Madina. Baru-baru ini diberitakan Wikileaks membocorkan data rahasia lagi. Kali ini data yang dibocorkan adalah 600 ribu dokumen rahasia yang dikirimkan Kerajaan Arab Saudi ke Kedutaan Besar Saudi di seluruh Negara, termasuk di Indonesia.
Di dalam surat itu terbaca rencana kerjasama Majelis Tinggi Urusan Agama Kerajaan Saudi dengan Kementerian Luar Negeri, Kementerian Agama, dan Majelis Ulama Indonesia untuk menghentikan penyebaran Ahmadiyah di Indonesia. Dalam surat itu juga terbaca pernyataan bahwa “Kedutaan Besar Saudi di Jakarta harus menjelaskan bahaya Ahmadiyah pada pemerintah Indonesia”. (baca:Wikileaks Ungkapkan Bukti Saudi Menekan Pemerintah dan MUI untuk Menghabisi Ahmadiyah)
Terkait data yang dibocorkan Wikileaks itu, Juru Bicara Jemaat Ahmadiyah Indonesia (PB JAI) Yendra Budiana bertanya-tanya untuk apa negara besar seperti Arab Saudi menaruh perhatian begitu serius bagi Ahmadiyah. Padahal Ahmadiyah sebagai organisasi keagamaan di Indonesia populasinya sangat kecil.
“Katakanlah data yang disampaikan Wikileaks itu benar, lalu mengapa begitu banyak dana digunakan untuk mengerem perkembangan jemaat Ahmadiyah di Indonesia? Ini pertanyaan yang mengusik rasa ingin tahu kami,” kata Yendra kepada Redaksi Madina Online Irwan Amrizal (14/7) via telepon.
Menurut Yendra apa yang dilakukan Saudi berdasarkan data yang dibocorkan Wikileaks itu jelas telah melakukan intervensi yang luar biasa ke negara lain. Dan Saudi dengan ciri khas Islam Arabnya tampaknya berambisi ingin mengontrol dan menjadi pemimpin dunia Islam dengan Wahabisme sebagai patronnya.
Selain mewawancarai Jubir Ahmadiyah, Madina Online juga melakukan serangkaian wawancara serupa dengan pengamat/peneliti, anggota MUI, dan pihak pemerintah yang akan dimuat secara berkala. Berikut petikan lengkap wawancara Madina Online dengan Jubir Ahmadiyah.
Apa komentar anda tentang apa yang diungkap Wikileaks tentang upaya Kerajaan Arab Saudi untuk menyingkirkan Ahmadiyah di Indonesia sejak 2012?
Mengapa Ahmadiyah sebagai organisasi keagamaan yang berpopulasi kecil di Indonesia kok begitu menjadi perhatian utama bagi negara besar seperti Arab Saudi? Katakanlah data yang disampaikan Wikileaks itu benar, lalu mengapa begitu banyak dana digunakan untuk mengerem perkembangan jemaat Ahmadiyah di Indonesia? Ini pertanyaan-pertanyaan yang mengusik rasa ingin tahu kami. Apa yang memotivasi kerajaan Arab Saudi sehingga begitu peduli dengan jemaat Ahmadiyah di Indonesia, khususnya.
Dan kemudian bila dikaitkan dengan peristiwa persekusi yang kami alami dalam beberapa tahun ini, apakah ini berhubungan dengan upaya kerajaan Arab Saudi itu. Dan yang juga selalu menjadi perhatian kami, dari mana kelompok yang terus mengganggu komunitas kami dan melakukan kampanye negatif dari waktu ke waktu terhadap kami. Rasanya tidak mungkin aktivitas ini tanpa ada dana logistik yang besar.
Menurut anda dan pengurus PB JAI sendiri, apa motivasi Saudi begitu semangat mengurusi Ahmadiyah yang jumlahnya juga tidak banyak di Indonesia?
Menurut kami ini jelas intervensi yang luar biasa dari satu negara ke negara lain. Kedua, barangakali Arab Saudi dengan ciri khas Islam Arabnya ingin mengontrol dan menjadi pemimpin dunia Islam dengan Wahabi sebagai patronnya. Dan dari bocoran Wikileaks juga disebutkan bukan hanya Ahmadiyah yang diawasi, tapi juga ulama moderat di Indonesia, dalam hal ini ulama NU, selalu dimata-matai kerajaan Saudi.
Dari sini dapat kami tarik benang merahnya, kelompok-kelompok intoleran itu punya afiliasi dengan Saudi. Entah itu lama bersekolah di sana atau yang punya hubungan dekat dengan kerajaan Saudi.
Sebelum beberapa tahun terakhir dan terkait intervensi Saudi menurut data Wikileaks itu, anda dan pengurus PB JAI tidak melihat ada gerakan yang melakukan tekanan terhadap Ahmadiyah sebelumnya?
Kami belum pernah merasakan ada gerakan yang sistematis sebelum ini. Kami memang tidak punya kemampuan untuk menelisiknya lebih jauh, tapi seharusnya intelejen bisa mendeteksi dari mana aliran dana kelompok-kelompok intoleran tersebut. Karena sangat mudah melihat aliran dana dari sebuah gerakan dengan jumlah massa tertentu.
Itu artinya anda melihat bahwa tekanan yang beberapa tahun belakangan ini cukup massif terhadap Ahmadiyah itu tidak mungkin tidak digerakkan oleh dana yang besar?
Saya tidak melihat ini gerakan yang spontan. Atau gerakan sukarela yang didasari gairah keagamaan yang begitu besar. Tekanan yang kami alami itu menurut kami memerlukan energi yang luar biasa dan persiapan waktu yang panjang.
Kalau ada insiden-insiden kecil atau massa terprovokasi itu bisa saja terjadi. Tapi itu sifatnya insidentil. Mungkin karena ketidaktahuan, salah paham, atau karena minimnya pendidikan dan kemiskinan sehingga masyarakat mudah terprovokasi. Ini hanya letupan-letupan kecil saja. Tapi bila lebih dari itu, kami yakin ada gerakan yang sistematis yang bekerja.
Sejak 2005 kami sudah mengingatkan bahwa persekusi bagi kelompok yang distigma sesat itu tidak hanya ditujukkan kepada kelompok-kelompok minoritas, seperti Ahmadiyah. Itu artinya persekusi ini bukan hanya masalah Ahmadiyah. Memang Ahmadiyah menjadi awal, tapi menurut kami targetnya kemudian bisa jadi dialami juga kepada penganut Syiah, lalu target selanjutnya adalah kelompok-kelompok mayoritas seperti NU dan Muhammadiyah. Kalau non-Muslim sudah pasti lah ya.
Menurut anda persekusi terhadap Ahmadiyah itu seperti testing the water?
Ya, karena Ahmadiyah mudah menjadi komoditas. Karena banyak pandangan yang menyatakan bahwa Ahmadiyah itu berbeda yang kemudian oleh kelompok intoleran distigma menjadi sesat. Kedua, Ahmadiyah itu berbeda dengan kelompok lain di mana Ahmadiyah tidak mau melawan secara fisik. Karena itu Ahmadiyah kemudian menjadi selalu dipersekusi, didiskriminasi, dan dikriminalisasi. Ini karena Ahmadiyah sangat menekankan Islam yang damai dan perlawanan tanpa kekerasan. Seolah kami tidak berani melakukan perlawanan terhadap persekusi itu.
Dari data Wikileks itu, apa yang kemudian perlu diwaspadai?
Kalau pemerintah dan tokoh-tokoh agama memperhatikan peta global, seharusnya mereka bisa membaca bagaimana agama begitu mudah dijadikan komoditas politik. Contohnya, apa yang terjadi di Pakistan dan di Timur-Tengah. Dan dalam hal ini, isu Ahmadiyah adalah isu yang paling mudah untuk membakar massa.
Jadi, jika bicara tentang persekusi yang dialami Ahmadiyah, khususnya yang di Indonesia, sama sekali bukan bicara tentang perbedaannya. Keberadaan Ahmadiyah sudah lama di Indonesia. Bahkan putra-putra Indonesia yang mengundang Ahmadiyah untuk berdakwah di sini. Sejak lama Muslim Indonesia tidak pernah ada masalah dengan Ahmadiyah. Nah, jika belakangan ada masalah, itu bukan karena persoalan perbedaan cara pandang, melainkan karena politisasi agama yang ujungnya adalah kekuasaan politik.
Berangkat dari data Wikileaks, apakah PB JAI akan melakukan pertemuan dengan Pemerintah RI dan MUI untuk meminta konfirmasi?
Sementara ini belum. Karena kami harus memastikan dulu kevalidan data Wikileaks itu. Selain itu, sebagai kelompok minoritas, kami mungkin tidak punya posisi tawar di mata pemerintah dan MUI.
Yang kami lakukan hanya mengingatkan, khususnya kepada pemerintah, tentang bahaya intervensi satu negara terhadap negara yang lain. Kedua, kalau kelompok-kelompok intoleran dibiarkan dan pembiayaannya dari kelompok asing tidak ditelusuri, maka hal ini sangat membahayakan bagi pembangunan demokrasi, perdamaian, dan persatuan Indonesia.
Di satu sisi, pemerintah berkampanye tentang bahaya radikalisme dan serius menghentikannya, tapi bila itu tidak disertai tindakan kongkret itu menjadi sia-sia. Seharusnya pemerintah bisa mengungkap sumber dana logistik kelompok-kelompok intoleran dan menghentikannya. Jika tidak, radikalisme dan konflik-konflik agama akan terus terjadi.
Sebagai contoh, kenapa kelompok Garis di Cianjur belakangan ini melempem. Itu sebetulnya bisa dipelajari.
Kenapa mereka melempem?
Karena kalau kita cek di lapangan, mereka sudah kehilangan sumber dana sehingga tidak lagi mampu menggerakkan massa. Yang terjadi selanjutnya, konflik agama di Cianjur otomatis pelan-pelan sirna.
Itu Garis yang dimotori Chep Hernawan ya?
Iya, dia pernah mendeklrasikan dirinya sebagai Presiden ISIS Indonesia. Di luar itu, saya ingin mengingatkan bahwa konflik-konflik agama itu tidak ada yang sifatnya insidentil. Tapi di belakangan itu ada sistem dan pola yang menggerakkannya.
Tadi anda mengatakan bahwa Garis belakangan ini melempem karena sudah kehilangan sumber dananya. Jika mengacu dari data Wikileaks, lalu kelompok intoleran mana yang kini menikmati dana besar dari Saudi itu?
Kami tidak tahu. Kami tidak punya kemampuan untuk menelisiknya lebih jauh. Intelejen yang bisa menjawab pertanyan tentang hal ini. Kami hanya melihat fakta di lapangan ada kelompok intoleran yang melempem karena kehilangan sumber dananya.
Layaknya ISIS dan Al-Qaida yang belakangan ini tampak berebut kekuasaan, hal ini kemungkinan juga terjadi di antara kelompok intoleran di Indonesia. Seperti kita tahu, ada friksi dan persaingan di antara kelompok intoleran sendiri. Mereka faktanya tidak satu suara. Karena itu ada kelompok-kelompok intoleran ada yang mati.
Dan yang jelas, tidak mungkin dana itu mengalir ke kelompok-kelompok moderat.
Rekomendasi apa yang akan disampaikan PB JAI kepada Pemerintah RI dan MUI terkait data Wikileaks itu?
Khusus kepada pemerintah, kami meminta agar pemerintah dengan segala perangkat yang dimilikinya agar bisa membuktikan keakurasian data yang dibocorkan Wikileaks itu. Kedua, persekusi dan diskriminasi yang belakangan ini dialami jemaat Ahmadiyah itu bukan karena soal perbedaan pandangan keagamaan, tapi itu karena politisasi agama.