada batas usia untuk menikah, minum, dan merokok, maka kita seharusnya kita memberikan anak-anak akses terbuka ke media sosial, setelah mereka mencapai usia kematangan dan bisa membedakan antara yang baik dan buruk.”
Azeem lalu menjelaskan bahwa agama Islam menyarankan cara yang mungkin untuk beradaptasi karena dunia terus berkembang dan tumbuh. Dia menjelaskan secara rinci bagaimana Al-Quran memisahkan agama dan budaya, tidak pernah bertujuan untuk memberantas budaya, melainkan membimbing kita masing-masing tentang cara mencari pencerahan terhadap berbagai hal tersebut. Azeem memperingatkan semua orang untuk berhati-hati, dan menggunakan kebijaksanaan masing-masing ketika mencari petunjuk di lautan informasi tak berujung yang tersaji di internet.
Sebagai catatan akhir untuk diskusi dua jam tersebut, Azeem mengatakan, “Ada lebih banyak kesamaan yang dapat kita temukan dari masing-masing agama dibandingkan dengan perbedaannya. Namun sangat mudah untuk melihat dalam perbedaan dan mulai berdebat, tapi itu tidaklah baik dalam kehidupan komunitas, atau masyarakat. Kita bisa bergerak jauh lebih baik jika kita menerima perbedaan satu sama lain, menghargai perbedaan satu sama lain, dan hidup dengan satu sama lain dengan bahagia. Hal tersebut lebih baik bagi kelompok-kelompok serta masyarakat kita, meski apapun beragamnya kepercayaan yang anda miliki.”
Sumber : Times Of Ahmad
Alih Bahasa : Zahroh Ayu
Editor: Irfan S. Ardiatama