Jemaat Muslim Ahmadiyah Indonesia mendapat undangan istimewa dalam acara Silaturahmi dan Dialog Kultural Jaringan Lintas Iman Nusantara yang diadakan pada tanggal 1 Agustus 2015 di arena Muktamar NU ke -33, yaitu De Nala Foodcourt, Jombang.
Kehadiran Bapak utusan Mln. H. Syaeful Uyun sebagai narasumber didampingi Bapak Muballigh Wilayah Jawa Timur, Mln. Basuki Ahmad dan 12 anggota jemaat lainnya menambah semarak dialog malam itu.
Acara yang dihadiri lebih dari 100 peserta dari berbagai komunitas dan agama dimoderatori oleh Aan Anshori yang aktifis muda NU sekaligus ketua GUSDURian Jawa Timur.
Dialog yang bertema “Meneguhkan Indonesia sebagai Rumah Bersama” itu berlangsung santai tapi serius, dimulai dengan nyanyian untuk Gus Dur oleh Husein Muhammad dari Fahmina Institute yang juga mantan ketua Komnas Perempuan.
Berikutnya, Pendeta Simon Filantropa dari GKI Sinode juga menyampaikan orasinya melalui lagu tentang cinta kasih.
Nia Sjarifudin, ketua Aliansi Nasional Bhinneka Tunggal Ika/ ANBTI menyampaikan, “Kita menjadi Indonesia itu sulit. Kecerdasan melawan kebodohan. Puritanisme itu sangat jelek. Perda syariah agama tertentu di satu tempat akan dibalas di wilayah yang lain. Apabila negara diam saat terjadi kekerasan berbasis keagamaan itu berbahaya, apalagi bila negara malah sebagai pelaku. Mumpung Pak Jokowi akan membuka Muktamar NU ini kita sampaikan.”
Mbak Nia menambahkan,” NU sebagai organisasi terbesar di Indonesia sangat berguna dan berjasa , kita harus berjuang bersama di NKRI tercinta.”
Tiba giliran Mln. H. Syaeful Uyun mengungkapkan,”Negara Republik Indonesia berjanji akan melindungi seluruh warga negaranya. Tetapi kami diancam oleh sesama warga negara dan diusir dari tempat tinggal kami di Lombok. Kasus Ahmadiyah di Lombok dan kasus Syiah di Sampang merupakan kegagalan penguasa negeri ini. Saat itu, negara tidak hadir, hukum masih tumpul. Tetapi, sekarang dengan adanya kasus Tolikara, negara langsung hadir.”
Beliau juga menambahkan,” Negara harus tegas. Berhentilah bicara mayoritas dan minoritas. Kita semua adalah sama sebagai warga negara Indonesia. Ahmadiyah sbg warga negara Indonesia juga. Negara harus berani melawan siapapun yang berusaha merontokkan kebangsaan.”
Mln. H. Syaeful Uyun melanjutkan,” NU adalah organisasi terbesar di Republik Indonesia. Harusnya akan menggandeng elemen-elemen masyarakat yang lain untuk berjuang bersama.”
Menurutnya, Islam ada 2, yaitu islam Indonesia (islam yang cinta kasih) dan islam di Indonesia (islam dari negara lain yang tidak mengakui kultur masyarakat Indonesia, bahkan mau mengganti lambang negara Indonesia.
Beliau mengakhiri orasi dan berkata, “Indonesia ini hebat. Pendiri Republik Indonesia ini juga hebat. Mereka para pemberani. Akankah pemerintah sekarang akan seberani pendirinya?”
Bhikkhu Nyana Virya dari Trowulan, Mojokerto menyampaikan pesan damai,” Kita tidak usah menyalahkan orang lain, salahkan diri kita sendiri saja.”
Acara dialog diselingi dengan monolog singkat tentang keberagaman.
Romo T. Siga dari Paroki Jombang menyatakan,”Indonesia sebagai rumah bersama, kita harus kompak dulu makna rumah di sini. Jangan-jangan ini rumah kos atau rumah yang dikontrakkan.”
Setelah itu, Dian Jennie dari penghayat menyampaikan orasi singkatnya dilanjutkan tanya jawab. Ada Iskandar Zulkarnain yang tidak sengaja hadir di lokasi dialog menyatakan kesalutannya akan acara ini. Malah mengharapkan bisa rutin tiap 2 bulan.
Acara malam itu diakhiri dengan bersama-sama menyanyikan lagu Indonesia Raya. (Lailil Nuroniyyah, LI Gedangan)
Mubarak soo mubarak brothers….
Jika Indonesia terus mendepankan kebersamaan. Suatu saat Indonesia akan mampu menghadapi pengaruh dari Negara lain dan akan menjadi Negara yg besar dan Maju dengan berbagai banyak keyakinan. Indonesia akan di perhitungkan oleh Negara lain, jika Negara demikian yaitu melaksanakan azas ( Bhineka Tunggal Ika ). Semoga tercapai kedepannya. Amin